• Pages

      Friday, January 6, 2012

      umpatan hujan


      oleh : Kusnadi


      Langit menangis membasahi seluruh bumi, angin mendampingi membelai dengan kasarnya membawa ketakutan bagi tiap manusia, diiringi oleh guntur yang meraung-raung menunjukan betapa ganasnya dia. Hujan menari, menyayi menyelimuti hari yang sepi, bersuka ria dalam dinginnya suasana. Burung-burung berteduh, bersembunyi diantara pepohonan yang rindang, sang raja siang pun bersembunyi dibalik awan gelap.

      “Dancuk!!”
      “Asu Buntung!!”
      Suara umpatan itu terdengar berkali-kali entah dari mana asalnya, tahu-tahu suara itu menyentak dengan kerasnya digenderang telingaku. Ditengah-tengah gerimis, guntur meraung-raung menakuti semua orang yang menghuni sawah. Diiringi tarian pepohonan yang khas nan indah tiada dua serta belaian angin barat yang mesra dengan dihiasi rintikan air yang berjatuhan dari langit.  
      Ditengah hamparan sawah yang luas, seorang lelaki paruh baya dengan pakaian lusuh, basah karena diguyur gerimis seharian. Pakaiannya pun tak sereti layaknya pakaian karena telah berbalutkan lumpur dari atas sampai bawah. Entah kenapa dia bisa mandi lumpur seperti itu, mungkin karena terpleset saat menapaki pematang sawah yang licin karena diguyur gerimis. Dia berusaha untuk bangkit dari benaman lumpur dengan mengangkat sekarung padi.
      “Dancuk!!”
      “Sialan!!”
      “Asu Buntung!!!”
      Suara umpatan itu terdengar berkali-kali keluar dari lubang mulutnya, mungkin itulah caranya untuk meluapkan kekesalannya. Melihat hal itu aku, seorang anak yang sering dipanggil “kakus” oleh teman-temanku, hal itu karena teman-temanku sering menyingkat nama-nama. Nama asliku yang semula Karim Kusian berubah menjadi “kakus”. Aku   berniat membantunya sambil meminta jerami untuk makan sapi-sapiku. Aku mendekat  sembari bertanya, “Kenapa kau mengumpat terus-menerus begitu, Dron” begitulah dia biasa disapa oleh warga, sedang nama aslinya adalah Sodron. 
      “Dancuk, asu buntung bener, gara-gara gerimis ini, aku jadi terjatuh terguling-guling dilumpur sampai kaya ikan pepes gini. Lihat tubuhku malah mirip dengan patung selamat datang di gapura desa sana” jawab Sodron dengan marah.
      “Nggak seharusnya kamu marah-marah gitu, dron”. Tambah Kakus.
      “Gimana aku nggak marah, kus.  Lihat tuh, sekarung padi yang aku bawa berbalut lumpur semua, dancuk bener”. Sodron mengumpat lagi.
      “Kamu ini Dron, mbok ya jangan marah terus-terusan kaya gitu. Apa dengan kemarahanmu itu maka Dia  akan mendengar dan membantumu untuk menghentikan gerimis ini”. Kakus menasehjati pelan.
      Bener juga ya, tapi bagaimana lagi, sudah seharian gerimis ini tak kunjung reda juga.lihat tuh padiku sudah mulai tumbuh akarnya, kalau begini terus bisa-bisa padi ini busuk dan gak laku lagi jika dijual”. Sodron menggerutu kesal.
      menyala itu semakin menambah keadaan menjadi terasa mencekam, gerimis pun tak kunjung mereda malah semakin deras dan semakin       lebat. Pukulan angin barat menambah dinginnya suasana sudah, sudah, jangan marah terus, apa dengan marah bisa menyelesaikan masalahmu. Ya sudah sini aku bantu mengangkat padimu itu. Kaku menawari bantuan. Dengan tenang sodron mulai melangkahkan kaki ke pematang sawah, dan padinya aku bantu tuk menaikkan ke ;pematang sawah. Dancuk, asu buntung! Sodron mengumpat lagi, ternyata dia jatuh terguling lagi saat mau naik di pematang, badannya mirip patung selamat datang sungguhan.
      Melihat hal itu aku menjadi tertawa terpingkal-pingkal hingga perutku terasa sakit. ”Kamu tuh sudah tahu temannya jatuh, nggak dibantuin malah ditertawakan, bagaimana sih kamu ini” ungkap sodron marah.
      “maaf ya”
      “Maaf-maaaf”
      “Ya sudah, sini aku bantuin, asal kamu ga marah-marah lagi. Oya tadi jeraminya masih apa nggak??” Tanya kakus.
      Itu disana, dua petak dari sini. Mau ambil sepuasmu atau sampai kakimu gempor juga terkabul” jawab Sodron.
      “Ya sudah, kalau begitu aku ambil jerami dulu. Jangan lupa aku ditunggu dijalan, kalau-kalau aku butuh bantuanmu nanti”, pinta Kakus.
      “Hooh, jawab Sodron.
      Burung bangau beterbangan membuat sebuah formasi yang indah dan mampu membelalakan mata bagi siapa saja, karena keindahanya mampu menutupi angkasa. Suara alunan lagu dari katak terdengar nian dihati. Angin barat membelai dengan kencangnya hingga membuat suasana semakin mencekam.
      Dengan seikat jerami yang basah di kepala, aku mulai berjalan menapakai sawah yang berlumpur setinggi lutut, lumpur itu membuatku susah untuk berjalan. Dengan susah payah , akhirnya aku sampai juga dipematang, dengan hati-hati aku mulai melangkah di pematang yang licin. Tapi sialnya, seekor katak melompat tepat dikakiku, hingga membuat keseimbangan tubuhku tak terjaga dan…
      “Dancuk!!”
      “Sialan bener”
      “Bener-bener Asu bunting!!”
      Entah sadar atau tidak tiba-tiba umpatan-umpatan itu mengukur deras dari mulutku.

      0 comments:

      Post a Comment

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news