• Pages

      Saturday, November 2, 2013

      KRITIK SASTRA



      NOVEL – NOVEL KARYA ANAK BANGSA


      Abstrak
      Mata Pelajaran Sastra Indonesia mulai dikenalkan pada anak pada tingkat Sekolah Dasar. Mereka mulai belajar dari awal mulai dari membaca, menulis, menyimak, dan membaca. Pada fase inilah materi pelajaran Bahasa Indonesia diberikan dan pelajaran sastra anak mulai di sisipkan didalamnya, sampai ke tingkat selanjutnya mulai ada perubahan yang signifikan. Seperti halnya novel, apalagi novel yang bertema percintaan, kehidupan, dan persahabatan dapat mengacu atau menarik ketertarikan masyarakat terhadap novel. Apalagi jika novel tersebut dibuat menjadi sebuah film yang sanggup menyuguhkan panorama dan suasana yang belum pernah dilihat, pasti menambah ketertarikan penonton.

      Kata Kunci : Sastra, Novel, Dan Film

      1. PENDAHULUAN
        1. Latar Belakang
      Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang begitu diminati dan disukai oleh masyarakat, karya sastra terutama bentuk novel merupakan karya yang begitu disukai selain cerpen, puisi, komik, ataupun dongeng. Nilai-nilai yang terdapat didalamnya, maupun contoh-contoh yang baik membuat masyarakat selalu menantikan munculnya karya-karya selanjutnya, hal semacam ini terjadi karena dalam penceritaannya selalu bervariasi, dan berwarna sehingga sanggup membuat pembaca menjadi terpesona dan merasa terhanyut disepanjang jalannya cerita tersebut.

        1. Metode Pendekatan
      Berbagai macam pendekatan yang ditemui dalam mengannalisis karya sastra yakni meliputi pendekatan objektif, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan mimetik. Dari keempat pendekatan tersebut, maka pendekatan yang sesuai dan berkesinambungan dengan novel “Ketika Cinta Bertasbih” adalah pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik ini memiliki pengertian sebagai nilai guna atau manfaat untuk membantu menemukan suatu kesenangan estetik, mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan pembelajaran politik.
      Selain itu, pendekatan pragmatik memiliki orientasi yang cenderung menimbang pada nilai keberhasilan untuk mencapai tujuan, sebagai alat atau sarana untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Bebarapa manfaat yang dimiliki pendekatan pragmatic bagi kehidupan pembaca, yaitu
      (1) manfaat pendidikan,
      (2) mafaat kepekaan batin atau sosial,
      (3) manfaat menambah wawasan, dan
      (4) manfaat mengembangkan kejiwaan atau kepribadian bagi pembaca.
      Apabila seorang pembaca mampu melaksanakan pesan moral, ajaran budi pekerti, dan teladan-teladan kebajikan didalam karya sastra tersebut, tentu mampu mengembangkan jiwanya dan membentuk budi pekerti yang saleh dan luhur. (Suroso, dkk. 24-26)

        1. Landasan Teori
      Teori yang digunakan dalam menganalisis novel – novel ini yaitu estetika dan stilistika. Estetika adalah ilmu tentang keindahan atau cabang filsafat yang membahas tentang keindahan yang melekat dalam suatu karya sastra seni. Sementara itu, kata estetis sendiri berartinya indah, tentang keindahan, atau mempunyai nilai keindahan. Sehingga ada nilai yang terpancar dalam karya sastra, sepert keindahan seni merangkai kata, atau menyusun bahasa. Susunan bunyi dan kata-kata dalam karya sastra mampu menimbulkan irama yang merdu, nikmat didengar, lancar diucapkan, dan menarik untuk didendangkan. Nilai estetis mampu memberi hiburan, kenikmatan, dan kebahagiaan batin ketika karya sastra dibaca atau didengarnya. (Suroso, dkk. 21)
      Stilistika adalah cabang ilmu lnguistik terapan yang mengarah kepada studi tentang gaya (style) atau kajian terhadap wujud pemakain kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Sedangkan gaya (style) adalah hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung sifat kontroversial, menyaran pada pengertian cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dalam bentuk tertentu, dan untuk tujuan tertentu. Itulah sebabnya gaya (style) sangat tergantung pada konteks, bentuk, dan tujuan yang hendak dicapai, dan bertujuan untuk memperoleh efek artistik yang bermakna. (Suroso, dkk. 158).
      Dalam pengertian paling luas, stilistika dan estetika bekerja saling meliputi, stilistika mengimplikasikan keindahan, demikian sebaliknya, keindahan melibatkan berbagai sarana yang dimiliki oleh gaya bahasa. Stilistika berkaitan dengan medium utama, yaitu bahasa, keindahan berkaitan dengan hasil akhir dari kemampuan medium itu sendiri dalam menampilkan kekhasannya. (nyoman kutha ratna, 251-252)

      1. PEMBAHASAN
      Novel merupakan salah satu dari jenis karya satra yang begitu disukai oleh masyarakat, selain itu karya sastra bentuk novel merupakan karya yang begitu diminati selain cerpen, puisi, komik, ataupun dongeng. Sehingga masyarakat selalu menantikan kehadiran terbitnya karya-karya selanjutnya, hal ini terjadi karena karakter dari penceritaan tiap novel selalu bervariasi, sanggup membuat pembaca menjadi takjub dan seolah-olah pembaca ikut terhanyut dalam jalannya alur cerita.
        1. Laskar Pelangi
      Dalam pembahasan mengenai novel ini menggunakan pendekatan pragmatik dan structural, tetapi yang mendominasi adalah pendekatan pragmatik. Ini bisa dilihat dari pembaca yang larut dalam cerita novel Laskar Pelangi. mengenai pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui cerita tersebut. Karena dalam pembahasan novel “Laskar Pelangi” menceritakan tentang perjuangan 12 anak tidak mampu yang berusaha untuk meraih pendidikan walau mereka berasal dari lingkup keluarga yang tidak mampu.
        1. Sang Pemimpi
      Novel Sang Pemimpi dalam pembahasanya menggunakan pendekatan ekspresif yang mempunyai arti pendekatan yang tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap karya itu diciptakan. Namun penulis ingin memberikan sebuah motivasi dan gambaran kepada pembacanya bahwa dengan semangat yang tinggi semua orang apat mewujudkan mimpi-mimpinya, dan bahwasanya mimpi itu bukan hanya sekedar bunga tidur saja. Akan tetapi dengan niat dan tekad serta kemauan yang keras apapun mimpi itu pasti tercapai.

        1. Ayat- Ayat Cinta
      Dalam pembahasan novel Ayat-Ayat Cinta ini memiliki perbedaan antara novel dan film, Perbedaan tersebut terlihat disepanjang jalannya cerita, baik dalam novel maupun film. Perbedaan saat permulaan cerita dalam novel menggambarkan suasana yang terdapat di kota Kairo pada waktu siang hari, kalau dalam film menggambarkan tentang suasana flat atau apartemen milik Fahri. Selanjutnya perbedaan saat penyelesaian cerita, dalam novel menceritakan tentang mimpi Maria yang ingin memasuki surga tetapi tak bisa karena belum mengucap kalimat syahadat, sedangkan dalam film menceritakan tentang kematian Maria yang terjadi saat sedang melakukan sholat berjamaah bersama Fahri dan Aisha.

        1. Ketika Cinta Bertasbih I
      Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih I, terdapat amanat yang begitu baikuntuk diterapkan dalam keseharian pembacanya. Dimana novel ini banyak membahas tentang kesederhanaan dan keikhlasan yang dimiliki tokoh utama yang rela menunda kelulusannya demi menafkahi keluarganya yang berada di indonesia. Di novel ini banyak mengandung pesan moril yang dapat digunakan sebagai pembangun jiwa para pembaca untuk semangat dan tidak menyerah dan puus asa dalam menjalani kehidupan. Jangan pernah menyerah dan putus asa jika menemui kegagalan. Keberadaan manusia di dunia ini untuk selalu berkarya dan terus maju untuk mendapatkan kebahagian.
        1. Perempuan Berkalung Sorban
      Novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-khaelieqy, dijadikan sebagai media alternatif pemberdayaan perempuan, sosialisasi isu jender dan hak-hak reproduksi dikalangan pesantren. Sehingga teori yang digunakan untuk menganalisis novel ini adalah teori feminisme. Dalam novel dan film Perempuan Berkalung Sorban pernah menuai kontroversi dikarenakan tidak sesuai dengan kenyataan, yaitu kenyataan bahwa seorang wanita harus menurut dengan seorang laki-laki yang telah menjadi imam baginya dan keluarganya selama masih dalam koridor yang tidak menyimpang.

        1. Dealova
      Novel Dealova mempunyai kertekaitan antara dunia karya dengan dunia nyata, yaitu novel tersebut merupakan sebuah cerminan dari masa lalu pengarangnya saat masih mengenyam pendidikan dibangku sekolah dari masa SMP hingga SMA. Sehingga dalam novel ini disesuaikan dengan keadaan yang sering dialami para remaja sekarang. Dimana mereka dalam masa puber dan pencari jati diri serta cinta, selalu memakai emosi dan amarah. Dan aktifitas yang ada di novel terkadang tergambar persis dengan kenyataanya.

        1. Dalam Mihrab Cinta
      Novel Dalam Mihrab Cinta merupakan karya sastra yang mengandung pesan atau amanat yang baik. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis novel ini adalah pendekatan pragmatic yang memiliki pengertian sebagai nilai guna atau manfaat untuk membantu menemukan suatu kesenangan estetik, mendapatkan pendidikan dan mendapatkan pembelajaran moral. Hal ini seperti amanat yang terkandung dalam novel ini, yaitu “Copet untuk berbuat jahat saja berani nekat, masak untuk berbuat baik tidak berani nekat”. Semboyan itulah yang membangun jiwa para pembaca untuk tetap semangat, dimana setiap perbuatan harus disertai niatan yang mantap.

        1. Menembus Impian
      Dalam novel ini, terdapat perbedaan dan persamaan antara novel dan film. Persamaan yang terdapat di novel atau film terletak pada alurnya karena menggunakan alur maju. Sedangkan perbedaannya terdapat pada pembukaan cerita dan penyelesaian cerita. Di novel pengenalan cerita yakni menggambarkan bayangan masa lalu ibunya Nur semasa kecil saat menjelang tidur (mimpi). Sedangkan di film, menggambarkan masa lalu ibunya Nur semasa kecil. Dan pada penyelesaian cerita, di novel menggambarkan pernikahan Nur dengan Dian yang di karuniai anak yang masih dalam kandungan. Dan di film menggambarkan kesuksesan Nur yang telah tercapai dan hidup tenang serta berkecukupan.
        1. Aborsi
      Aborsi, mendengar kata itu tentunya kita sudah paham apa arti dari kata itu. Dari pemahaman kata “Aborsi” tersebut terbentuk atau munculah sebuah cerita yang bernuansa horror. Hal ini terlihat oleh adanya hal-hal mistis yang begitu besar, dimana bermunculan bayangan anak-anak yang bermuka mengerikan. Aborsi yakni membunuh janin-janin yang tidak berdosa dikarenakan malu pada orang lain. Karena biasanya yang sering melakukan aborsi adalah pasangan yang hamil di luar nikah. Di dalam novel ini terdapat amanat atau pesan yaitu setiap perbuatan entah itu baik atau buruk akan mendapatkan balasannya sesuai dengan apa yang dilakukan pada akhirnya nanti.

        1. Laskar Pelangi
      Dalam pembahasan yang dilakukan oleh kelompok ini, mengenai pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui cerita tersebut. Karena dalam pembahasan novel “Laskar Pelangi” menceritakan tentang perjuangan 12 anak tidak mampu yang berusaha untuk meraih pendidikan walau mereka berasal dari lingkup keluarga yang tidak mampu. Dengan semangat dan rasa optimis yang tinggi pasti segala hal akan dapat diraih akan dapat terwujud sesuai dengan apa yang diinginkan, karena tak ada hal yang mustahil di dunia ini jika memiliki keinginan yang kuat serta dibarengi dengan kemauan untuk meraihnya.

      PENUTUP
      setiap novel yang mengangkat tentang kehidupan begitu menarik untuk diikuti dan diketahui alurnya, karena didalamnya terdapat beberapa pesan yang membangun jiwa serta suritauladan yang begitu mengagumkan untuk terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga masyarakat selalu menantikan kehadiran terbitnya karya-karya selanjutnya, baik dalam hal novel maupun film. Hal ini terjadi karena karakter dari tiap penceritaan baik novel maupun film selalu berwarna, bervariasi dan berubah-berubah sesuai dengan perkembangan yang ada.



      DAFTAR PUSTAKA

      Hirata, Andrea. 2008. Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
      __,,__. 2009. Sang Pemimpi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
      El-Shirazy, Habiburrahman. 2008. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta: Republika.
      __,,__. 2008. Ketika Cinta Bertasbih. Jakarta: Republika.
      El-khaelieqy, Abidah. 2009. Perempuan Berkalung Sorban. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran
      Nuranindya, Dyan. 2004. Dealova. Jakarta: Gramedia Pustaka
      El-Shirazy, Habiburrahman. 2008. Dalam Mihrab Cinta. Jakarta: Republika.
      El-khaelieqy, Abidah. 2010. Menebus Impian. Yogyakarta: Qalbiymedia
      Hardiwidjaja, Yennie. 2008. Aborsi. Jakarta: Gagas Media
      Suroso, dkk. 2009. Kritik Sastra (Teori, Metodologi, dan Aplikasi). Yogyakarta: Almatra
      Publishing.
      Kutha, Nyoman Ratna. 2009. Stilistika (Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya). Yogyakarta: Pustaka Belajar.




      PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA



      (Problematika Minat Baca Pada Anak Dalam Bidang Sastra)


      Abstrak:
      Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dan sastra anak mulai dikenalkan di tingkat Sekolah Dasar sejak kelas 1. Seperti diibaratkan bagaikan kuncup bunga yang akan mekar dan menampakkan keindahannya. Mereka memulai dari awal dan masih apa adanya. Pada fase tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia dan sastra anak hanya mencakup membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat. Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar dan ilustrasi yang nampak disekelilingnya. Sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan.Tidak ada hasil yang nyata dan relevan dalam pembelajaran. Seakan-akan hanya monoton seperti itu terus.
      Kata Kunci: Pembelajaran membaca, monoton, tidak ada hasil.

      PENDAHULUAN

      1. Latar Belakang Masalah  
      Wujud Pendidikan Kita. Berbagai sinyalemen, dugaan, dan fakta menyatakan bahwa mutu pendidikan dan pembelajaran di Indonesia rendah, bahkan sangat rendah. Data Human Development Index (HDI) tahun 1999 s.d. 2001 menempatkan Indonesia pada posisi 105 s.d. 109 di antara 175 negara jauh di bawah tiga negara tetangga Indonesia.  Hasil survai Political and Economic Rick Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong menunjukkan bahwa di antara 12 negara yang disurvai, sistem dan mutu pendidikan Indonesia menempati urutan 12 di bawah Vietnam (Tim BBE, 2001)
      Dalam dunia pendidikan, pembelajaran membaca terutama membaca bacaan sastra anak ditujukan agar siswa mampu mengorganisasikan intelektualnya dalam berpikir dan berpengetahuan luas dalam mengolah kata-katanya dengan baik, sehingga dapat menjadi acuan dalam menuangkan keinginan, gagasan, ide, inspirasi, berpengetahuan luas yang dimiliki dalam bentuk lisan / ucapan dan dapat dituangkan dalam bentuk tulisan, namun tampaknya belum bisa terwujud sepenuhnya karena minimnya minat baca pada anak. Terutama membaca sastra. Mengajar; kerapkali guru mengajar kepada siswanya khususnya pembelajaran membaca tidak memahami karakteristik siswanya dalam pengolahan kata-kata, adanya buku pegangan guru tentang sastra anak, tetapi tidak diajarkan secara maksimal, padahal dunia sastra anak tersebut banyak manfaatnya. Buku sastra anak dapat juga dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran. Buku sastra anak yang menjadi pegangan guru tersebut tidak ajarkan secara maksimal dikarenakan terkadang guru lebih suka mengajarkan pelajaran berbahasanya saja, dan minat menyalurkan sastra kepada siswa kurang. Inilah cermin guru-guru di Indonesia yang masih terkadang belum menunjukkan sikap profesionalitasnya saat mengajar. Berperilaku; inilah yang membuat pandangan murid menjadi rendah terhadap pelajaran membaca, pembelajaran membaca sastra tidak pernah menemukan ruang pengajaran yang berarti selama ini dikarenakan aspek yang mendasar pada pembelajarannya.
      Dapat dicermati dalam hasil penilaian Badan Standar Nasional Pendidikan di Indonesia (BSNP) selama sepuluh tahun terakhir ini juga menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia kurang. Siswa-siswa Indonesia tergolong rendah dalam minat bacanya. Berbagai sinyalemen dan dugaan banyak kalangan yang juga relatif senada. Jika semua dugaan dan data tersebut cermat dan benar, hal ini merupakan isyarat keterpurukan mutu pendidikan khususnya mutu pembelajaran Indonesia; isyarat rendahnya mutu dan prestasi pembelajaran di Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan khususnya pembelajaran di Indonesia merupakan cerminan buram akan kurangnya kualitas, tanpa bermaksud mencaci guru atau menghujat murid, semua harus dianalisis kekuranganya dan dicarikan solusi yang tepat.
      2. Permasalahan
      a. Apa sajakah yang menjadi kendala dan problematika pembelajaran membaca pada anak
      dalam bidang sastra?
      b. Bagaimanakah solusi dari kendala permasalahan tersebut?

      PEMBAHASAN


      Selama ini pengajaran membaca sastra di sekolah cenderung konvesional dan tak lagi dapat diandalkan untuk pembelajaran pada anak. Pelajaran membaca sastra hanya diajarkan dalam bentuk skimming dan scanning sehingga pemahaman membaca anak sangat buruk dan sering lupa akan bacaan yang telah dibacanya. Padahal penerapan membaca cepat dan sepintas tersebut disinyalir tidak efektif diajarkan pada anak. Jika pengajaran membaca cepat dan sepintas tersebut terus diajarkan ke siswa, akan berdampak lebih buruk lagi. Pengajaran membaca anak seharusnya diajarkan dengan penuh riang dan tidak ada unsur pemaksaan, karena sastra itu bersitat fleksibel / santai sehingga membuat anak merasakan tertarik untuk lebih mendalami sastra kelak dikemudian hari. Pola semacam itu jika diterapkan terus saat proses belajar mengajar hanya membuat siswa merasa jenuh untuk belajar bahasa Indonesia dan sastra. Pada umumnya para siswa menempatkan mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada urutan buncit dalam pilihan para siswa. Yaitu setelah pelajaran-pelajaran eksakta dan beberapa ilmu sosial lain. Jarang siswa yang menempatkan pelajaran ini sebagai favorit. Hal ini semakin terlihat dengan rendahnya minat siswa untuk mempelajarinya dibandingkan dengan mata pelajaran lain.
      Dalam masalah ini, saya menyoroti bahwa adanya metode pengajaran bahasa yang telah gagal mengembangkan keterampilan dan kreativitas para siswa dalam berbahasa dan membaca. Hal ini disebabkan karena pengajarannya yang bersifat formal akademis, dan bukan untuk melatih kebiasaan berbahasa dan membaca para siswa itu sendiri.
      Pembelajaran membaca sastra; hanya sebatas kuncup bunga yang akan mekar dan menampakkan keindahannya. Pelajaran Bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat Sekolah Dasar sejak kelas 1. Bagaikan kuncup bunga yang akan mekar dan menampakkan keindahannya. Mereka memulai dari awal dan masih apa adanya. Pada fase tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia dan sastra anak hanya mencakup membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat. Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar dan ilustrasi yang nampak disekelilingnya. Sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan.Tidak ada hasil yang nyata dan relevan dalam pembelajaran. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah membuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar dan mendalami dunia sastra Indonesia.
      Kelak setelah lulus SD dan melanjutkan ke SMP, ternyata proses pengajaran Bahasa Indonesia dan pengajaran membaca sastra masih tidak kunjung menunjukan perubahan yang berarti. Bunga pun masih menjadi kuncup. Kelemahan proses KBM yang mulai muncul di SD ternyata masih dijumpai di SMP dan siswa cenderung banyak yang memilih melanjutkan pendidikannya ke SMK, dikarenakan di SMK banyak diajarkan ketrampilan yang lebih luas daripada hanya diajarkan teori saja.
      Membaca sastra dan wawasan kepenyairan?
      Hal terpokok dari sebuah pembelajaran bahasa dan sastra anak disertai kepenyairannya akan terlihat dari aspek yang diajarkan oleh gurunya. Sasta anak yang lebih digemari adalah dongeng dan puisi. Mereka lebih memilih dongeng dan puisi dikarenakan lebih menarik untuk dibaca dan membuat mereka bisa merasakan senang dan tidak membuat mereka tertekan. Menurut Andre Hardjana (1981: 45) proses penciptaan sebuah sajak dalam puisi pada hakikatnya adalah proses penyempurnaan pengalaman puitik penyairnya. Keterkaitan antara membaca sastra dan wawasan kepenyairan adalah dari sudut pandang nuansa yang fleksibel dan tidak ada unsur pemaksaan serta bertujuan untuk menghibur dan menciptakan suasana hidup di dalam pembelajaran. Jika kepenyairan itu sendiri dijabarkan pada sastra anak, maka pengetahuan anak terhadap penyair-penyair Indonesia semakin paham, pada masa apakah penyair tersebut terkenal dan tahun berapakah puisinya dapat terkenal. Anak akan lebih tahu akan pentingnya belajar membaca sastra sejak masih anak-anak.


      SOLUSI :
      Apabila berbagai permasalahan tersebut dianalisis maka dapat ditarik benang merah bahwa permasalan minat baca pada anak dalam bidang sastra disebabkan oleh faktor seputar guru, yang membuat para siswa menjadi bosan saat pembelajaran karena pembelajarannya monoton dan tidak efektif. Maka dari berbagai masalah tesebut dapat ditarik beberapa solusi antara lain:
      1. Memberikan Motivasi dan Budaya Membaca
      Tidak adanya antusiasme yang tinggi, telah membuat pelajaran ini menjadi pelajaran yang kalah penting dibanding dengan pelajaran lain. Minat siswa baik yang menyangkut minat baca, maupun minat untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia semakin tampak menurun. Padahal, bila kebiasaan membaca sukses diterapkan sejak awal maka seharusnya saat melangkah ke jenjang selanjutnya, siswa telah dapat mengungkapkan gagasan dan dasar pemikiran dalam membaca. Pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi jelas tampak prakteknya dalam kehidupasn sehari-hari dan guru dapat membimbing para siswa terampil memilih bacaan maka harus pula dijelaskan bahwa pada dasarnya bacaan itu terdiri atas:
      1. bacaan ilmiah.
      2. bacaan sastra
      Khusus mengenai bacaan sastra, sang guru terlebih dahulu harus mengetahui prinsip-prinsip dasar sastra, agar dia dapat memberi bimbingan yang tepat guna; antara lain:
      1. tujuan pengajaran sastra,
      2. pengembangan apresiasi sastra,
      3. kriteria kualitas sastra anak-anak.
      Kriteria masalah ini akan dibicarakan secara singkat dan mengenai tujuan pengajaran
      sastra pada tingkat Sekolah Dasar, pada prinsipnya harus mencakup empat hal yaitu:
      1. memperkaya pribadi,
      2. mengembangkan pandangan dan pengertian,
      3. menyebarluaskan kebudayaan,
      4. memupuk serta meningkatkan apresiasi membaca.
      (Greene & Petty, 1971 : 503).
      2. Pemilihan sendiri bahan bacaan
      Dari segi para siswa, pemilihan sendiri bahan bacaan ini sampai batas tertentu secara a
      priori dibatasi oleh kenyataan bahwa sang guru atau beberapa ahli sebelumnya telah memiliki beberapa buah buku dari antara sejumlah buku yang tersedia. Banyak siswa yang menganggap bahwa pemilihan sendiri bahan bacaan adalah solusi jitu untuk mengurangi kejenuhan saat berada di dalam kelas melalui media bacaan. (Spache 1969).

      1. Dunia siswa adalah dunia bermain, seharusnya materi pelajaran banyak disajikan melalui permainan.
      Paradigma ini akan memaduakan anatara kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan Kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan lainya. Dari perpaduan kecerdasan tersebut, siswa akan menjadi lebih berkembang dalam berpikir.


      1. Mengenal siswa.
      Anak bukanlah bejana yang serba sama yang harus diisi dengan minuman atau zat lain. Agar pelajaran berhasil dengan baik tiap anak harus mendapat perhatian dan bantuan (Nasution 1997 : 122-123). Guru harus mampu mengenal siswanya. Dengan mengenal siswa maka guru akan lebih memahami latar belakang dan kesulitan yang dihadapi oleh siswa sehubungan pemberian solusi sesuai dengan kebutuhannya.
      1. Memberi makna terhadap pelajaran.
      Merencanakan dengan jelas apa yang akan dilakukan oleh guru sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar. Tetapi bukan berarti guru menjadi kaku dalam pelaksanaanya (Underwood 2000:39). Adanya perencanaan membantu guru untuk mempermudah dalam mengarahkan kegiatan pembelajaran. Seorang guru harus dapat meyakitkan siswa apa manfaat yang dapat mereka peroleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut.
      1. Memberi motivasi yang kuat pada siswa.
      Pemberian motivasi sangat berpengaruh pada mental siswa. Kata-kata “bagus”atau “benar”atau”kamu pintar” bahkan anggukan kepala akan jauh memberi dorongan daripada sebuah nilai (Underwood 2000: 54). Selain kata-kata di atas adanya sebuah komentar walaupun sedikit mampu menunjukkan bahwa guru menaruh perhatian pada hasil kerja siswa.
      1. Penumbuhan kecerdasan ganda (Multiple Intelligences) pada diri guru.
      Salah satu usaha  yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru bahasa Indonesia adalah dengan cara mengembangkan kecerdasan ganda yang telah dicetuskan  Howard Gardner.  Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan memecahkan persoalan dan menghasilkan produk baru dalam suatu latar yang  bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (1983;1993).
      Kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial daam proses pembelajaran. Di samping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya percaya diri. 

      Adapun dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik (Usman, 2006). Hal itu sesuai dengan UU Guru dan Dosen  Bab IV Pasal 8 yang menyatakan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
      Kecerdasan ganda berperan penting dalam keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam dunia pembelajaran dituntut dapat memahami dan mengembangkan kecerdasan ganda sebagai bekal untuk meningkatkan kualitas  dalam pembelajaran.
      Kualitas guru bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan dirasakan masih banyak yang belum memenuhi standar. Parameter profesi bagi seorang guru  yang  sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 adalah  guru wajib memiliki loyalitas dan dedikasi, kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, tanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
      1. Mengajaran sastra pada anak
      Tujuan mengajarkan sastra pada anak antara lain adalah untuk meningkatkan apresiasi
      sastra dan dengan demikian memungkinkan para siswa menikmatinya dengan lebih mantap
      dan lebih mesra. Apresiasi sastra dapat dikembangkan melalui membaca nyaring dan membaca dalam hati, menyimak serta mendiskusikan cerita-cerita dan buku-buku. Agar tujuan pengajaran sastra tercapai maka sang guru harus membimbing para siswa memilih serta membaca buku-buku yang bernilai serta sesuai dengan tingkat kemampuan membaca mereka.


      9. Meningkatkan apresiasi sastra pada anak
      Agar kita dapat mengembangkan serta meningkatkan apresiasi sastra para siswa, maka kita harus meningkatkan sejumlah keterampilan. Daftar keterampilan berikut ini dapat dipergunakan sebagai dasar bagi perencanaan kurikulum sastra di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan.
      1. Memahami tipe-tipe sastra,
        1. Membedakan prosa dari puisi.
        2. Membedakan fiksi dari non-fiksi
        3. Mengenalkan cerita rakyat, fabel, mite.
        4. Mengenalkan fiksi realistis.
        5. Mengenalkan fiksi historis.
        6. Mengenalkan fantasi.

      B. Memahami komponen-komponen fiksi:
      a. Mengenalkan struktur plot (alur).
      b. Mengenalkan klimaks cerita
      c. Mengenalkan gambaran dan perkembangan tokoh.
      d. Mengenalkan tema cerita.
      e. Mengenalkan latar.
      f. Melukiskan gaya bahasa pengarang.
      g. Mengenalkan sudut pandang (point of view).

      C. Memahami komponen-komponen puisi:
      a. Menentukan maksud pengarang.
      b. Mengevaluasi latar.
      c. Mengevaluasi alur.
      d. Mengevaluasi penokohan, karakterisasi.
      e. Mengevaluasi gaya penulisan.
      f. Mengevaluasi pandangan.
      g. Mengevaluasi tema (Harlin, 1980 : 412, cf. Huck & Kuhn, 1968 : 688 91).


      10. Mengajarkan untuk mengarahkan diri sendiri
      Guru harus bisa mengajarkan para siswanya untuk mengarahkan dirinya sendiri, dikarenakan mengarahkan diri sendiri itu siswa akan mengerti kerumitan sesuatu tugas serta menaksir atau memperkirakan waktu dan upaya yang diperlukan untuk menyelesaikannya secara tuntas. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan akhir dari pendidikan dan pengajaran, termasuk pengajaran keterampilan membaca ini, agar para siswa dapat berdiri sendiri, dapat mengarahkan dirinya sendiri dengan tepat guna.
      Pada tingkatan kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar upaya diarahkan pada kegiatan belajar untuk menjelaskan, memusatkan perhatian pada, serta menyelesaikan sesuatu tugas. Pada tingkat ini para siswa memperoleh bimbingan dasar yang penting dari sang guru. Pada tingkatan kelas 5 dan 6, para siswa sudah bekerja secara berdikari, berdiri sendiri dalam menilai kerumitan sesuatu tugas serta memperkirakan waktu kerja yang dibutuhkan. Para siswa sudah dapat kita katakan berdiri sendiri bila mereka sudah dapat mengarahkan dirinya sendiri dalam hal-hal berikut ini.
      a. Memilih buku-buku yang sesuai dengan kemampuan membaca berdikari dan memperhalus
      keotomatisan.
      b. Mengatur serta menyesuaikan kecepatan membaca dengan tujuan yang hendak dicapai.
      c. Memberi responsi secara berdikari kepada petunjuk-petunjuk tertulis dalam suatu tugas.
      d. Memperagakan pengarahan diri sendiri dengan:
      1. mendapatkan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan secara berdikari, dan
      2. menata serta mengatur waktu secara berdikari untuk menyelesaikan sesuatu tugas
      dalam masa yang telah tersedia.
      e. Memanfaatkan fasilitas-fasilitas perpustakaan secara berdikari yang sesuai dengan maksud
      dan tujuan pribadi. (Otto & Chester, 1976, 1976 : 166).


      C. PENUTUP

      1. Simpulan
      Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mulai dikenalkan di tingkat Sekolah Dasar sejak kelas 1. Seperti diibaratkan bagaikan kuncup bunga yang akan mekar dan menampakkan keindahannya. Mereka memulai dari awal dan masih apa adanya. Pada fase tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia dan sastra anak hanya mencakup membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat. Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar dan ilustrasi yang nampak disekelilingnya. Sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan.Tidak ada hasil yang nyata dan relevan dalam pembelajaran. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah membuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan adanya buku LKS yang menjadi buku wajib bagi siswanya. Sementara isi dari materinya terlalu singkat dan juga tidak mengena dalam pelajaran berbahasa dan sastra Indonesia. LKS lebih cenderung bersifat mengerjakan soal-soal saja yang membuat bosan siswanya. Inilah yang kemudian akan memupuk sifat menganggap remeh pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia karena materi yang diajarkan hanya itu-itu saja. Kelak setelah lulus SD dan melanjutkan ke SMP, ternyata proses pengajaran Bahasa Indonesia dan pengajaran membaca sastra masih tidak kunjung menunjukan perubahan yang berarti. Bunga pun masih menjadi kuncup. Kelemahan proses KBM yang mulai muncul di SD ternyata masih dijumpai di SMP dan siswa cenderung banyak yang memilih melanjutkan pendidikannya ke SMK, dikarenakan di SMK banyak diajarkan ketrampilan yang lebih luas daripada hanya diajarkan teori saja. Maka dibutuhkan sekali banyak perubahan untuk itu, baik dari aspek guru, siswa, dan sarana penunjang lainnya yang berkaitan dengan sastra dan buku pedoman sastra bagi tenaga pengajar yang akan mendidik dan mengentaskan siswa dari masalah minat baca yang kurang terhadap sastra.

      1. Saran
      1. Pemberian Motivasi dan Peningkatan Membaca Sastra..
      2. Adanya pemahaman dari guru bahwa ” peserta didik adalah simbol ”. Penyelarasan dan penyeragaman akan melunturkan simbol keaktifan siswa tersebut.
      3. Dunia siswa adalah dunia bermain, seharusnya materi pelajaran banyak disajikan melalui permainan dan tidak bersifat memaksakan.
      4. Memilih strategi pembelajaran yang mampu merangsang keterlibatan siswa secara aktif.
      5. Guru harus memiliki kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences)
      6. Selain pembelajaran dikelas, sekolah juga harus mengenalkan siswa pada dunia kebahasaan dan teknologi di laboraturium kebahasaan.



      DAFTAR PUSTAKA

      Abrams, M.H.1971. A Glossary of Literary Terms. New York: Rinehart and Winston.
      Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Pustaka Jaya.
      Hoerip, Satyagraha (ed). 1982. Sejumlah Masalah Sastra. Jakarta: Sinar Harapan.
      Brouwer, M.A.W. 1984. Psikologi Fenomenologis.Jakarta: Gramedia.
      Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
      Luxemburg, Jan Van. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
      Tarigan; Henry Guntur. 1978b. Prinsip-prinsip Dasar Fiksi. Bandung: FKSS – IKIP.


      KRITIK SASTRA


      ( Pertemuan yang Melelahkan )
      Novel “Ketika Cinta Bertasbih 1”

      BAB I
      PENDAHULUAN


      1.1 Latar Belakang
      Novel merupakan salah satu dari jenis karya satra yang begitu disukai oleh masyarakat, selain itu karya sastra bentuk novel merupakan karya yang begitu diminati selain cerpen, puisi, komik, ataupun dongeng. Sehingga masyarakat selalu menantikan kehadiran terbitnya karya-karya selanjutnya, hal ini terjadi karena karakter dari penceritaan tiap novel selalu bervariasi, sanggup membuat pembaca menjadi takjub dan seolah-olah pembaca ikut terhanyut dalam jalannya alur cerita.
      Dalam hal ini, akan mencoba untuk menganalisis mengenai novel “Ketika Cinta Bertasbih 1” yakni sebuah karya sastra fiksi yang menceritakan tentang suatu daerah yang terdapat di kota Kairo, Mesir. Didalamnya terdapat berbagai unsur yang digambarkan secara detail oleh pengarang, sehingga terbentuklah alur cerita yang begitu kompleks, yang memiliki keterkaitan antara unsur- unsur yang begitu mendominasi jalannya cerita, yakni unsur religi, persahabatan, kesederhanaan, dan percintaan.
      Sebagai contoh kecil yang diambil dari unsur tersebut yakni mengenai kesederhanaan, dimana unsur tersebut dimiliki oleh tokoh utama. Tokoh tersebut bernama “Azzam”, dimana ia rela meninggalkan kuliahnya dan mengundur kelulusannya hanya untuk menafkahi keluarganya yang berada di kampung halamannya di Indonesia, dengan menjadi seorang pembuat sekaligus penjual tempe. Dalam pengkajian novel ini terlihat unsur estetika dan unsur stilistika seperti terlihat pada kutipan berikut.
      Dimatanya, Kota Alexandria sore itu tampakbegitu memesona. Cahaya matahari yang kuning keemasan seolah menyepuh atap-atap rumah, gedung-gedung, menara-menara dan kendaraan-kendaran yang berlalu lalang dijalan. Semburat cahaya kuning yang terpantul dari riak gelombang di pantai menciptakan aura ketenangan dan kedamaian”.
      Dari kutipan tersebut dapat terlihat adanya unsur estetika atau keindahan yang nampak pada pendeskripsian kota Alexandria yang begitu memesonakan.

      Mereka langsung berjalan mencari kedai tha’miyah (makanan khas mesir), kedai yang menjual makanan khas mesir terdekat”. Hal 103, paragraf 1
      “Azzam melahap tha’miyyah bil baidh dengan lahap. Pak Ali juga. Setelah kenyang mereka menuju ke hotel”. Hal 107, paragraf 2.
      Dari kutipan tersebut dapat terlihat adanya pemakaian unsur stilistika, yakni dengan menggunakan perpaduan dua bahasa atau memasukkan bahasa Arab dalam bahasa Indonesia.



      1.2 Teori
      Teori yang digunakan dalam menganalisis novel “Ketika Cinta Bertasbih 1” yaitu estetika dan stilistika. Estetika adalah ilmu tentang keindahan atau cabang filsafat yang membahas tentang keindahan yang melekat dalam suatu karya sastra seni. Sementara itu, kata estetis sendiri berartinya indah, tentang keindahan, atau mempunyai nilai keindahan. Sehingga ada nilai yang terpancar dalam karya sastra, sepert keindahan seni merangkai kata, atau menyusun bahasa. Susunan bunyi dan kata-kata dalam karya sastra mampu menimbulkan irama yang merdu, nikmat didengar, lancar diucapkan, dan menarik untuk didendangkan. Nilai estetis mampu memberi hiburan, kenikmatan, dan kebahagiaan batin ketika karya sastra dibaca atau didengarnya. (Suroso, dkk. 21)
      Stilistika adalah cabang ilmu lnguistik terapan yang mengarah kepada studi tentang gaya (style) atau kajian terhadap wujud pemakain kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Sedangkan gaya (style) adalah suatu hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung sifat kontroversial, menyaran pada pengertian cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dalam bentuk tertentu, dan untuk tujuan tertentu. Itulah sebabnya gaya (style) sangat tergantung pada konteks, bentuk, dan tujuan yang hendak dicapai, dan bertujuan untuk memperoleh efek artistik yang bermakna. (Suroso, dkk. 158).
      Dalam pengertian paling luas, stilistika dan estetika bekerja saling meliputi, stilistika mengimplikasikan keindahan, demikian sebaliknya, keindahan melibatkan berbagai sarana yang dimiliki oleh gaya bahasa. Stilistika berkaitan dengan medium utama, yaitu bahasa, keindahan berkaitan dengan hasil akhir dari kemampuan medium itu sendiri dalam menampilkan kekhasannya. (nyoman kutha ratna, 251-252)


      1.3 Pendekatan
      Berbagai macam pendekatan yang ditemui dalam mengannalisis karya sastra yakni meliputi pendekatan objektif, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan mimetik. Dari keempat pendekatan tersebut, maka pendekatan yang sesuai dan berkesinambungan dengan novel “Ketika Cinta Bertasbih” adalah pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik ini memiliki pengertian sebagai nilai guna atau manfaat untuk membantu menemukan suatu kesenangan estetik (keindahan), mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan pembelajaran politik.
      Selain itu, pendekatan pragmatik memiliki orientasi yang cenderung menimbang pada nilai keberhasilan untuk mencapai tujuan, sebagai alat atau sarana untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Bebarapa manfaat yang dimiliki pendekatan pragmatic bagi kehidupan pembaca, yaitu
      (1) manfaat pendidikan,
      (2) mafaat kepekaan batin atau sosial,
      (3) manfaat menambah wawasan, dan
      (4) manfaat mengembangkan kejiwaan atau kepribadian bagi pembaca.
      Apabila seorang pembaca mampu melaksanakan pesan moral, ajaran budi pekerti, dan teladan-teladan kebajikan didalam karya sastra tersebut, tentu mampu mengembangkan jiwanya dan membentuk budi pekerti yang saleh dan luhur. (Suroso, dkk. 24-26)



      BAB II
      PEMBAHASAN


      2.1 Pola struktur karya sastra
      Dalam menganalisis novel “Ketika Cinta Bertasbih” unsur pembangun cerita tersebut harus berawal dari pola struktur karya sastra. Dari pola tersebut akan dapat dianalisis unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra. Unsur yang akan dianalisis adalah unsur pembangun dari luar cerita (Ekstrinsik). Berikut adalah gambar dari pola struktur karya sastra tersebut.


      2.2 Rangkaian kejadian peristiwa
      A. Ekstrinsik
      Unsur ekstrinsik merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam novel dan mendampingi sepanjang cerita tersebut dipaparkan melalui unsur penggerak diluar cerita. Unsur penggerak tersebut akan lebih membantu menjelaskan mengenai sebab akibat dari setting dan alur dari cerita. Pada unsur kali ini, pengarang ingin menyampaikan bebrapa aspek yang menjadi kelebihan dalam paparan cerita. Unsur ekstrinsik tersebut terdiri atas beberapa unsur pendukung lainnya, unsur pendukung tersebut antara lain.

      1. Unsur Religi
      Unsur tersebut terlihat begitu mendominasi disepanjang jalannya cerita, dan disinilah unsur yang dicoba digambarkan sedetail mungkin oleh pengarang. Dalam cerita “Ketika Cinta Bertasbih” karena pengarang menggunakan suasana yang begitu kental dan tidak dapat dipisahkan oleh Negara didaerah timur tengah. Dalam hal ini mengarah pada penceritaan yang mengangkat tentang unsur islami dan cinta, yang mengnggunkan daerah terutama di daerah Kairo Mesir, unsur ini terdapat dalam kutipan berikut.
      “Ia membenarkan tindakannya itu dengan berpikir bahwa datangnya azan yang memanggil itu lebih dulu dari pada datangnya dering telpon itu”(hal 51, par 3).
      “Islam sama sekali tidak membolehkan ada persentuhan intim antara pria dan wanita kecuali itu adalah suami isteriyang sah. Dan ciuman ala Prancis itu bagi saya sudah termasuk kategori sentuhan sangat intim”.(hal 119, dialog 1)
      Dari kutipan diatas menggambarkan bahwa mereka memegang teguh ajaran Islam yang sudah dipelajarinya sejak lahir, sehingga mereka tidak akan melupakannya begitu saja walupun dengan adanya telpon maupun ajakan untuk berciuman dengan seorang wanita.
      2. Unsur Sosial
      Dalam unsur sosial tersebut, dapat terlihat begitu jelas betapa pengarang memahami atau mengetahui seluk-beluk dari masyarakat yang terdapat didaerah tersebut. Sehingga pengarang mendapatkan gambaran-gambaran mengenai segala tindakan sosial yang sering dilakukan oleh masyarakat didaerah tersebut. Dan dari tokoh yang digunakan kebanyakan berupa mahasiswa, maka unsur sosial yang terdapat didalamnya semakin jelas mempengaruhi. unsur ini terdapat pada kutipan berikut.
      Nanang dan Ali lalu keluar untuk mencari taksi . lima belas kemudian mereka kembali dengan membawa taksi. Pagi itu juga Fadhil mereka bawa ke Mustasyafa (rumah sakit) Rab’El Adawea. Dokter yang memeriksa mengtakan, Fadhil arus dirawat di rumah sakit”. Hal 274, paragraf 1.
      Dari kutipan diatas menjelaskan mengenai adanya unsur sosial yang begitu erat antara seseorang dengan orang yang lain, sehingga mereka saling membutuhkan sehingga menumbuhkan rasa persaudaraan yang erat antara mereka.


      3. Unsur Budaya
      Unsur tersebut merupakan unsur yang tidak dapat ditinggal begitu saja oleh pengarang, hal ini dikarenakan adanya ketakjuban atau kekaguman pengarang terhadap budaya yang dimiliki oleh masyarakat, maupun Negara disekitarnya. Dalam novel tersebut jelas dibuktikan dengan adanya beberapa pemaparan mengenai budaya yang dimiliki oleh para tokoh dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat dimana mereka tinggal.
      “Iya. Setahu saya memang adat Mesir itu seseorang suami kalau isterinya tidak gemuk. Malu dianggap tidak bisa member makan dan tidak bisa mensejahterakan isterinya”. Hal 61, dialog 5.
      Dari kutipan diatas dapat terlihat adanya suatu adat ataupun budaya yang dimiiki olehh orang Mesir, yaitu yang memiliki anggapan bahwa jika memiliki isteri harus mampu membuat isterinya tersebut menjadi gemuk. Jika tidak maka suaminya dianggap kurang perhatian terhada isterinya.

      4. Unsur Psikologi
      Unsur Psikologi ataupun kejiwaan merupakan unsur yang tak dapat dipisahkan oleh setiap terbentuknya suatu kejadian dalam cerita. Dalam unsur kali ini pengarang akan lebih menonjolkan sikap atau jiwa dari para tokoh maupun dari masyarakatnya. Dengan kata lain pengarang memunculkan unsur psikis yang sedang dialami oleh tokoh yang sedang terlibat konflik dalam cerita.
      “Masalahnya aku sudah terlanjur melamar seseorang. Dia mahasiswi Al Azhar. Tapi sampai sekarang dia belum member jawaban. Aku bingung. Kalau batalkan lamaranku dan aku memilih Eliana yang sudah jelas mengejarku aku takut dianggap lelaki plin-plan….”. Hal 114, dialog 5.
      Dalam kutipan tersebut tergambar dengan jelas bahwa psikologi yang dimiliki oleh tokoh begitu mempengaruhi perwatakannya, yakni dengan merasakan kebimbangan dan kebingungan hatinya untuk memilih satu diantara dua wanita.


      5. Unsur Ekonomi
      Inilah unsur yang dijadikan sebagai latar belakang terbentuknya seorang tokoh yang menjadi pemeran utama dalam cerita. Dan unsur inilah yang membentuk seorang tokoh “Azzam” menjadi kuat dan tegar dalam menghadapi segala ujian yang menghadang harapan dan cita-cita untuk lulus sarjana tepat pada waktunya. Hal itu Nampak pada kutipan berikut.
      “Aku sama Sekali tak menyangka bahwa kau menghidupi adik-adikmu di Indonesia. Aku sangat salut dan hormat padamu Mas. Sungguh. Ketika banyak mahasiswa yang sangat manja dan menggantungkan kiriman orang tua, kau justru sebaliknya. Teruslah bekerja keras Mas….”. Hal 71, dialog 1.
      Dari kutipan diatas maka dapat diketahui betapa mempengaruhinya unsur ekonomi terhadapat pembentukan tokoh tersebut, sehingga mampu mewujudkan seorang tokoh yang mau dan mampu bekerja keras untuk dapat menyambung hidup di negeri orang sekaligus membiayai keluarganya yang berada di Indonesia. Yang jelas jauh berbanding terbalik terhadap kabanyakan mahasiswa pada saat ini, kebanyakan dari mereka lebih memanfaatkan orang tuanya tanpa adanya niat untuk berusaha atau mencari kerja sedikitpun.
      6. Unsur Trend
      Dalam hal ini, unsur trend merupakan suatu gaya maupun modis yang muncul oleh pemaparan dari masing-masing tokoh ataupun pemaparan kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat setempat yang disajikan pengarang dalam jalannya cerita, yang kini menjadi salah satu acuan utama dalam timbulnya trend ataupun mode yang bermunculan dalam masyarakat. Mode atau trend yang sering dipakai untuk acuan yaitu diambil dari cerita terutama dikalangan penokohan perempuannya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
      “Cut Mala melepas mukenanya. Memakai jubah hijau tuanya dan memakai jilbb hijau mudanya. Setelah yakin dengan penampilannya ia melangkah keluar kamar mengikuti Tiara...”. Hal 141, paragraf 1.
      Dari kutipan diatas, dapat ditemukan sebuah trend yang begitu melekat erat terhadap pribadi kaum perempuan atau muslimah yakni menggunakan jubah dan berkerudung saat pergi kemanapun. Selain itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan dari kaum muslimah kebanyakan, tak mau lelepas kerudung kecuali saat berada dihadapan suami mereka.


      B. Keterkaitan Antar Unsur
      Sistematika dari unsur ekstrinsik tersebut dapat diperkuat oleh adanya pemaparan dari unsur-unsur pendukung lainnya, sehingga dapat membentuk sebuah narasi yang saling berkaitan dengan novel tersebut. Berikut ini adalah narasi yang dapat dibentuk dari unsur pendukung yang telah dipaparkan.
      Dari pemaparan unsur ekstrinsik diatas dapat ditemukan keterkaitan yang begitu padu, yakni unsur religi yang begitu kental terhadap kebiasaan masyarakatnya sehingga menjadi sebuah budaya yang unik. Sehingga mampu mempengaruhi timbulnya adat ataupun budaya yang tak dapat ditemukan didaerah manapun, seperti unsur islami yang mewajibkan setiap orang muslim untuk saling mengucap dan menjawab salam. Dalam penerapannya saat muslim satu bertemu dengan muslim yang lain mereka saling menjawab salam, berjabat tangan, dan diteruskan saling berpelukan.
      Unsur ekonomi memiliki peran penting dalam perjalanan setiap tokoh, dimana setiap tokoh selalu dikaitkan dengan unsur ekonomi yang menjadi dasar dari setiap tindakan yang mampu mempengaruhi psikologi seseorang, maupun dari setiap pola pikir seseorang. Di novel “Ketika Cinta Bertasbih” ini dapat ditemui suatu kebenarannya, dimana unsur ekonomi menjadi dasar dalam timbulnya sebuah pola pikir seseorang yang membuatnya mampu menghadapi segala tantangan. Dan mampu meumbuhkan mental baja yang kuat, dan tahan banting. Dalam ekonomi yang susah sekalipun tetap mampu dan mampu meperhatikan keadaan orag lain yang sedang kesusahan pula.
      Begitu pula halnya dengan unsur sosial yang terdapat pula didalam novel tersebut, yakni dari kebiasaan masyarakat dikawasan timur tengah yang sebagian besar wanita lebih memilih untuk mengenakan jilbab, dan tak pernah membukanya kecuali jika dihadapan suaminya. Dari sinilah muncul suatu trend yang menjadi daya tarik tersendiri dikalangan kaum wanita, dimana trend tersebut mampu mengubah penampilannya ataupun mampu memberi inspirasi maupun terobosan dalam memunculkan trend berjilbab yang belum pernah ada.


      2.3 Perbandingan Antara Novel dan Film
      Dari novel “Ketika Cinta Bertasbih” yang telah dianalisis, maka dapat dibandingkan dengan film yang telah ditayangkan pada televisi maupun bioskop-bioskop di Indonesia. Untuk itu di sini akan dibahas sedikit mengenai perbandingan yang dimiliki antara novel dengan film yang mengadaptasinya. Perbandingan tersebut dapat berupa perbandingan secara segi keunggulan, maupun kelemahan dari kedua karya tersebut.
      No
      Hal yang dibandingkan
      Novel
      Film
      1
      Pembukaan cerita
      Menggambarkan suasana kota Alexandria waktu sore.
      Menggambarkan suasana kota Alexandria Waktu siang.
      2
      Pengenalan tokoh
      Tokoh yang dikenalkan pertama kali yaitu Eliana dalam acara kedutaan.
      Tokoh yang dikenalkan pertama kali yaitu Azzam saat dikeramaian kota.
      3
      Alur penceritaan
      Menggunakan alur maju
      Menggunkan alur maju
      4
      Klimaks atau puncak permasalahan
      Bertemunya Azzam dengan Anna, saat didalam bus, dan saat pengejaran bus dengan taksi.
      Bertemunya Azzam dengan Anna, saat didalam bus, dan saat pengejaran bus dengan taksi.
      5
      Penyelesaian cerita
      Bertemunya Azzam dengan Eliana didalam pesawat, dan meminta Azzam duduk disebelah Eliana,
      Bertemunya Azzam dengan adiknya Khusna saat menjemput di Bandara

      2.4 Rangkaian Pembentuk Cerita
      Dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” dapat ditemukan sebuah rangkaian yang membentuk jalannya cerita, dimana novel ini dibuka oleh suatu pemaparan mengenai pendeskripsian sebuah kota yang terdapat di daerah Mesir, yaitu kota Alexandria. Dimana pengarang ingin memperkenalkan daerah-daerah tersebut kepada pembaca, hal ini dimaksudkan untuk memberitahu mengenai suasana atau keadaan sebenarnya yang terdapat didaerah tersebut. Dalam hal ini, pengarang mencoba untuk mengajak pembaca menambah pengetahuan mengenai daerah-daerah yang ada disekitar Mesir, dan mencoba memaparkan sedetail mungkin suasana yang ada bertujuan agar pembaca ikut terlarut dalam jalannya cerita.


      Berikut beberapa tokoh yang secara sistematis di munculkan serta menjadi tokoh utama yang mendomiasi sepanjang jalannya cerita, tokoh tersebut antara lain.
      Pertama Abdullah Khairul Azzam atau yang akrab dipanggil dengan sebutan “Azzam”, tokoh tersebut merupakan seorang tokoh bersahaja yang memilki sifat ulet, ramah, dan pantang menyerah, yang sedang menempuh kuliah S.1-nya di Al-Azhar, Kairo Mesir. Dia rela mengorbankan kuliahnya demi menafkahi keluarganya yang berada di kampung halamannya di Indonesia, yakni sebagai pembuat sekaligus penjual tempe.
      Kedua Eliana Pramesthi Alam merupakan tokoh yang dimunculkan kemudian yang akrap dipanggil dengan sebutan “Eliana”, dia merupakan gadis cantik yang pintar dan berprestasi. Dia adalah putri satu-satunya Bapak Duta Besar Republik Indonesia di Mesir. Yang sedang melanjutkan kuliah S.2-nya di American University in Cairo.
      Ketiga yaitu Furqan, dia merupakan seorang pemuda yang telah menyelesaikan kuliah S.1-nya di Al-Azhar, dia merupakan seorang pemuda yang tampan dan kaya raya, dan merupakan seorang kandidat master dari Cairo University. Dia merupakan sahabat lama Azzam dari Indonesia yang sudah lama tidak bertemu,
      Keempat yaitu Anna Althafunnisa yang sering dipnggil dengan sebutan “Anna”, dia merupakan putri dari Kyai Lutfi Hakim asal Klaten yang begitu cantik dan anggun, dia telah menyelesaikan S.1-nya di Alexandria dengan predikat mumtaz dan Sekarang dia sedang menyelesaikan program pascasarjana di Kuliyyatul Banat, Al-Azhar.

      2.5 Maksud Menyajikan Cerita
      Nampaknya dalam penyajian cerita kali ini, pengarang ingin menyampaikan maksud dan tujuannya dalam menyajikan cerita “Ketika Cinta Bertasbih”. Dalam hal ini unsur budaya dan unsur religi sangat diutamakan dan begitu ditonjolkan dalam pembuatan alur cerita novel kali ini. Dalam hal ini Pengarang memaparkan segala sesuatu yang berkenaan dengan dunia islami dan daerah-daerah timur tengah yang telah diketahuinya. Sehingga cerita dalam novel yang dihasilkannya tersebut lebih cenderung bernuansa islami dan percintaan. dan keinginan pengarang membuat novel kali ini adalah sebagai sarana untuk menghibur dan mendidik.


      Selain unsur tersebut yang begitu mempengaruhi terbuatnya cerita tersebut tak lain adalah adanya unsur percintaan yang menjadi warna dasar cerita. Sehingga unsur tersebut lebih membuat hidup jalannya cerita, tanpa adanya unsur percintaan cerita tersebut tidak menjadi menarik lagi untuk diikuti oleh para pembaca.
      Jika dilihat dari pemaparan dan pembukaan cerita, maka pengarang memiliki maksud untuk memberi sedikit gambaran mengenai keadaan dan suasana yang terdapat di daerah tersebut. Dengan kata lain, pengatang ingin membagi ilmu pengetahuannya mengenai dunia Islam maupun kehidupan yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Sehingga pembaca dapat mengetahui sedikit banyak mengenai darah yang belum pernah diketahuinya dengan pemaparan yang begitu jelas dan detail dari dalam cerita tersebut.

      2.6 Pesan yang terkandung dalam cerita
      Novel kali ini banyak membahas tentang kesederhanaan dan keikhlasan yang dimliki oleh tokoh utama yang rela menunda kelulusannya demi menafkahi keluarganya yang berada di Indonesia. Pesan yang terkandung dalam cerita tersebut akan lebih mendramatisir jika telah memasuki intisari cerita. Banyak nuansa keislamian yang menjadikan novel tersebut laris pasaran dan selalu dinantikan kisah selanjutnya oleh penggemarnya. Di novel tersebut banyak mengandung pesan moril yang membangun para pembaca untuk semangat dan tidak mudah putus asa dalam menjalani kehidupan. “Tak ada kata menyerah sebelum mencoba”, itulah semboyan yang membangun para pembaca untuk tetap semangat.
      Jangan pernah menyerah dan putus asa jika menemuai suatu kegagalan. Keberadaan manusia hidup di dunia ini harus selalu berkarya dan terus maju untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan. Seperti yang dicontohkan pengarang novel kali ini. Habiburrahman El-Shirazy sangat bersemangat dan selalu memberikan motivasi kepada pembacanya. Beliau selalu mendeskripsikan tokoh dengan keadaan yang tegar dan beliau tidak pernah menekankan kata menyerah ataupun putus asa di dalam karyanya. Karena beliau merupakan novelis terhebat nomor satu di Indonesia. Belum ada yang mampu menyaingi kemahirannya dalam membuat novel Indonesia.



      BAB III
      PENUTUP

      3.1 Layak tidaknya dibaca
      Dalam kaitannya dengan layak atau tidaknya sebuah novel untuk dibaca tergantung pada setiap pembaca yang menanggapinya. Karya sastra tersebut diciptakan hanya sebagai unsur penghibur saja, dan didalamnya juga terdapat beberapa unsur pendidik yang bisa diterapkan untuk mejalani kehidupan dalam bermasyarakat. Selain itu juga terdapat beberapa unsur mengenai keagamaan, sosial, budaya dan lainnya, sehingga novel tersebut begitu pantas untuk dikonsumsi atau dibaca oleh masyarakat.
      Novel yang mengangkat tentang percintaan ini begitu menarik untuk diikuti dan diketahui alurnya, karena didalamnya terdapat beberapa suritauladan yang begitu mengagumkan. Seperti tokoh ”Azzam” dia rela mengorbankan kelulusannya hanya untuk menafkahi keluarganya yang berada di Indonesia, yakni sebagai seorang pembuat sekaligus penjual tempe. Atau mau menolong seseorang yang tidak dikenalnya untuk mengejar bus yang membawa barang yang tertinggal didalamnya. Sehingga novel ”Ketika Cinta Bertasbih” begitu pantas untuk dibaca oleh semua kalangan, terutama oleh kalangan remaja.

      3.2 Rekomendasi pembaca
      Novel “Ketika Cinta Bertasbih” direkomendasikan untuk semua kalangan. Tetapi yang paling diutamakan dalam membaca novel ini adalah kalangan remaja, dikarenakan sangat sesuai dengan karakteristik anak remaja sekarang ini. Novel kali ini bahasanya sangat beragam dan kompleks sehingga anak-anak usia 12 kebawah kurang menyukai novel ini dikarenakan anak-anak belum memahami kosakata yang disajikan dalam cerita. Cerita tersebut terkadang menggabungkan bahasa arab yang membuat anak-anak merasa bosan membacanya dan sulit untuk memahaminya. Terkadang pengarang juga menggunakan majas yang begitu susah untuk dipahami anak-anak.
      Rekomendasi untuk para remaja sangatlah cocok dalam membaca novel tersebut dikarenakan sesuai dengan usia mereka yang sudah mulai menemukan jatidirinya dan sudah mengenal cinta. Novel tersebut memang banyak membahas tentang unsur religi dan percintaan yang membuat novel kali ini mendapat predikat Mega Best Seller Asia Tenggara tahun 2008. Pengarangnya adalah Habbiburrahman El-Shirazy yang merupakan sarjana Al-Azhar University Cairo, Mesir.


      Daftar Pustaka


      El-Shirazy, Habiburrahman. 2008. Ketika Cinta Bertasbih. Jakarta: Republika.

      Suroso, dkk. 2009. Kritik Sastra (Teori, Metodologi, dan Aplikasi). Yogyakarta: Almatra
      Publishing.
      Kutha, Nyoman Ratna. 2009. Stilistika (Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya). Yogyakarta: Pustaka Belajar.


      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news