• Pages

      Friday, October 25, 2013

      PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN


      PROBLEMATIKA
      PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
      (Problem Pembelajaran Dalam Aspek Kebahasaan Di Sekolah)
      1. Pendahuluan
      1. Latar Belakang Masalah
      Berhasil tidaknya pembelajaran di sekolah-sekolah, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia, ditentukan oleh beberapa faktor yang saling mengait dan saling menentukan. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah faktor guru, murid, kurikulum, bahan pembelajaran atau buku, metode dan teknik pembelajaran. Badudu (1993:123) menyatakan bahwa pembicaraan mengenai pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah di Indonesia dari masa-masa seyogyanya didasarkan pada beberapa pikiran yang bertalian erat dengan hal-hal tersebut. Yang perlu sekali mendapat perhatian antara lain (1) kurikulum, (2) buku, dan (3) guru yang melaksanakan kegiatan pembelajaran.
      Kurikulum dari masa ke masa sudah mengalami perubahan dan pengembangan. Dengan perubahan dan pengembangan itu diharapkan pembelajaran bahasa Indonesia menuju ke arah yang lebih sempurna. Salah satu wujud perubahan kurikulum bahasa Indonesia terkait dengan masalah aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan mulai dihilangkan dari kurikulum (tidak ditampakkan secara eksplisit) sejak diberlakukannya kurikulum 1994. Kurikulum 1994 merupakan hasil usaha memperbaiki pembelajaran bahasa Indonesia kurikulum sebelumnya (1984) yang lebih condong ke penguasaan kebahasaan daripada kompetensi berbahasa Indonesia (Sunardi, 1996:1).
      Sejak tahun 1994 itulah materi kebahasaan tidak lagi dicantumkan secara eksplisit dalam kurikum bahasa Indonesia. Meskipun tidak dicantumkan secara eksplisit dalam Standar Isi, pada Kurikulum 2004 masih terdapat lampiran yang berisi aspek kebahasaan yang perlu diajarkan pada berbagai jenjang pendidikan dan semester. Akan tetapi, pada Kurikulum 2006 lampiran itu tidak terdapat lagi. Perubahan kurikulum yang diawali tahun 1994 sampai dengan tahun 2006 ini memunculkan anggapan bahwa kurikulum saat ini tidak mementingkan aspek kebahasaan/tata bahasa (Yulianto, 2008:1).
      Anggapan seperti itulah yang menimbulkan masalah tersendiri terutama terkait dengan pembelajaran aspek kebahasaan dalam bahasa Indonesia utamanya terkait dengan pemilihan materi pembelajaran. Memilih materi pembelajaran merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan guru dan perlu mendapat perhatian. Materi pembelajaran yang memiliki daya tarik bagi siswa akan menjadi motivasi tersendiri bagi kegiatan belajar siswa. Karena itu, materi pembelajaran hendaknya dipilih dari berbagai sumber. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pembelajaran yang dilakukan agar siswa benar-benar dapat memperluas wawasan siswa. Selain itu, materi pembelajaran yang dipilih dari berbagai sumber akan menjadikan kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
      Memang memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi merupakan masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid.
      Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar ini, secara umum masalah dimaksud meliputi cara penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran, dan sebagainya. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan. Buku pun tidak harus satu macam dan tidak harus sering berganti seperti terjadi selama ini. Berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar.
      Termasuk masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber sering terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku.

      1. Permasalahan
      Dari uraian di atas, pembahasan dalam tulisan ini akan difokuskan pada hal berikut:
      1. Problematika pembelajaran aspek kebahasaan di sekolah Materi aspek kebahasaan dalam Kurikulum 2006?
      2. Bagaiamanakah solusi dariproblematika tersebut?

      1. PEMBAHASAN
      Untuk melihat materi kebahasaan dalam Kurikulum 2006 ini, penulis menyajikan dua komponen dalam kurikulum yaitu standar kompetensi lulusan (SKL) Bahasa Indonesia SMP/MTs serta standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disajikan dalam tulisan ini dibatasi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) kelas VII.
      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi Lulusan (SKL) digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Bahasa Indonesia SMP/MTs:
      1. Mendengarkan
      Memahami wacana lisan dalam kegiatan wawancara, pelaporan, penyampaian berita radio/TV, dialog interaktif, pidato, khotbah/ceramah, dan pembacaan berbagai karya sastra berbentuk dongeng, puisi, drama, novel remaja, syair, kutipan, dan sinopsis novel.
      1. Berbicara
      Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, pengalaman, pendapat, dan komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi laporan, diskusi, protokoler, dan pidaro, serta dalam berbagai karya sastra berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama.
      1. Membaca
      Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami berbagai bentuk wacana tulis, dan berbagai karya sastra bentuk puisi, cerita pendek, drama, novel remaja, antologi puisi, novel dari berbagai angkatan.
      1. Menulis
      Melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk buku harian, surat pribadi, pesan singkat, laporan, surat dinas, petunjuk, rangkuman, teks berita, slogan, poster, iklan baris, resensi, karangan, karya ilmiah sederhana, pidato, surat pembaca, dan berbagai karya sastra berbentuk pantun, dongeng, puisi, grama, dan cerpen (BNSP, 2006:75).

      Dari standar kompetensi lulusan di atas terlihat bahwa tuntutan utama terhadap siswa adalah terampil berbahasa: terampil mendengarkan, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis. Tidak terdapat sepatah kata pun yang mengarah kepada materi kebahasaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada SKL tersebut tidak terlihat secara eksplisit materi kebahasaan.
      Sebagaimana yang terdapat pada SKL, pada standar kompetensi pun tidak terdapat kata-kata yang mengarah pada materi kebahasaan. Berbeda dengan kedua hal tersebut, pada kompetensi dasar terlihat kata-kata yang mengarah pada materi kebahasaan. Hanya saja kata-kata yang menjadi indikator adanya materi kebahasaan itu terbatas sebagai penjelas/keterangan yang memberikan penjelasan secara lengkap terhadap aspek keterampilan bahasa yang terdapat pada standar kompetensi.
      Pada kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs kelas VII terdapat beberapa kompetensi dasar yang mengarah pada materi kebahasaan sebagai berikut:
      (1) Mnceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif
      (2) Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana
      (3) Menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang baik dan benar
      (4) Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik dan benar
      (5) Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun
      (6) Mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung
      (7) Menulis pesan singkat sesuai dengan isi dengan menggunakan kalimat efektif dan bahasa yang santun
      Materi kebahasaan yang terdapat pada beberapa kompetensi dasar tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
      1. pilihan kata dan kalimat efektif
      2. kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana
      3. bahasa yang baik dan benar
      4. bahasa yang efektif, baik, dan benar
      5. kalimat yang efektif dan bahasa yang santun
      6. cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung
      7. kalimat yang efektif dan bahasa yang santun

      Sebelum dibahas problematika pembelajaran aspek kebahasaan di sekolah, ada baiknya diuraikan beberapa prinsip pembelajaran bahasa. Bambang Yulianto (2008:1—6) menjelaskan bahwa pembelajaran kebahasaan harus berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa secara umum. Pada prinsipnya, pembelajaran bahasa Indonesia harus tetap menekankan kegiatan pembelajaran berbahasa bukan pembelajaran tentang bahasa. Ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam mengelola pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Di antaranya adalah sebagai berikut.
      Pertama, pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkan untuk lebih banyak memberikan porsi kepada perlatihan berbahasa yang nyata melalui keterampilan yang produktif (berbicara dan menulis) dan juga yang reseptif (menyimak dan membaca). Yang dimaksud kegiatan berbahasa secara nyata adalah bahasa yang dekat dengan lingkungan siswa. Hal ini bukan berarti bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa yang ’seenaknya’, tanpa mematuhi norma kebahasaan, melainkan bahasa yang sesuai dengan situasi kebahasaan, situasi resmi atau tidak resmi. Dalam situasi resmi, bahasa normatiflah yang dituntut, yaitu bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa, sedangkan dalam situasi tidak resmi diperkenankan adanya pelanggaran terhadap kaidah bahasa tersebut.
      Kedua, aspek kebahasaan (tata bahasa) diajarkan hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa. Jika bahasa siswa dalam situasi resmi menyalahi kaidah bahasa, guru barulah ”menyadarkan” siswa tentang kesalahan yang diperbuat dengan mengajarkan materi kebahasaan sesuai dengan kesalahan bahasa siswa. Dengan demikian, porsi pembelajaran kebahasaan tidak menjadi yang utama. Sebaliknya, jika bahasa siswa dalam situasi tidak resmi menyalahi kaidah bahasa, guru tidak perlu membahas materi kebahasaan tersebut. Jadi, materi kebahasaan diajarkan kepada siswa sesuai dengan jenis kesalahan bahasa yang diperbuat siswa terutama dalam penggambaran situasi berbahasa resmi. Dengan kata lain, aspek kebahasaan baru diperlukan untuk dibahas ketika guru menemukan kesalahan berbahasa pada siswa, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
      Meskipun komponen kebahasaan menjadi dasar kegiatan berbahasa yang harus dikuasai siswa, hal itu bukan menjadi tujuan pembelajaran bahasa. Komponen-komponen kebahasaan tersebut menjadi sarana untuk memahami dan menggunakan bahasa bagi tujuan tertentu. Secara khusus, prinsip-prinsip pembelajaran kebahasaan dapat diungkapkan sebagai berikut.
      Pertama, pembelajaran komponen kebahasaan merupakan pelatihan pemahaman dan penggunaan kata yang bermakna sesuai dengan keperluan komunikasi.
      Kedua, pembelajaran komponen kebahasaan terintegrasi ke dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Dengan demikian, pembelajaran kemampuan kebahasaan terfokus pada penggunaan bahasa secara fungsional dan bermakna sesuai dengan tujuan dan keperluan komunikasi.
      Ketiga, pembelajaran komponen kebahasaan tidak menganut tahap-tahap pembelajaran secara linguistis. Komponen fonologi tidak harus diajarkan lebih dahulu dibandingkan degan komponen morfologi atau sintaksis. Pembelajaran sintaksis, misalnya, harus berlangsung secara terpadu berdasarkan wacana yang kontekstual, fungsional, bermakna, dan bermanfaat bagi siswa maupun lingkungannya.
      Dengan demikian, materi kebahasaan selain tidak berstruktur juga tidak terbatas. Di sini guru dituntut untuk menguasai dengan baik seluruh aspek kebahasaan. Dengan penguasaan itu, guru akan mampu mengidentifikasi kesalahan berbahasa yang terjadi pada siswa dan mengelompok-ngelompokkan kesalahan tersebut berdasarkan materi kebahasaannya. Guru dituntut pula dapat mengurutkan materi kebahasaan sesuai dengan tingkat perkembangan atau kebutuhan siswa. Materi aspek kebahasaan yang harus disajikan bergantung pada keputusan guru secara profesional. Komponen kebahasaan yang dipilih haruslah didasarkan pada prinsip keterpaduan dan kesinambungan antarkomponen kebahasaan.
      Yang terkait dengan materi kebahasaan adalah pemilihan sampel-sampel bahasa dalam pembelajaran. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan sampel bahasa.
      Pertama, sampel bahasa haruslah berhubungan dengan proses belajar bahasa.
      Kedua, sampel bahasa harus sesuai dengan umur, jenjang pendidikan dan pengalaman siswa sebelum, saat ini, dan yang akan datang.
      Ketiga, sampel bahasa haruslah bersifat kontekstual, baik yang berhubungan dengan nilai historis, sosial, budaya, maupun nilai-nilai kemanusiaan.
      Keempat, sampel itu harus mendorong siswa untuk mencari sampel yang lain.
      Kelima, sampel bahasa dapat berupa naskah utuh, petikan bagian, atau adaptasi yang bersumber dari buku teks, dokumen resmi, karya sastra, pidato, berita koran atau televisi, percakapan telepon, dialog siswa, laporan, dan sebagainya (Parera, 1996).
      Problematika utama yang paling banyak ditemukan dalam pembelajaran aspek kebahasaan di sekolah adalah pembelajaran aspek kebahasaan cenderung disesuaikan dengan materi kebahasaan yang terdapat dalam buku pelajaran. Problematika utama ini muncul karena beberapa sebab, di antaranya adalah guru banyak yang melakukan pembelajaran hanya mengikuti bahan ajar (buku pelajaran) yang tersedia bahkan tidak sedikit guru dalam proses pembelajaran aspek kebahasaan hanya mempergunakan satu jenis buku pelajaran. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan guru itu sendiri atau oleh karena guru itu menganggap bahwa bahan yang disediakan sesuai dengan prinsip-prinsip proses belajar mengajar dan cara belajar bahasa (Siahaan, 1987:1). Hampir dapat dipastikan bahwa semua guru di sekolah dalam pembelajaran aspek kebahasaan hanya memanfaatkan buku pelajaran yang sudah disediakan oleh para penerbit buku.
      Jika buku pelajaran itu menyediakan materi kebahasaan yang sesuai dengan kurikulum, pembelajaran aspek kebahasaan masih dapat dikatakan agak memenuhi tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa banyak buku pelajaran yang menyajikan materi kebahasaan yang tidak sesuai dengan kurikulum. Hasil kajian terhadap buku Bahasa dan Sastra Indonesia Karya Nurhadi dkk. dan Bahasa Indonesia karya Agus Supriatna yang dilakukan penulis, misalnya, menyatakan bahwa tingkat relevansi materi kebahasaan dalam buku Bahasa dan Sastra Indonesia karya Nurhadi dkk. dan Bahasa Indonesia karya Agus Supriatna dengan Kurikulum 2006 sangat rendah, masing-masing hanya mencapai 38% dan 11% (Ghufron dan Azis, 2008:21). Hal ini menunjukkan bahwa materi kebahasaan yang disajikan dalam buku-buku pelajaran belum dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia.
      Selain itu, hasil kajian yang dilakukan penulis terhadap dua buku pelajaran tersebut menunjukkan adanya problem lain, di antaranya adalah sebagai berikut:
      Materi kebahasaan yang ada dalam kedua buku pelajaran tersebut masih disajikan secara terpisah (bersifat diskrit). Hal ini jelas tidak sesuai dengan prinsip pembelajaran kebahasaan yang menyatakan bahwa pembelajaran komponen kebahasaan harus terintegrasi ke dalam pembelajaran keterampilan berbahasa sehingga pembelajaran kemampuan kebahasaan terfokus pada penggunaan bahasa secara fungsional dan bermakna sesuai dengan tujuan dan keperluan komunikasi.
      Dalam buku pelajaran bahasa Indonesia masih banyak ditemukan tugas-tugas yang terkait dengan materi kebahasaan yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa. Perhatikan contoh tugas yang ditemukan pada buku pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas VII semester 1 berikut!
      Ubahlah kalimat-kalimat berikut menjadi lebih efektif ketika digunakan untuk bertelepon!
      1. Saya sudah membaca buku yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk itu ketika saya masih duduk di kelas I SMP di kota Palembang yang saya pinjam dari perpustakaan sekolah.
      2. Adikku aktif mengikuti latihan membaca puisi di sekolahnya dan sejak berlatih membaca puisi itu sekarang adikku memiliki rasa percaya diri ketika tampil di hadapan umum.
      3. Tolong setiap anggota kelompok menggunting sebuah artikel dan membawa artikel yang digunting dari halaman utama koran yang terbit pada hari Sabtu yang lalu.
      4. Nita, kamu sudah menonton film Ada Apa dengan Cinta yang disutradarai Mira Lesmana dengan pemeran utama Dian Sastro dan Nicholas Saputra yang mengilhami lahirnya sinetron yang temanya mengangkat kehidupan di seputar remaja?
      5. Dhifa, tolong sampaikan untuk menemui Ibu Soraya bagian humas dari perusahaan kosmetika Puteri Jelita, besok sore pada jam 15.00, kepada seksi penggalangan dana sponsor panitia peringatan Hari Ibu. (Nurhadi dkk., 2005:69)
      Tugas tersebut jelas tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa yang masih berusia 13 tahun. Hal ini juga tidak sesuai dengan prinsip yang mengatakan bahwa sampel bahasa harus sesuai dengan umur, jenjang pendidikan dan pengalaman siswa sebelum, saat ini, dan yang akan datang sebagaimana diuraikan di atas.
      Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aspek kebahasaan yang hanya didasarkan pada buku pelajaran, apalagi hanya satu jenis buku pelajaran, yang disediakan penerbit dianggap masih jauh dari prinsip-prinsip pembelajaran kebahasaan. Hal ini dapat dimaklumi karena bahan pembelajaran itu umumnya ditulis berdasarkan selera atau intuisi penulis saja kemudian dikatakan bahwa bahan itu telah ditulis berdasarkan kurikulum yang berlaku. Selain itu, tidak sedikit buku pelajaran yang ditulis bersamaan dengan penyusunan kurikulum sehingga kurang ada relevansi di antara keduanya (Siahaan, 1987:1). Hal ini juga menunjukkan bahwa penyusunan buku pelajaran bahasa Indonesia selama ini belum menggunakan sampel bahasa yang seharusnya bersifat kontekstual, baik yang berhubungan dengan nilai historis, sosial, budaya, maupun nilai-nilai kemanusiaan.


      SOLUSI

      Solusi yang dapat ditawarkan untuk memperbaiki pembelajaran aspek kebahasaan di antaranya sebagai berikut:
      1. Meningkatkan kompetensi guru bahasa Indonesia
      Kompetensi guru bahasa Indonesia yang harus ditingkatkan terutama kompetensi dalam hal-hal berikut:
      1. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran lingiuistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa
      2. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa
      3. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia
      4. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
      Dengan kompetensi tersebut diharapkan guru bahasa Indonesia dapat melaksanakan pembelajaran aspek kebahasaan sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa terutama dalam hal membetulkan kesalahan bahasa pada siswa karena aspek kebahasaan (tata bahasa) diajarkan hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa. Jika bahasa siswa dalam situasi resmi menyalahi kaidah bahasa, guru barulah ”menyadarkan” siswa tentang kesalahan yang diperbuat dengan mengajarkan materi kebahasaan sesuai dengan kesalahan bahasa siswa. Sebaliknya, jika bahasa siswa dalam situasi tidak resmi menyalahi kaidah bahasa, guru tidak perlu membahas materi kebahasaan tersebut. Jadi, materi kebahasaan diajarkan kepada siswa sesuai dengan jenis kesalahan bahasa yang diperbuat siswa terutama dalam penggambaran situasi berbahasa resmi. Dengan kata lain, aspek kebahasaan baru diperlukan untuk dibahas ketika guru menemukan kesalahan berbahasa pada siswa, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
      (2) Menyusun buku ajar kebahasaan berdasarkan kesalahan bahasa siswa
      Buku ajar berdasarkan kesalahan bahasa siswa ini tentu saja disusun berdasarkan penelitian terhadap kesalahan bahasa siswa terutama terkait dengan keterampilan berbahasa nyata terutama keterampilan produktif (berbicara dan menulis) dalam situasi resmi yang menuntut penggunaan bahasa normatif, bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
      (3) Mengadakan penelitian tentang perkembangan gramatika bahasa Indonesia anak usia sekolah. Hasil penelitian tentang perkembangan gramatika bahasa Indonesia anak usia sekolah ini sangat penting sebagai pedoman bagi perancang buku atau guru bahasa Indonesia dalam menyiapkan materi dan tugas kebahasaan sehingga materi dan tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa.

      C. SIMPULAN
      Pemilihan bahan ajar harus didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sudah ditentukan dalam kurikulum. Pemilihan bahan ajar itu harus didasarkan pada prinsip-prinsip: prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Adapun langkah-langkah pemilihan bahan ajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
      (1) Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar,
      (2) Mengidentifikasi jenis-jenis materi pembelajaran,
      (3) Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
      (4) Memilih sumber bahan ajar.
      Dalam Kurikulum 2006 materi aspek kebahasaan terlihat secara eksplisit dari kata-kata yang ada pada kompetensi dasar (KD), sedangkan pada standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar kompetensi (SK) tidak terlihat secara eksplisit. Kata-kata yang menjadi indikator adanya materi kebahasaan itu terbatas sebagai penjelas/keterangan yang memberikan penjelasan secara lengkap terhadap aspek keterampilan bahasa yang terdapat pada standar kompetensi. Materi kebahasaan yang dimaksud dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
      (1) Pilihan kata dan kalimat efektif,
      (2) Kalimat lugas dan sederhana,
      (3) Bahasa yang baik dan benar,
      (4) Bahasa yang efektif, baik dan benar,
      (5) Bahasa yang santun,
      (6) Kalimat langsung dan tak langsung.

      Problema utama yang muncul dalam pembelajaran aspek kebahasaan di sekolah bersumber dari pembelajaran yang hanya berdasarkan buku pelajaran yang disediakan penerbit. Padahal materi kebahasaan dalam buku pelajaran itu tidak relevan dengan kurikulum dan juga tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa. Dengan demikian, pembelajaran dalam aspek kebahasaan di sekolah belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk mengatasi problema tersebut, solusi yang dapat diambil di antaranya:
      (1) Meningkatkan kompetensi guru bahasa Indonesia,
      (2) Menyusun buku ajar kebahasaan berdasarkan kesalahan bahasa siswa, dan
      (3) Mengadakan penelitian tentang perkembangan gramatika bahasa Indonesia anak usia sekolah.


      DAFTAR PUSTAKA

      suksesbersamasukarto.blogspot.com/.../problematika-pembelajaran-aspek.html

      http://www.masbied.com/2010/02/20/problematika-pendidikan-di-indonesia-dan-solusi-pemecahannya/




      TELAAH UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK NOVEL


      TELAAH UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK NOVEL
      (RONGGENG DUKUH PARUK)
      PRAKATA

      Dalam novel karya Ahmad Tohari ini, kita dapat mengetahui betapa jelinya pengarang dalam mendeskripsikan (menggambarkan) latar alam dan pedesaan dari berbagai sudut pandang secara detail dan terperinci. Pengarang yang memiliki sebuah nama Ahmad Tohari, merupakan seorang laki-laki yang berasal dari Tingggarjaya, Jatilawang, Banyumas (Jawa Tengah) ini, menjadi begitu terkenal ataupun populer dimasyarakat setelah terbitnya novel triloginya, yaitu: Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala.
      Dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini, dapat terlihat bahwa pengarang menggambarkan susana pedesaan dengan menggunakan gaya bahasa yang begitu memukau yakni dengan menggunakan gaya bahasa personifikasi dan lainya. Dan dapat dilihat pula unsur religiusitas yang begitu pekat dalam menggambarkan keadaan pedesaan dan menampakkan permasalahan kehidupan yang dialami tokoh-tokoh yang sebagian besar tergolong dalam orang kecil ataupun orang pinggiran.baik yang hidup di pedesaan maupun di perkotaan.
      Ahmad Tohari dalam bercerita tidak pernah melepaskan diri sedikitpun dari pengalaman hidup pedesaan yang dialaminya. Maka hampir semua karyanya adalah menceritakan tentang kehidupan kalangan bawah atau masyarakat lapisan bawah dengan latar alam.
      Untuk menelaah novel “Ronggeng Dukuh Paruk” dengan menggunakan unsur instrinsik dan ekstrinsik dalam sebuah cerita dan mengetahui lebih jauh bagaimana atau apa saja unsur yang terdapat dalam sebuah cerita, kita harus mengkaji atau menelaah satu demi satu dari tiap tokoh yang terdapat didalamnya. Dengan ini kita akan dapat dengan mudah menemukan usur-unsur tersebut.
      Dalam menelaah ataupun meresensi novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini kita dituntut untuk dapat mengetahui berbagai macam karakter yang ada di novel itu. Dan ini berguna untuk menambah kejelian kita untuk menemukan dan menentukan apa saja unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik dalam mengkaji atau meresensi, baik berupa cerpen, drama, dongen maupun novel. Sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra kita dituntut untuk bisa memecahkan masalah-masalah yang berkenaan dengan sastra, seperti menelaah unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen, dongen maupun novel. Dan tentunya harus dapat menentukan unsur struktural puisi baik fisik maupun batin.

      Penyusun






      PEMBAHASAN

      1. Menelaah unsur Instrinsik novelRonggeng Dukuh Paruk”.
      Dalam novel Trilogi “Ronggeng Dukuh Paruk” ini, kita akan menjumpai berbagai unsur instrinsik yang terkandung di dalam cerita tersebut. Seperti, siapa saja tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita, bagaimana sifat-sifat tokoh dan penokohan, tempat-tempat dimana terjadinya cerita dll. Dalam tugas ini akan dikaji secara teliti, dengan meresensi sebuah novel melalui Unsur instrinsik maupun ekstrinsik sebuah cerita, diantaranya :

      1. TEMA
      Dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” pengarang (Ahmad Tohari) mengangkat cerita yang bertemakan tentang politik, sosial, dan ekonomi. Cerita ini dibuat saat terjadinya Gerakan 30 September Tahun 1965, dimana pengarang menjadi saksi hidup dan tersadar atas kejahatan yang dilakukan oleh PKI pada saat itu. Oleh karena itu, Ahmad Tohari sering kali memuat tentang nasib manusia (rakyat) yang menderita, dan secara garis besar cerita dalam novel ini mengiisah tentang penderitaan, keterpinggiran atau kenelangsaan masyarakat bawah.

      1. TOKOH DAN PENOKOHAN
      Di novel ini akan dibahas mengenai beberapa tokoh utama yang terdapat dalam cerita, dan bagaimana saja penokohan yang mereka perankan dalam jalannya cerita tersebut. Tokoh dan penokohan tersebut meliputi berikut ini:

      1. Srintil :
        1. Merasa Takut.masih merangkulku kuat-kuat, Srintil mengisak,…kurasakan tubuhnya hangat dan gemetar”
        2. Bersifat Kekanak-kanakan. “tetapi Srintil tidak malas melakukan perbuatan yang lucu dimata orang-orang Dukh Paruk. Bercengkrama dengan anak-anak gembala….”
        3. Merasa Rindu “sementara Srintil yang tidak tahu menahu soal malapetaka tempe bongkrek itu hanya teringat akan Rasus….”
        4. Merasakan Sedih “Srintil masih menundukan kepala, kini matanya basah. …”
        5. Menjadi Senang / cerialihatlah Srintil yang mulai tertawa melihat Goder gagal menangkap capung, dan wajah Sritil berseri-seri…..”
        6. Menjadi Gila “…..sementara itu Srintil terus berlagu….lalu terdengar Srintil terbahak-bahak…”.

      1. Rasus :
        1. Merasa senangSrintil didandani dengan pakaian kebesaran seorang roonggeng. Aku melihat keris kecil yang kuberikan kepada Srintil terselip di pingggang ronggeng itu”.
        2. Berani “….ketika perampok itu membelakangiku, aku maju dengan hati-hati. Pembunuhan kulakukan untuk pertama kali….”
        3. Membayangkan “,,,penampilan Srintil membantuku mewjudkan anganku tentang pribadi perempuan yang telah melahirkanku”.
        4. Mengingat Masa Kecil “Ketika masih kecil aku sering keluar dari Dukuh Paruk malam hari bersama teman-teman untuk melihat pagelaran wayang kulit”.
        5. Tabah/ tenanganeh, Rasus justru berada dalam ketenangan sempurna. Takzim dan khidmat ketika dia mengisap wajah nenek agar matanya tertutup….”
        6. Berserah diri “Aku bersembahyang, aku berdoa untuk Dukuh Paruk agar dia sadar…”

      1. Sakarya :
        1. Marah dan menuduhapa sampean tidak mengerti semua ini terjadi karena ada sesuatu antara cucuku dan Rasus? kata Sakarya, nadanya menuduh….”
        2. Risauperasaan kakek Srintil itu lebih dirisaukan oleh peristiwa-peristiwa kecil namun baginya penuh makna…..”
        3. Terkejut/ kaget “Sakarya terperanjat. Kata-kata bakar tak diduganya sama sekali. Kata-kata itu mengandung penghinaan….”

      1. Kartareja :
        1. Bingung “kesulitan pertama yang dihadapi Kartareja bukan masalah bagaimana memperbaiki alat musiknya, melainkan bagaimana dia mendapat para penabuh…”
        2. Senang “siapa yang akan menyalahkan Kartareja bila dukun ronggeng itu merasa telah menang secara gemilang….”
        3. Licik “jangan keliru yang asli buat Sulam. Lainya buat Dower, kata Kartareja….”

      1. Nyai Kartareja :
        1. Resah “di rumahnya Nyai Kartareja mulai merasa was-was karena ternyata Srintil tidak segera mengikutinya pulang…..”
        2. Berusaha Menjauhkanmaka Ntyai Kartareja harus berbuat sesuatu. Tali asmara yang mengikat Srintil dan Rasus harus diputuskan…..”
        3. Kecewa ”namun Nyai Kartareja memendam kekecawaan, mengapa yang memberikan motivasi kegairahan Srintil adalah Bajus….”


      1. SUDUT PANDANG
      Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti adanya kata “aku” dan sudut pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar cerita. Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga adalah seperti adanya kata “ dia dan –nya” dan menyebutkan nama tokoh secara langsung.
      1. LATAR
      Latar atau tempat terjadinya cerita yang terdapat dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah sebagai berikut:
          1. Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan…”.
          2. Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. Yakni Rasus, Darsun dan Warta…”.
          3. Dibawah pohon nangka. “dipelataran yang membatu dibawah pohon nangka,...Srintil menari dan bertembang. Gendang, gong dan calung mulut mengiringinya..”.
          4. Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja sedang merias Srintil. Tubuhnya yang kecil dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada …”.
          5. Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk. Kartareja berjalan paling depan membawa pedupan….”.
          6. Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di pasar memungkinkan aku mendapat upah…”.
          7. Di Markas Tentara. “pada hari pertama menjadi tobang, banyak hal baru yang kurasakan…”
          8. Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini aku kecewa karena tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal berburu…”.
          9. Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal diluar rumah, satu dibelakang dan lainya dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung mengerti…”.
          10. Rumah Nenek “selagi orang-orang Dukuh Paruk mengerumuni rumah Kartareja, aku duduk berdekatan dengan Srintil di beranda rumah neneku sendiri”.
          11. Rumah Sakum “Sakum tak terusik oleh hiruk pikuk anak-anaknya, jemarinya terus bekerja..…Sakum berhenti mendadak ketika Srintil melangkah mendekatinya ”.
          12. Rumah Tarimpanas udara mulai reda ketika Marsusi diterima oleh Kakek Tarim….”.
          13. Lapangan bola deka kantor Kecamatan.” Malam itu semangat kota kecil dawuan berpusat dilapangan sepak bola dekat kantor Kecamatan. Sebuah panggung lebar…..”
          14. Di Alaswangkal “hampir setengah hari ketika rombonhan dari Dukuh Paruk memasuki kampung Alaswangkal. Pemukiman penduduk…”.
          15. Kantor Polisi “dikantor itu ternyata bukan hanya polisi, melainkan tentara juga ada disana mereka segera mengenal siapa yang sedang melangkah…”
          16. Di Penjara/ Tahanan “ Saya Prajurit Dua Rasus. Saya ingin berjumpa Komandan kompleks tahanan ini secara pribadi…”.
          17. Di Sawahdi tengah sawah, seratus meter diSebelah barat dukuh paruk.Bajus memimpin..”
          18. Di Pantai “sampai dipantai Bajus memilih tempat yang agak terpencil buat memarkir jipnya…”
          19. Di Vila “...Bajus membelokan mobilnya ke halaman sebuah vila mungil yang ternyata kemudian sudah disewanya….”
          20. Rumah Sakit “…ketegangan yang meliputi hatiku hanpir berakhir ketika becak berhenti di gerbang rumah sakit tentara….”

      1. ALUR
      Alur atau jalanya cerita dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” menggunakan alur maju yang disertai dengan “flash back” atau kembali ( mundur ) kemasa lalu, baik yang dialami oleh tokoh utama atau pemeran lainya. Dalam cerita ini yakni ditengah-tengah cerita pengarang menceritakan kembali masa lalu yang sempat dialami oleh pemeran cerita. Seperti menceritakan kembali terjadinya peristiwa tempe bongrek sebelas tahun yang lalu atau semasa bayinya Srintil, yakni :
      Orang-orang Dukuh Paruk pulang kerumah masing-masing. Mereka, baik lelaki maupun perempuan, membawa kenangan yang dalam. Malam itu kenangan atas Srintil meliputi semua orang Dukuh Paruk. Penampilan Srintil malam itu mengingatkan kembali bencana yang menimpa Dukuh Paruk sebelas tahun yang lalu........Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujab lebat…”.
      1. GAYA CERITA
      Gaya cerita atau penceritaan yang digunakan oleh pengarang dalam penulisan novel “ Ronggeng Dukuh Paruk “ ini adalah klimaks yakni permasalahan yang dihadapi oleh pemeran utama semakin memuncak dan tidak mengalami suatu “happy ending” atau penyelesaian yang bahagia pada akhir cerita tersebut. Atau bagaimana kepastian mengenai nasib yang di alami oleh tokoh utama masih belum dapat diketahui dengan jelas, dan pembaca hanya bisa menebak-nebak nasib yang dialami oleh para tokoh tersebut.
      1. AMANAT
      Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Pesan lain mungkin lebih cenderung kepada ketidak senangan atau kebencian pengarang terhadap pengkhianatanyang dilakukan oleh PKI di akhir September 1965. sehingga novel ini muncul dan menjadi penyuara kegetiran hati pengarang yang menggambarkan keadaan di masa itu.



      2. Menelaah unsur Ekstrinsik novel “ Ronggeng Dukuh Paruk”.

      Di dalam novel Trilogi “Ronggeng Dukuh Paruk” ini kita akan menemukan beberapa unsur Ekstrinsik yang terdapat didalamnya. Dan mungki saja unsure-usur tersebut akan menambah daya pikir kita sebagai mahasiswa, yang terkadang perlu untuk mengadakan perlawanan tehadap ketidak puasan. Unsur ekstrinsik tersebut meliputi:
      1. Unsur Politik .
      Unsur ini merupakan unsur yang paling utama terlintas dari benak pengarang, karena pengarang merasa sangat prihatin terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI yang terjadi di akhir September 1965.
      1. Unsur Sosial.
      Unsur ini kemungkinan besar mengangkat tentang kenyataan hidup yang pernah terekam dibenak pengarang, yang terjadi saat pengkhianatan PKI. Tumbuhnya kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan masih menjadi persoalan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsanya. Banyak orang yang menyuarakan tentang demokrasi dan hak asasi manusia , itu merupakan bukti bahwa masalah kemanusiaan sangat sering terusik/ terjadi. Gambaran nyata terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil, Rasus dll, yang berbicara tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.
      1. Unsur Ekonomi.
      Masalah yang ingin diangakat oleh pengarang diantaranya adalah mengenai masalah ekonomi yang dialami oleh masyarakat, dalam hal ini adalah “Dukuh Paruk”. Ini sering terlihat dalam pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana mengggambarkan kemiskinan masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-tengah pematang sawah. Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti : digambarkan luasnya ribuan hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan kering kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah mencabut singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran keadaan ekonmi yang sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan keadaan itulah yang sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca.

      ---------#######______#######______#######----------


      Kritik Sastra "cerpen anak"


      Kajian CERPEN Anak Media Cetak

      PENDAHULUAN

      Cerpen merupakan media pembelajaran dalam sastra Indonesia, selain puisi, novel, maupun drama. Cerpen merupakan sebuah sarana untuk menyalurkan bakat seseorang dalam bentuk cerita yang dikemas dalam sebuah wacana yang mudah untuk dipahami dan lebih sederhana. Cerpen juga merupakan salah satu karya sastra yang bayak digemari oleh masyarakat, Salah satunya cerpen mengenai anak-anak atau cerpen yang memuat semua hal yang berkaitan dengan dunia anak-anak. Dalam hal ini, minat atau antusiasme masyarakat dengan adanya cerpen, hal ini terbukti dengan banyaknya cerpen-cerpen yang terbit di media surat kabar, majalah, maupun kumpulan cerpen. Sehingga dengan mudah ditemukan dari semua kalangan, Terutama oleh anak-anak, seperti adanya majalah Bobo, Si Dul, semakin menambah keinginan anak-anak untuk menciptakan suatu karya.
      Segala hal yang berkaitan dengan cerpen, mulai dari kepengarangan, tata bahasa, penyusunan kalimat, dan lain-lain, akan dikaji secara mendalam. Hal ini merupakan pelatihan untuk mengkritik karya sastra, terutama karya sastra yang berhubungan dengan anak-anak. Dengan mengadakan pengkajian secara mendalam melalui media cerpen anak, maka akan dapat ditemukan sebuah kesimpulan yang memuaskan. Kesimpulan tersebut mengacu pada layak atau tidaknya sebuah karya disebut sebagai karya sastra anak ataupun cerpen anak-anak.
      Cerpen yang akan dikaji adalah cerpen-cerpen yang terdapat pada majalah anak “Si Dul”, yang terbit pada tahun 2006. Cerpen-cerpen tersebut antara lain, Mengungkap Jaringan Sindikat Pengemis, Mutiyah,Gadis Pemberani Penakhluk Perampok, Tipuan Tukang Sihir Gadungan, Sepatu Beda sebelah, dan Buah Kebaikan Tukang Sepatu. Cerpen tersebut merupakan hasil karya dari beberapa pengarang, jika dilihat dari penyusunan kalimatnya pengarang tersebut adalah orang dewasa.
      Hal ini terdapat dalam kutipan dari cerpen “Tipuan Tukang Sihir Gadungan” berikut, “betapa canggih sapu terbang itu. Pesawat supersonik saja, yang melebihi kekuatan suara, tak sampai tiga ratus ribu kilometer per detik”. Dari kutipan tersebut menjelaskan tentang betapa besar pengetahuan pengarang untuk mampu menggambarkanya, dalam hal ini anak-anak pun tidak mungkin untuk menuliskan hal semacam itu dalam pembuatan cerpennya.





      MENGUNGKAP JARINGAN SINDIKAT PENGEMIS

      Si Dul seorang anak SMP yang dapat mengungkap jaringan uang palsu, mendapat tugas dari kepala detektif Swasta, yaitu Prof Teddy Suryatmaja. Untuk menyelidiki sindikat pengemis yang beredar di kota. Dalam penyelidikan Si Dul dibantu oleh Bamby, seorang anak yang gemuk dan suka makan permen. Saat tiba dilokasi pengintaian Si Dul dibuat kaget oleh Bamby, karena apa yang dibicarakan Bamby benar. Dan Si Dul mengakui kepandaian si Bamby dengan bicara dalam batin.


      Kajian cerpen tersebut terdapat unsur-unsur intrinsik yang meliputi :
      1. Tema
      Cerpen tersebut mengangkat tema “Keberanian”, Yaitu mengenai keberanian seorang anak SMP dalam mengungkap suatu masalah yang terjadi dimasyarakat, dimana seorang anak SMP tersebut mampu mengungkap masalah sindikat uang palsu yang terjadi dalam masyarakat.
      1. Tokoh
      Dalam cerpen ini terdapat tiga tokoh yang berperan, seperti Si Dul seorang anak yang rendah diri, merasa tidak percaya, dan menjadi penasaran. Tokoh yang kedua Prof Teddy Suryatmaja yang merasa takjub. Tokoh yang ketiga Bamby, seorang anak yang Ramah, watak tokoh tersebut dapat dilihat dari kutipan kalimat berikut.
      Ah Biasa saja, itu Cuma kebetulan”, kutipan tersebut menjelaskan tentang rendah diri,
      bagaimana mungkin seorang seorang bertubuh tambun, berotak jenius”, kutipan tersebut menjelaskan tentang perasaan tidak percaya,
      bener nggak apa yang dikatan Bamby”.kutipan tersebut mejelaskan tentang rasa penasaran Si Dul. “Aku tertarik dengan pemberitaan wartawan seputar reputasimu, masih muda, jenius”. Kutipan tersebut menjelaskan tentang perasaan takjub Prof Teddy Suryatmaja.
      Hai, Bamby melambaikan tangan seperti manja”, kutipan tersebut menjelaskan tentang keramahan Bamby.
      1. Sudut Pandang
      Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam cerpen tersebut adalah sudut pandang orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar cerita seperti penggunaan kata dia dan –nya, seperti pada kutipan berikut ”Jangan lihat dari fisiknya, jelek-jelek dia seorang penyelidik yang cekatan dan encer otaknya”, dan menyebutkan nama tokoh secara langsung “Proesor Teddy menyeruput kopi didepanya”.

      1. Latar
      Cerpen tersebut terjadi dibeberapa tempat seperti, di Truk Kontainer, Kios, dan Lampu Merah. Hal ini dapat dibuktikan melalui kalimat berikut.
      seorang Kepala Detektif Swasta mengundangnya disebuah truk kontainer yang disulap menjadi ruangan”, kutipan tersebut menjelaskan tentang tempat atau suasana di truk container.
      Dari balik kios tukang Koran, Si Dul pura-pura baca Koran”, kutipan tersebut menjelaskan tentang suasana diKios.
      Disudut lampu merah, seorang pengemis laki-laki tampak menengadah”. kutipan tersebut menjelaskan tentang suasana di lampu merah.
      e. ALUR
      Dalam cerpen tersebut pengarang menggunakan alur maju, yaitu dengan menceritakan jalannya cerita secara runtut dan jelas, mulai dari awal cerita sampai akhir cerita. Pemeran menjalani serangkaian kegiatan secara teratur atau runtut seperti perbincangan antara Si Dul, Prof Teddy Suryatmaja, Bamby dari dalam truk, hinggá akhirnya Si Dul dan Bamby Turun ke jalan raya untuk bertugas.
      1. Gaya cerita
      Gaya cerita yang digunakan dalam cerpen tersebut adalah klimaks yakni permasalahan yang dihadapi oleh pemeran atau tokoh semakin memuncak dan tidak mengalami suatu happy ending atau sebuah penyelesaian yang bahagia pada akhir ceritanya. Hal ini Dikarenakan cerpen ini bersambung.
      1. Amanat
      Amanat atau pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui cerpen tersebut mengenai keberanian anak-anak agar mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari bentuk fisiknya saja melaikan dari sisi yang lainya, mungkin dari cara berpikirnya, sikapnya dan mungkin dari hatinya.



      Cerpen “Mengungkap Jaringan Sindikat Pengemis” ini, kurang pantas dibaca oleh anak-anak karena menggunakan kata-kata yang sulit dipahami, Seperti penggunaan bahasa inggris “Raptors Watch Institute” yang belum begitu di mengerti oleh anak-anak. Sehingga Cerpen tersebut tidak layak untuk dinikmati oleh anak-anak, karena dalam penyusunan kalimatnya cerpen tersebut cenderung mengarah ke pembaca remaja atau dewasa dan tidak mengarah keanak-anak, sehingga cerpen ini pantas jika di baca oleh anak SMP, SMA atau orang dewasa.


      Mutiyah, Gadis Cilik Pemberani Penakhluk Perampok


      Mutiyah seorang anak yang rajin, Suatu malam dia mengerjakan PR hingga malam dan Ibunya mengingatkan untuk diselesaikan dan istirahat. PR yang belum terselesaikan tadi terbawa dalam mimpinya, Ia pun terbangun, saat bersiap tidur kembali Mutiyah mendengar suara pintu dicongkel. Ia mengintip dari lubang kunci kamarnya, ternyata ada orang masuk rumah dengan mencongkel pintu. Mutiyah memberanikan diri keluar lewat jendela dan berlari kerumah Pak RT, sesampainya rumah Pak RT Mutiyah berteriak, Rampook. Seketika warga berkumpul dan menuju rumah Mutiyah. Warga dapat menangkap 2 perampok. Esok harinya polisi datang dan mengucapkan terima kasih kepada Mutiyah, karena keberaniannya 2 perampok yang dicari-cari polisi dapat tertangkap.


      Kajian cerpen tersebut terdapat unsur-unsur intrinsik yang meliputi :
      1. Tema
      Dalam cerpen ini tema yang ingin diangkat yaitu “Keberanian”. Yakni keberanian seorang anak Perempuan untuk keluar rumah ditengah malam untuk mencari bantuan dengan cara berlari kerumah Pak RT dan memberitahu kepada warga disekitar rumahnya, bahwa di rumahnya ada perampok.
      1. Tokoh penokohan
      Beberaa tokoh yang terdapat dalam cerpen ini yaitu: Mutiyah, seorang anak perempuan yang rajin belajar, ketakutan, dan pemberani. Ibu menasihati. Pak RT dan Warga yang merasa penasaran. watak para tokoh tersebut dapat dilihat dari kutipan kalimat berikut.
      Mutiyah mengerjakan PR dan belajar untuk pelajaran esok hari”, kutipan tersebut menjelaskan tentang sikap Mutiyah yang rajin belajar
      Hati Mutiyah makin berdetak keras” kutipan tersebut menjelaskan tentang rasa ketakutan Mutiyah.
      Tiyah sudah dulu belajarnya, besok kamu harus bangun pagi untuk subuhan" kutipan tersebut menjelaskan tentang nasihat Ibu kepada Mutiyah
      Tiyah ada apa? Mana rampoknya”,kutipan tersebut menjelaskan tentang rasa penasaran warga.
      1. Sudut pandang
      Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen tersebut adalah sudut pandang orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar cerita seperti penggunaan kata dia dan -nya dan menyebutkan nama tokoh secara langsung. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan berikut
      iapun terbangun, sadar dari mimpinya”, kutipan tersebut menjelaskan tenang penggunaan sudut pandang oang orang ketiga.
      Tiyah langsung melompat keatas tempat tidur”. Kutipan tersebut menjelaskan tentang penggunaan nama tokoh secara langsung.
      1. Latar
      Latar atau tempat terjadinya cerita yang terdapat dalam cerpen tersebut meliputi, kamar Mutiyah, rumah Mutiyah dan didepan rumah Pak RT.
      Ibu mendatangi kamarnya dan mengingatkan agar diselesaikan”, kutipan tersebut menjelaskan tentang suasana di kamar Mutiyah.
      beberapa orang masuk melalui pintu rumahnya yang sudah terbuka karena dicongkel oleh para perampok”. Kutipan tersebut menggambarkan suasana di rumah Mutiyah.
      Setelah sampai di depan rumah Pak RT, Mutiyah berteriak”. Kutipan tersebut menjelaskan tentang suasana didepan rumah Pak RT
      1. Alur
      Alur atau jalanya cerita yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah alur maju dimana pengarang menceritakan secara runtut dan jelas, mulai dari awal cerita sampai akhir cerita, seperti Mutiyah mengerjakan PR sampai larut malam dan ditengah malam ada perampok memasuki rumahnya hingga keesokan harinya Polisi datang kerumah Tiyah dan mengucapkan terima kasih.
      1. Gaya cerita
      Gaya cerita yang digunakan cerpen tersebut adalah anti klimaks yakni permasalahan yang dihadapi oleh para tokoh semakin mereda atau menurun dan mengalami suatu happy ending yaitu sebuah penyelesaian cerita yang berakhir bahagia yang dialami oleh para tokoh dari semua masalah-masalah yang dihadapai.
      1. Amanat
      Amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui cerpen tersebut yaitu mengenai Keberanian, yaitu menumbuhkan keberanian bagi anak-anak agar tidak merasa takut dalam menghadapi masalah-masalah yang sering muncul dan begitu berat untuk memecahkanya, karena semua masalah pasti akan ada jalan keluar untuk menyelesaikannya.

      Cerpen “Mutiyah, Gadis Cilik Pemberani Penakhluk Perampok” ini, cukup baik Jika dilihat dari segi manapun. Sehingga cerpen ini layak untuk dinikmati oleh anak-anak maupun orang dewasa, karena dalam cerpen tersebut mengandung pesan moral yang luar biasa untuk ditiru maupun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Cerpen ini lebih cenderung ditujukan untuk anak-anak, karena cukup baik untuk membangun pribadi pada diri anak, yakni untuk berani menghadapi semua masalah yang muncul dalam kehidupan seharí-hari.

      Tipuan Tukang Sihir Gadungan


      Suatu hari ada nenek sihir yang hidup dikampung, dengan memakai pakaian serba hitam ia berdalih mampu mengobati orang sakit dengan kedipan mata. Dengan penasaran aku dengan teman-temanku menyusun rencana untuk mengetahui kelemahanya dengan mengintip rumahnya. Kami berlima mengintip rumahnya, ternyata ia sibuk menghitung uang hasil memperdayai orang sekampung. masuklah seekor kucing hitam lalu dielus-elus nenek tua itu. Tiba-tiba ada seekor tikus masuk tak hanya satu tapi lebih dari sepuluh ekor. mengetahui hal itu sang kucing ketakutan, untuk melindungi kucing kesayangannya nenek tua itu kabur. Setelah aku memberitahu orang kampung tentang nenek penipu itu, mereka langsung mengobrak-abrik rumahnya.


      Dalam kajian cerpen tersebut terdapat unsur-unsur intrinsik yang meliputi :
      1. Tema
      Dalam cerpen tersebut tema yang diangkat mengenai Keberanian dan Kejelian. Yakni keberanian dan kejelian beberapa anak desa untuk mengungkap penipuan yang dilakukan oleh seorang nenek tua yang mengaku sebagai tukang sihir sakti, hingga akhirnya anak-anak itu dapat mengungkap siapa sebenarnya nenek Sihir tersebut,
      1. Tokoh dan penokohan
      Beberapa tokoh yang terdapat dalam cerpen ini meliputi, Nenek Sihir yang memiliki sifat Pembohong, Amir yang penasaran dan berusaha memimpin, dan teman-teman yang menyusun rencana. Watak para tokoh tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut,
      dia berkoar-koar sanggup mengobati orang dengan kedipan mata”. Kutipan tersebut menjelaskan tentang sifat Nenek Sihir yang pembohong
      Aku penasaran, ingin membuktikan kemampuanya”, kutipan tersebut menjelaskan tentang sifat Amir yang merasa penasaran
      Aku berisyarat melambaikan tangan agar mereka maju”. Kutipan tersebut menjelaskan tentang sifat Amir yang memimpin
      ya,kita pergoki dan kita cari tahu kelemahannya” kutipan tersebut menjelaskan tentang sifat teman-teman Amir yang sedang menyusun rencana
      c. Sudut pandang
      Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam cerpen tersebut adalah sudut pandang orang pertama dalam cerita, hal ini karena adanya penggunaan kata aku, dan pengarang ikut berperan secara langsung dalam cerita. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut ini,
      aku berkumpul dengan teman-temanku”. kutipan tersebut menjelaskan tentang penggunaan sudut pandang orang pertaama dalam cerita.
      d. Latar
      Latar atau tempat terjadinya cerita dalam cerpen tersebut yakni, di tanah lapang, dan dirumah Nenek Sihir, latar tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut ini,
      tiap pagi ditanah lapang, dia berkoar-koar”, kutipan tersebut menjelaskan suasana di tanah lapang.
      seekor tikus sawah berlari, sikucing hitam mengejar”. Kutipan tersebut menjelaskan suasana di rumah Nenek Sihir
      e. Alur
      Alur atau jalanya cerita dalam cerpen ini, menggunakan alur maju dimana pengarang menceritakan secara runtut dan jelas, mulai dari awal cerita sampai akhir cerita. Hal ini dapat diketahui dari berkoar-koarnya nenek Sihir di pagi hari hingga siang hari dan dimalam harinya anak-anak mengintip rumah Nenek sihir untuk mengetahui siapa sebenarnya nenek sihir tersebut, dipagi harinya warga mengobrak-abrik rumah penyihir karena Amir telah memberitahu siapa sebenarnya Nenek itu.
      1. Gaya cerita
      Gaya cerita yang digunakan pengarang dalam cerpen tersebut, adalah anti klimaks yakni permasalahan yang dihadapi oleh para tokoh dalam cerita semakin menurun atau mereda, sehingga mengalami suatu happy ending yaitu suatu penyelesaian akhir cerita yang bahagia oleh para tokoh dari masalah-masalahnya.
      e. Amanat
      Amanat atau pesan yang ingin disampaikan melalui cerpen ini mengenai suatu “Kebohongan”. Sepandai-pandainya orang berbohong maka suatu saat kebohongan tersebut akan diketahui oleh orang lain juga. Seperti kebohongan yang dilakukan seorang Nenek Tua dalam cerita tersebut yang mengaku sebagai penyihir yang sakti.

      Dalam cerpen “Tipuan Tukang Sihir Gadungan” ini, kurang pantas jika dibaca oleh anak-anak. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan kata, penyusunan kalimat, dan penggunaan suatu teknologi yang mungkin tidak dapat dimengerti oleh anak-anak, seperti “pesawat supersonik”. Selain itu penggunaan kata berkonotasi juga membuat anak-anak semakin tidak paham apa maksud dari kata tersebut seperti“berkoar-koar. Sehingga anak-anak akan merasa bingung jika membaca cerita tersebut. Dan jika dilihat dari pemilihan kata serta penggunaan kata berkonotasi, cerpen ini lebih ditujukan untuk anak yang duduk disekolah SMP, SMA ataupun orang dewasa.


      Sepatu Beda Sebelah


      Banu dan Agim adalah penyemir sepatu yang setiap pagi menyusuri stasiun. Pada lebaran kali ini, Banu memecah celengannya karena ingin membeli sepatu model terbaru, dengan uang recehan Banu dan Agim pergi ketoko. Penjaga toko melihat mereka dengan jijik karena pakaiannya yang kotor, dan melayani dengan seenaknya. Sesampainya dirumah Banu mencoba sepatunya, ternyata besar sebelah. Banu mencoba memakai sepatu itu dengan menyiasatinya, ternyata malah membuat kakinya luka. Ia menyadari karena dengan sepatu itu, dia akan memamerkanya pada anak-anak lainya. Akhirya Banu berpikir untuk memberikan sepatu itu kepada orang yang kakinya buntung, karena dirasa lebih bermanfaat.


      Dalam kajian cerpen tersebut terdapat unsur-unsur intrinsik yang meliputi :
      1. Tema
      Dalam cerpen tersebut tema yang diangkat yaitu mengenai “Semangat dan Penyesalan”. yaitu semangat bekerja keras dan menabung untuk dapat membeli sepatu yang diinginkan, dan penyesalan yang mendalam dari tokoh karena tujuannya membeli sepatu baru untuk memamerkan keteman-temannya yang lain.
      1. Tokoh dan penokohan
      Beberapa tokoh yang terdapat dalam cerpen tersebut meliputi, Banu yang memiliki sebuah keinginan hingga merasa putus asa, Agim bertanya kepada banu, dan Penjual sepatu yang merasa jijik melihat keduanya. Watak tokoh tersebut dapat diketahui melalui kutipan berikut,
      aku akan beli sepatu saja, di toko”, kutipan tersebut menjelaskan tentang keinginan Banu.
      Lantas bagiamana, pupus sudah keinginanku memakai sepatu baru”, kutipan tersebut menjelaskan tentang keputus asaan Banu.
      Benar kamu ingin beli sepatu, tidak baju”,kutipan tersebut menjelaskan tentang pertanyaan Agim kepada Banu.
      Penampilan yang kotor dan lusuh ,,,membuat penjual merasa jiji,”, kutipan tersebut menjelaskan sifat penjual yang jijik kepada banu dan Agim.
      1. Sudut pandang
      Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam cerpen tersebut adalah sudut pandang orang ketiga dalam cerita maupun diluar cerita, hal ini diperkuat dengan penggunaan kata “ dia dan -nya, seperti “Dia tak sabar untuk sampai di rumah dan mencobanya”. dan menyebutkan nama tokoh secara langsung, “Banu dan Agim berjalan menyusuri etalase toko di pinggiran jalan raya”.
      1. Latar
      Latar atau tempat terjadinya suatu cerita dalam cerpen tersebut meliputi, pinggir jalan, rumah, dan ditoko. latar tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut ini,
      Banu dan Agim berjalan menyusuri etalase toko di pinggiran jalan raya”, kutipan tersebut menjelaskan tentang suasana di pinggir jalan.
      Pada lebaran kali ini, Banu memecah celengannya”, kutipan tersebut menjelaskan suasana di rumah Banu.
      Bu beli sepatunya, yang itu”, kutipan tersebut menjelaskan suasana ditoko.

      1. Alur
      Alur atau jalanya cerita yang digunakan dalam cerpen tersebut yaitu alur maju, dimana pengarang menceritakan secara runtut dan jelas, mulai dari awal cerita sampai akhir cerita. Ini dapat diketahui dari kegiatan Banu dan Agim yang menyemir sepatu, saat berjalan pulang Banu melihat sepatu yang bagus sehingga ingin membelinya, saat ditoko mereka bertemu pelayan yang seenaknya melayani hingga sepatunya beda sebelah yang mereka pusing untuk memberikan kepada sepatu tersebut.

      1. Gaya cerita
      Gaya cerita yang digunakan dalam cerpen tersebut adalah anti klimaks yakni permasalahan yang dihadapi oleh para tokoh semakin mereda atau menurun dan mengalami suatu “happy ending” yaitu suatu penyelesaian yang bahagia pada akhir cerita tersebut.

      1. Amanat
      Amanat atau pesan yang ingin disampaikan melalui cerpen “Sepatu Beda Sebelah “ yaitu jika mempunyai keinginan untuk membeli atau mengingikan sesuatu janganlah diniatkan untuk pamer pada orang lain, keinginan tersebut akan mengalami menjadi sebuah masalah bagi yang menginginkanya.



      Dalam cerpen “Sepatu Beda Sebelah” tersebut, cukup baik jika dikaji dari berbagai aspek, sehingga cerpen ini pantas untuk dibaca anak-anak karena dalam cerpen tersebut terdapat nilai moral atau nilai pembelajaran yang luar biasa untuk ditiru oleh anak-anak. Jika dilihat dari penyusunan kalimatnya cerpen ini pantas dibaca oleh anak-anak, sehingga mereka akan dapat dengan mudah memahami, ataupun mengetahui jalannya cerita secara jelas.

      Buah Kebaikan Tukang Sepatu


      Disebuah negeri, hidup seorang pembuat sepatu, dengan selembar kulit yang tersisa, ia membuat sepatu yang bagus sekali. Setelah jadi sepatu itu dipasang dietalase rumahnya, hingga malam tak ada yang mau membelinya. Saat turun hujan, pembuat sepatu berdoa, dan seorang pengemis mengetok pintu untuk meminta makan. Pembuat sepatu berterus terang bahwa tidak ada makanan dirumahnya. Dengan rasa iba ia mempersilahkan pengemis itu untuk menginap dirumahnya. Pengemis melihat sepasang sepatu yang indah dan memintanya, dengan rasa kasihan maka sepatu itu diberikan. Keesokan harinya ia tidak mendapati pengemis tersebut. Tak lama datang utusan dari kerajaan, dan menanyakan keberadaan pembuat sepatu. Setelah dijelaskan, akhirnya pembuat sepatu diajak ke istana, dan Dia hidup mewah berkecukupan di Istana.


      Dalam kajian cerpen tersebut terdapat unsur-unsur intrinsik yang meliputi :
      1. Tema
      Dalam cerpen tersebut tema yang diangkat mengenai “Keikhlasan”, yaitu keikhlasan yang dilakukan oleh tukang pembuat sepatu untuk membantu seorang pengemis yang kehujanan dan kelaparan, sementara dirinya dalam kondisi yang serba kekurangan.
      1. Tokoh dan penokohan
      Beberpa tokoh yang terdapat dalam cerpen tersebut meliputi, Pembuat sepatu yang merasa putus asa, berserah diri, merasa kasihan dan juga baik hati. Dan seorang Pengemis yang meminta-minta, watak tokoh tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
      Aku sudah tidak bisa membuat sepatu lagi, karena uangku habis”, kutipan tersebut menjelaskan tentang sikap Pembuat sepatu yang putus asa.
      Ya Allah, jika ini ujianmu, semoga engkau memberikan ketabahan kepadaku”, kutipan tersebut menjelaskan tentang sikap pembuat sepatu yang berserah diri.
      kamu bisa masuk dan menghangatkan badan”, kutipan tersebut menjelaskan tentang sikap pembuat sepatu yang merasa kasihan.
      ya sudah, kalau kamu mau pakai saja sepatu itu”, kutipan tersebut menjelaskan tentang kebaikan hati Pembuat sepatu.
      Maaf Pak, berilah saya sedikit uang atau makanan untuk mengganjal perut”, kutipan tersebut menjelaskan tentang pengemis yang meminta-minta.


      1. Sudut pandang
      Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen tersebut yakni sudut pandang orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar cerita, karena pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga karena adanya kata “dia dan –nya”, seperti kutipan berikut “Dia memasang sepatu tersebut di etalase rumahnya” dan menyebutkan nama tokoh secara langsung, seperti kutipan berikut “Sejak itu Pembuat sepatu tinggal di istana selamanya”.
      1. Latar
      Latar atau tempat terjadinya cerita dalam cerpen tersebut meliputi, dirumah Pembuat sepatu, latar tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut.
      Kamu boleh tidur disini. Oya, saya hanya punya air minum, langsung ambil saja”, kutipan tersebut menjelaskan tentang suasana dirumah pembuat sepatu.
      1. Alur
      Dalam cerpen tersebut Alur yang digunakan adalah alur maju, dimana pengarang menceritakan secara runtut dan jelas, mulai dari awal cerita sampai akhir cerita. Hal ini terlihat dari keseharian tukang sepatu yang membuat sepatu, hingga suatu malam pengemis mengetuk pintu untuk minta makanan. Tanpa disadari ternyata pengemis itu raja yang menyamar dan Pembuat sepatu di jemput utusan kerajaan untuk tinggal di Istana.
      1. Gaya cerita
      Gaya cerita yang digunakan dalam cerpen tersebut adalah anti klimaks yakni permasalahan yang dihadapi oleh para pemeran semakin mereda atau menurun dan mengalami suatu happy ending, yaitu penyelesaian yang bahagia pada akhir cerita.
      1. Amanat
      Amanat atau pesan yang ingin disampaikan melalui cerpen tersebut mengenai Keikhlasan. Yaitu jika menolong orang dengan ikhlas dan tidak mengharapkan suatu imbalan, maka suatu saat akan mendapatkan balasan yang tidak dapat diduga dari yang Maha Kuasa.


      Dalam cerpen “Buah Kebaikan Tukang Sepatu” tersebut cukup baik jika dilihat dari berbagai aspek. Karena dalam cerpen tersebut penyusunan kalimatnya begitu mudah untuk dipahami anak-anak, selain itu dalam cerpen tersebut terdapat pula pesan moral yang sangat baik untuk ditiru maupun diterapkan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. Maka cerpen tersebut tepat jika ditujukan untuk anak-anak.




      PERBANDINGAN ANTAR CERPEN



      Cerpen yang diperoleh dari media cetak tersebut yang akan dinilai ada lima, antara lain berjudul Mengungkap Jaringan Sindikat Pengemis, Mutiyah,Gadis Pemberani Penakhluk Perampok, Tipuan Tukang Sihir Gadungan, Sepatu Beda sebelah, dan Buah Kebaikan Tukang Sepatu, kelima cerpen tersebut merupakan cerpen yang ditujukan untuk anak-anak, walaupun para penulisnya bukan dari kalangan anak-anak.
      Dari kelima cerpen tersebut yang paling menarik yaitu “Buah Kebaikan Tukang Sepatu”, karena ditengah-tengah keadaan yang serba kekurangan “Pembuat Sepatu” masih saja mau menolong seorang pengemis yang kelaparan dan basah kuyup karena kehujanan, Walaupun “Pembuat Sepatu” tidak memilliki uang atau makanan untuk dibagikan kepada Pengemis itu. Dengan bijaksana “Pembuat Sepatu” menyuruh Pengemis itu untuk berteduh dan menginap dirumahnya. Tak hanya itu, Si Pembuat Sepatu juga merelakan sepatunya yang bagus dan mahal itu saat dipinta oleh Si Pengemis. Tanpa disadari oleh Si Pembuat Sepatu ternyata Pengemis itu adalah seorang Raja yang menyamar sebaga Pengemis, dan akhirnya Pembuat Sepatu hidup serba kecukupan diistana.
      Cerpen yang kurang menarik adalah “Mengungkap Jaringan Sindikat Pengemis”, karena dalam cerpen tersebut terdapat kata atau bahasa asing yang tidak dapat dimengerti oleh anak-anak, walaupun sudah ada penjelasannya. Selain itu Pemeran yang menjadi Detektif Cilik berlagak layaknya derektif dewasa, dan seperti seorang detektif beneran. Dari pemilihan bahasa ataupun kata-katanya masih banyak menggunakan bahasa tingkat tinggi, yaitu kata-kata yang tidak dimengerti oleh anak-anak dan kebanyakan hanya dimengerti oleh remaja dan orang dewasa. Sehingga membuat anak-anak merasa bingung saat membaca maupun memahami cerpen tersebut.
      Kelima Cerpen tersebut memang pantas disebut sebagai cerpen anak-anak namun ada beberapa cerpen yang belum pantas untuk di tujukan kepada anak-anak, karena sebagian besar pengarangnya bukan dari anak-anak, melainkan dari orang dewasa yang sudah terbiasa menulis cerpen anak-anak.



      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news