• Pages

      Saturday, November 2, 2013

      KRITIK SASTRA


      ( Pertemuan yang Melelahkan )
      Novel “Ketika Cinta Bertasbih 1”

      BAB I
      PENDAHULUAN


      1.1 Latar Belakang
      Novel merupakan salah satu dari jenis karya satra yang begitu disukai oleh masyarakat, selain itu karya sastra bentuk novel merupakan karya yang begitu diminati selain cerpen, puisi, komik, ataupun dongeng. Sehingga masyarakat selalu menantikan kehadiran terbitnya karya-karya selanjutnya, hal ini terjadi karena karakter dari penceritaan tiap novel selalu bervariasi, sanggup membuat pembaca menjadi takjub dan seolah-olah pembaca ikut terhanyut dalam jalannya alur cerita.
      Dalam hal ini, akan mencoba untuk menganalisis mengenai novel “Ketika Cinta Bertasbih 1” yakni sebuah karya sastra fiksi yang menceritakan tentang suatu daerah yang terdapat di kota Kairo, Mesir. Didalamnya terdapat berbagai unsur yang digambarkan secara detail oleh pengarang, sehingga terbentuklah alur cerita yang begitu kompleks, yang memiliki keterkaitan antara unsur- unsur yang begitu mendominasi jalannya cerita, yakni unsur religi, persahabatan, kesederhanaan, dan percintaan.
      Sebagai contoh kecil yang diambil dari unsur tersebut yakni mengenai kesederhanaan, dimana unsur tersebut dimiliki oleh tokoh utama. Tokoh tersebut bernama “Azzam”, dimana ia rela meninggalkan kuliahnya dan mengundur kelulusannya hanya untuk menafkahi keluarganya yang berada di kampung halamannya di Indonesia, dengan menjadi seorang pembuat sekaligus penjual tempe. Dalam pengkajian novel ini terlihat unsur estetika dan unsur stilistika seperti terlihat pada kutipan berikut.
      Dimatanya, Kota Alexandria sore itu tampakbegitu memesona. Cahaya matahari yang kuning keemasan seolah menyepuh atap-atap rumah, gedung-gedung, menara-menara dan kendaraan-kendaran yang berlalu lalang dijalan. Semburat cahaya kuning yang terpantul dari riak gelombang di pantai menciptakan aura ketenangan dan kedamaian”.
      Dari kutipan tersebut dapat terlihat adanya unsur estetika atau keindahan yang nampak pada pendeskripsian kota Alexandria yang begitu memesonakan.

      Mereka langsung berjalan mencari kedai tha’miyah (makanan khas mesir), kedai yang menjual makanan khas mesir terdekat”. Hal 103, paragraf 1
      “Azzam melahap tha’miyyah bil baidh dengan lahap. Pak Ali juga. Setelah kenyang mereka menuju ke hotel”. Hal 107, paragraf 2.
      Dari kutipan tersebut dapat terlihat adanya pemakaian unsur stilistika, yakni dengan menggunakan perpaduan dua bahasa atau memasukkan bahasa Arab dalam bahasa Indonesia.



      1.2 Teori
      Teori yang digunakan dalam menganalisis novel “Ketika Cinta Bertasbih 1” yaitu estetika dan stilistika. Estetika adalah ilmu tentang keindahan atau cabang filsafat yang membahas tentang keindahan yang melekat dalam suatu karya sastra seni. Sementara itu, kata estetis sendiri berartinya indah, tentang keindahan, atau mempunyai nilai keindahan. Sehingga ada nilai yang terpancar dalam karya sastra, sepert keindahan seni merangkai kata, atau menyusun bahasa. Susunan bunyi dan kata-kata dalam karya sastra mampu menimbulkan irama yang merdu, nikmat didengar, lancar diucapkan, dan menarik untuk didendangkan. Nilai estetis mampu memberi hiburan, kenikmatan, dan kebahagiaan batin ketika karya sastra dibaca atau didengarnya. (Suroso, dkk. 21)
      Stilistika adalah cabang ilmu lnguistik terapan yang mengarah kepada studi tentang gaya (style) atau kajian terhadap wujud pemakain kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Sedangkan gaya (style) adalah suatu hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung sifat kontroversial, menyaran pada pengertian cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dalam bentuk tertentu, dan untuk tujuan tertentu. Itulah sebabnya gaya (style) sangat tergantung pada konteks, bentuk, dan tujuan yang hendak dicapai, dan bertujuan untuk memperoleh efek artistik yang bermakna. (Suroso, dkk. 158).
      Dalam pengertian paling luas, stilistika dan estetika bekerja saling meliputi, stilistika mengimplikasikan keindahan, demikian sebaliknya, keindahan melibatkan berbagai sarana yang dimiliki oleh gaya bahasa. Stilistika berkaitan dengan medium utama, yaitu bahasa, keindahan berkaitan dengan hasil akhir dari kemampuan medium itu sendiri dalam menampilkan kekhasannya. (nyoman kutha ratna, 251-252)


      1.3 Pendekatan
      Berbagai macam pendekatan yang ditemui dalam mengannalisis karya sastra yakni meliputi pendekatan objektif, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan mimetik. Dari keempat pendekatan tersebut, maka pendekatan yang sesuai dan berkesinambungan dengan novel “Ketika Cinta Bertasbih” adalah pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik ini memiliki pengertian sebagai nilai guna atau manfaat untuk membantu menemukan suatu kesenangan estetik (keindahan), mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan pembelajaran politik.
      Selain itu, pendekatan pragmatik memiliki orientasi yang cenderung menimbang pada nilai keberhasilan untuk mencapai tujuan, sebagai alat atau sarana untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Bebarapa manfaat yang dimiliki pendekatan pragmatic bagi kehidupan pembaca, yaitu
      (1) manfaat pendidikan,
      (2) mafaat kepekaan batin atau sosial,
      (3) manfaat menambah wawasan, dan
      (4) manfaat mengembangkan kejiwaan atau kepribadian bagi pembaca.
      Apabila seorang pembaca mampu melaksanakan pesan moral, ajaran budi pekerti, dan teladan-teladan kebajikan didalam karya sastra tersebut, tentu mampu mengembangkan jiwanya dan membentuk budi pekerti yang saleh dan luhur. (Suroso, dkk. 24-26)



      BAB II
      PEMBAHASAN


      2.1 Pola struktur karya sastra
      Dalam menganalisis novel “Ketika Cinta Bertasbih” unsur pembangun cerita tersebut harus berawal dari pola struktur karya sastra. Dari pola tersebut akan dapat dianalisis unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra. Unsur yang akan dianalisis adalah unsur pembangun dari luar cerita (Ekstrinsik). Berikut adalah gambar dari pola struktur karya sastra tersebut.


      2.2 Rangkaian kejadian peristiwa
      A. Ekstrinsik
      Unsur ekstrinsik merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam novel dan mendampingi sepanjang cerita tersebut dipaparkan melalui unsur penggerak diluar cerita. Unsur penggerak tersebut akan lebih membantu menjelaskan mengenai sebab akibat dari setting dan alur dari cerita. Pada unsur kali ini, pengarang ingin menyampaikan bebrapa aspek yang menjadi kelebihan dalam paparan cerita. Unsur ekstrinsik tersebut terdiri atas beberapa unsur pendukung lainnya, unsur pendukung tersebut antara lain.

      1. Unsur Religi
      Unsur tersebut terlihat begitu mendominasi disepanjang jalannya cerita, dan disinilah unsur yang dicoba digambarkan sedetail mungkin oleh pengarang. Dalam cerita “Ketika Cinta Bertasbih” karena pengarang menggunakan suasana yang begitu kental dan tidak dapat dipisahkan oleh Negara didaerah timur tengah. Dalam hal ini mengarah pada penceritaan yang mengangkat tentang unsur islami dan cinta, yang mengnggunkan daerah terutama di daerah Kairo Mesir, unsur ini terdapat dalam kutipan berikut.
      “Ia membenarkan tindakannya itu dengan berpikir bahwa datangnya azan yang memanggil itu lebih dulu dari pada datangnya dering telpon itu”(hal 51, par 3).
      “Islam sama sekali tidak membolehkan ada persentuhan intim antara pria dan wanita kecuali itu adalah suami isteriyang sah. Dan ciuman ala Prancis itu bagi saya sudah termasuk kategori sentuhan sangat intim”.(hal 119, dialog 1)
      Dari kutipan diatas menggambarkan bahwa mereka memegang teguh ajaran Islam yang sudah dipelajarinya sejak lahir, sehingga mereka tidak akan melupakannya begitu saja walupun dengan adanya telpon maupun ajakan untuk berciuman dengan seorang wanita.
      2. Unsur Sosial
      Dalam unsur sosial tersebut, dapat terlihat begitu jelas betapa pengarang memahami atau mengetahui seluk-beluk dari masyarakat yang terdapat didaerah tersebut. Sehingga pengarang mendapatkan gambaran-gambaran mengenai segala tindakan sosial yang sering dilakukan oleh masyarakat didaerah tersebut. Dan dari tokoh yang digunakan kebanyakan berupa mahasiswa, maka unsur sosial yang terdapat didalamnya semakin jelas mempengaruhi. unsur ini terdapat pada kutipan berikut.
      Nanang dan Ali lalu keluar untuk mencari taksi . lima belas kemudian mereka kembali dengan membawa taksi. Pagi itu juga Fadhil mereka bawa ke Mustasyafa (rumah sakit) Rab’El Adawea. Dokter yang memeriksa mengtakan, Fadhil arus dirawat di rumah sakit”. Hal 274, paragraf 1.
      Dari kutipan diatas menjelaskan mengenai adanya unsur sosial yang begitu erat antara seseorang dengan orang yang lain, sehingga mereka saling membutuhkan sehingga menumbuhkan rasa persaudaraan yang erat antara mereka.


      3. Unsur Budaya
      Unsur tersebut merupakan unsur yang tidak dapat ditinggal begitu saja oleh pengarang, hal ini dikarenakan adanya ketakjuban atau kekaguman pengarang terhadap budaya yang dimiliki oleh masyarakat, maupun Negara disekitarnya. Dalam novel tersebut jelas dibuktikan dengan adanya beberapa pemaparan mengenai budaya yang dimiliki oleh para tokoh dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat dimana mereka tinggal.
      “Iya. Setahu saya memang adat Mesir itu seseorang suami kalau isterinya tidak gemuk. Malu dianggap tidak bisa member makan dan tidak bisa mensejahterakan isterinya”. Hal 61, dialog 5.
      Dari kutipan diatas dapat terlihat adanya suatu adat ataupun budaya yang dimiiki olehh orang Mesir, yaitu yang memiliki anggapan bahwa jika memiliki isteri harus mampu membuat isterinya tersebut menjadi gemuk. Jika tidak maka suaminya dianggap kurang perhatian terhada isterinya.

      4. Unsur Psikologi
      Unsur Psikologi ataupun kejiwaan merupakan unsur yang tak dapat dipisahkan oleh setiap terbentuknya suatu kejadian dalam cerita. Dalam unsur kali ini pengarang akan lebih menonjolkan sikap atau jiwa dari para tokoh maupun dari masyarakatnya. Dengan kata lain pengarang memunculkan unsur psikis yang sedang dialami oleh tokoh yang sedang terlibat konflik dalam cerita.
      “Masalahnya aku sudah terlanjur melamar seseorang. Dia mahasiswi Al Azhar. Tapi sampai sekarang dia belum member jawaban. Aku bingung. Kalau batalkan lamaranku dan aku memilih Eliana yang sudah jelas mengejarku aku takut dianggap lelaki plin-plan….”. Hal 114, dialog 5.
      Dalam kutipan tersebut tergambar dengan jelas bahwa psikologi yang dimiliki oleh tokoh begitu mempengaruhi perwatakannya, yakni dengan merasakan kebimbangan dan kebingungan hatinya untuk memilih satu diantara dua wanita.


      5. Unsur Ekonomi
      Inilah unsur yang dijadikan sebagai latar belakang terbentuknya seorang tokoh yang menjadi pemeran utama dalam cerita. Dan unsur inilah yang membentuk seorang tokoh “Azzam” menjadi kuat dan tegar dalam menghadapi segala ujian yang menghadang harapan dan cita-cita untuk lulus sarjana tepat pada waktunya. Hal itu Nampak pada kutipan berikut.
      “Aku sama Sekali tak menyangka bahwa kau menghidupi adik-adikmu di Indonesia. Aku sangat salut dan hormat padamu Mas. Sungguh. Ketika banyak mahasiswa yang sangat manja dan menggantungkan kiriman orang tua, kau justru sebaliknya. Teruslah bekerja keras Mas….”. Hal 71, dialog 1.
      Dari kutipan diatas maka dapat diketahui betapa mempengaruhinya unsur ekonomi terhadapat pembentukan tokoh tersebut, sehingga mampu mewujudkan seorang tokoh yang mau dan mampu bekerja keras untuk dapat menyambung hidup di negeri orang sekaligus membiayai keluarganya yang berada di Indonesia. Yang jelas jauh berbanding terbalik terhadap kabanyakan mahasiswa pada saat ini, kebanyakan dari mereka lebih memanfaatkan orang tuanya tanpa adanya niat untuk berusaha atau mencari kerja sedikitpun.
      6. Unsur Trend
      Dalam hal ini, unsur trend merupakan suatu gaya maupun modis yang muncul oleh pemaparan dari masing-masing tokoh ataupun pemaparan kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat setempat yang disajikan pengarang dalam jalannya cerita, yang kini menjadi salah satu acuan utama dalam timbulnya trend ataupun mode yang bermunculan dalam masyarakat. Mode atau trend yang sering dipakai untuk acuan yaitu diambil dari cerita terutama dikalangan penokohan perempuannya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
      “Cut Mala melepas mukenanya. Memakai jubah hijau tuanya dan memakai jilbb hijau mudanya. Setelah yakin dengan penampilannya ia melangkah keluar kamar mengikuti Tiara...”. Hal 141, paragraf 1.
      Dari kutipan diatas, dapat ditemukan sebuah trend yang begitu melekat erat terhadap pribadi kaum perempuan atau muslimah yakni menggunakan jubah dan berkerudung saat pergi kemanapun. Selain itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan dari kaum muslimah kebanyakan, tak mau lelepas kerudung kecuali saat berada dihadapan suami mereka.


      B. Keterkaitan Antar Unsur
      Sistematika dari unsur ekstrinsik tersebut dapat diperkuat oleh adanya pemaparan dari unsur-unsur pendukung lainnya, sehingga dapat membentuk sebuah narasi yang saling berkaitan dengan novel tersebut. Berikut ini adalah narasi yang dapat dibentuk dari unsur pendukung yang telah dipaparkan.
      Dari pemaparan unsur ekstrinsik diatas dapat ditemukan keterkaitan yang begitu padu, yakni unsur religi yang begitu kental terhadap kebiasaan masyarakatnya sehingga menjadi sebuah budaya yang unik. Sehingga mampu mempengaruhi timbulnya adat ataupun budaya yang tak dapat ditemukan didaerah manapun, seperti unsur islami yang mewajibkan setiap orang muslim untuk saling mengucap dan menjawab salam. Dalam penerapannya saat muslim satu bertemu dengan muslim yang lain mereka saling menjawab salam, berjabat tangan, dan diteruskan saling berpelukan.
      Unsur ekonomi memiliki peran penting dalam perjalanan setiap tokoh, dimana setiap tokoh selalu dikaitkan dengan unsur ekonomi yang menjadi dasar dari setiap tindakan yang mampu mempengaruhi psikologi seseorang, maupun dari setiap pola pikir seseorang. Di novel “Ketika Cinta Bertasbih” ini dapat ditemui suatu kebenarannya, dimana unsur ekonomi menjadi dasar dalam timbulnya sebuah pola pikir seseorang yang membuatnya mampu menghadapi segala tantangan. Dan mampu meumbuhkan mental baja yang kuat, dan tahan banting. Dalam ekonomi yang susah sekalipun tetap mampu dan mampu meperhatikan keadaan orag lain yang sedang kesusahan pula.
      Begitu pula halnya dengan unsur sosial yang terdapat pula didalam novel tersebut, yakni dari kebiasaan masyarakat dikawasan timur tengah yang sebagian besar wanita lebih memilih untuk mengenakan jilbab, dan tak pernah membukanya kecuali jika dihadapan suaminya. Dari sinilah muncul suatu trend yang menjadi daya tarik tersendiri dikalangan kaum wanita, dimana trend tersebut mampu mengubah penampilannya ataupun mampu memberi inspirasi maupun terobosan dalam memunculkan trend berjilbab yang belum pernah ada.


      2.3 Perbandingan Antara Novel dan Film
      Dari novel “Ketika Cinta Bertasbih” yang telah dianalisis, maka dapat dibandingkan dengan film yang telah ditayangkan pada televisi maupun bioskop-bioskop di Indonesia. Untuk itu di sini akan dibahas sedikit mengenai perbandingan yang dimiliki antara novel dengan film yang mengadaptasinya. Perbandingan tersebut dapat berupa perbandingan secara segi keunggulan, maupun kelemahan dari kedua karya tersebut.
      No
      Hal yang dibandingkan
      Novel
      Film
      1
      Pembukaan cerita
      Menggambarkan suasana kota Alexandria waktu sore.
      Menggambarkan suasana kota Alexandria Waktu siang.
      2
      Pengenalan tokoh
      Tokoh yang dikenalkan pertama kali yaitu Eliana dalam acara kedutaan.
      Tokoh yang dikenalkan pertama kali yaitu Azzam saat dikeramaian kota.
      3
      Alur penceritaan
      Menggunakan alur maju
      Menggunkan alur maju
      4
      Klimaks atau puncak permasalahan
      Bertemunya Azzam dengan Anna, saat didalam bus, dan saat pengejaran bus dengan taksi.
      Bertemunya Azzam dengan Anna, saat didalam bus, dan saat pengejaran bus dengan taksi.
      5
      Penyelesaian cerita
      Bertemunya Azzam dengan Eliana didalam pesawat, dan meminta Azzam duduk disebelah Eliana,
      Bertemunya Azzam dengan adiknya Khusna saat menjemput di Bandara

      2.4 Rangkaian Pembentuk Cerita
      Dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih” dapat ditemukan sebuah rangkaian yang membentuk jalannya cerita, dimana novel ini dibuka oleh suatu pemaparan mengenai pendeskripsian sebuah kota yang terdapat di daerah Mesir, yaitu kota Alexandria. Dimana pengarang ingin memperkenalkan daerah-daerah tersebut kepada pembaca, hal ini dimaksudkan untuk memberitahu mengenai suasana atau keadaan sebenarnya yang terdapat didaerah tersebut. Dalam hal ini, pengarang mencoba untuk mengajak pembaca menambah pengetahuan mengenai daerah-daerah yang ada disekitar Mesir, dan mencoba memaparkan sedetail mungkin suasana yang ada bertujuan agar pembaca ikut terlarut dalam jalannya cerita.


      Berikut beberapa tokoh yang secara sistematis di munculkan serta menjadi tokoh utama yang mendomiasi sepanjang jalannya cerita, tokoh tersebut antara lain.
      Pertama Abdullah Khairul Azzam atau yang akrab dipanggil dengan sebutan “Azzam”, tokoh tersebut merupakan seorang tokoh bersahaja yang memilki sifat ulet, ramah, dan pantang menyerah, yang sedang menempuh kuliah S.1-nya di Al-Azhar, Kairo Mesir. Dia rela mengorbankan kuliahnya demi menafkahi keluarganya yang berada di kampung halamannya di Indonesia, yakni sebagai pembuat sekaligus penjual tempe.
      Kedua Eliana Pramesthi Alam merupakan tokoh yang dimunculkan kemudian yang akrap dipanggil dengan sebutan “Eliana”, dia merupakan gadis cantik yang pintar dan berprestasi. Dia adalah putri satu-satunya Bapak Duta Besar Republik Indonesia di Mesir. Yang sedang melanjutkan kuliah S.2-nya di American University in Cairo.
      Ketiga yaitu Furqan, dia merupakan seorang pemuda yang telah menyelesaikan kuliah S.1-nya di Al-Azhar, dia merupakan seorang pemuda yang tampan dan kaya raya, dan merupakan seorang kandidat master dari Cairo University. Dia merupakan sahabat lama Azzam dari Indonesia yang sudah lama tidak bertemu,
      Keempat yaitu Anna Althafunnisa yang sering dipnggil dengan sebutan “Anna”, dia merupakan putri dari Kyai Lutfi Hakim asal Klaten yang begitu cantik dan anggun, dia telah menyelesaikan S.1-nya di Alexandria dengan predikat mumtaz dan Sekarang dia sedang menyelesaikan program pascasarjana di Kuliyyatul Banat, Al-Azhar.

      2.5 Maksud Menyajikan Cerita
      Nampaknya dalam penyajian cerita kali ini, pengarang ingin menyampaikan maksud dan tujuannya dalam menyajikan cerita “Ketika Cinta Bertasbih”. Dalam hal ini unsur budaya dan unsur religi sangat diutamakan dan begitu ditonjolkan dalam pembuatan alur cerita novel kali ini. Dalam hal ini Pengarang memaparkan segala sesuatu yang berkenaan dengan dunia islami dan daerah-daerah timur tengah yang telah diketahuinya. Sehingga cerita dalam novel yang dihasilkannya tersebut lebih cenderung bernuansa islami dan percintaan. dan keinginan pengarang membuat novel kali ini adalah sebagai sarana untuk menghibur dan mendidik.


      Selain unsur tersebut yang begitu mempengaruhi terbuatnya cerita tersebut tak lain adalah adanya unsur percintaan yang menjadi warna dasar cerita. Sehingga unsur tersebut lebih membuat hidup jalannya cerita, tanpa adanya unsur percintaan cerita tersebut tidak menjadi menarik lagi untuk diikuti oleh para pembaca.
      Jika dilihat dari pemaparan dan pembukaan cerita, maka pengarang memiliki maksud untuk memberi sedikit gambaran mengenai keadaan dan suasana yang terdapat di daerah tersebut. Dengan kata lain, pengatang ingin membagi ilmu pengetahuannya mengenai dunia Islam maupun kehidupan yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Sehingga pembaca dapat mengetahui sedikit banyak mengenai darah yang belum pernah diketahuinya dengan pemaparan yang begitu jelas dan detail dari dalam cerita tersebut.

      2.6 Pesan yang terkandung dalam cerita
      Novel kali ini banyak membahas tentang kesederhanaan dan keikhlasan yang dimliki oleh tokoh utama yang rela menunda kelulusannya demi menafkahi keluarganya yang berada di Indonesia. Pesan yang terkandung dalam cerita tersebut akan lebih mendramatisir jika telah memasuki intisari cerita. Banyak nuansa keislamian yang menjadikan novel tersebut laris pasaran dan selalu dinantikan kisah selanjutnya oleh penggemarnya. Di novel tersebut banyak mengandung pesan moril yang membangun para pembaca untuk semangat dan tidak mudah putus asa dalam menjalani kehidupan. “Tak ada kata menyerah sebelum mencoba”, itulah semboyan yang membangun para pembaca untuk tetap semangat.
      Jangan pernah menyerah dan putus asa jika menemuai suatu kegagalan. Keberadaan manusia hidup di dunia ini harus selalu berkarya dan terus maju untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan. Seperti yang dicontohkan pengarang novel kali ini. Habiburrahman El-Shirazy sangat bersemangat dan selalu memberikan motivasi kepada pembacanya. Beliau selalu mendeskripsikan tokoh dengan keadaan yang tegar dan beliau tidak pernah menekankan kata menyerah ataupun putus asa di dalam karyanya. Karena beliau merupakan novelis terhebat nomor satu di Indonesia. Belum ada yang mampu menyaingi kemahirannya dalam membuat novel Indonesia.



      BAB III
      PENUTUP

      3.1 Layak tidaknya dibaca
      Dalam kaitannya dengan layak atau tidaknya sebuah novel untuk dibaca tergantung pada setiap pembaca yang menanggapinya. Karya sastra tersebut diciptakan hanya sebagai unsur penghibur saja, dan didalamnya juga terdapat beberapa unsur pendidik yang bisa diterapkan untuk mejalani kehidupan dalam bermasyarakat. Selain itu juga terdapat beberapa unsur mengenai keagamaan, sosial, budaya dan lainnya, sehingga novel tersebut begitu pantas untuk dikonsumsi atau dibaca oleh masyarakat.
      Novel yang mengangkat tentang percintaan ini begitu menarik untuk diikuti dan diketahui alurnya, karena didalamnya terdapat beberapa suritauladan yang begitu mengagumkan. Seperti tokoh ”Azzam” dia rela mengorbankan kelulusannya hanya untuk menafkahi keluarganya yang berada di Indonesia, yakni sebagai seorang pembuat sekaligus penjual tempe. Atau mau menolong seseorang yang tidak dikenalnya untuk mengejar bus yang membawa barang yang tertinggal didalamnya. Sehingga novel ”Ketika Cinta Bertasbih” begitu pantas untuk dibaca oleh semua kalangan, terutama oleh kalangan remaja.

      3.2 Rekomendasi pembaca
      Novel “Ketika Cinta Bertasbih” direkomendasikan untuk semua kalangan. Tetapi yang paling diutamakan dalam membaca novel ini adalah kalangan remaja, dikarenakan sangat sesuai dengan karakteristik anak remaja sekarang ini. Novel kali ini bahasanya sangat beragam dan kompleks sehingga anak-anak usia 12 kebawah kurang menyukai novel ini dikarenakan anak-anak belum memahami kosakata yang disajikan dalam cerita. Cerita tersebut terkadang menggabungkan bahasa arab yang membuat anak-anak merasa bosan membacanya dan sulit untuk memahaminya. Terkadang pengarang juga menggunakan majas yang begitu susah untuk dipahami anak-anak.
      Rekomendasi untuk para remaja sangatlah cocok dalam membaca novel tersebut dikarenakan sesuai dengan usia mereka yang sudah mulai menemukan jatidirinya dan sudah mengenal cinta. Novel tersebut memang banyak membahas tentang unsur religi dan percintaan yang membuat novel kali ini mendapat predikat Mega Best Seller Asia Tenggara tahun 2008. Pengarangnya adalah Habbiburrahman El-Shirazy yang merupakan sarjana Al-Azhar University Cairo, Mesir.


      Daftar Pustaka


      El-Shirazy, Habiburrahman. 2008. Ketika Cinta Bertasbih. Jakarta: Republika.

      Suroso, dkk. 2009. Kritik Sastra (Teori, Metodologi, dan Aplikasi). Yogyakarta: Almatra
      Publishing.
      Kutha, Nyoman Ratna. 2009. Stilistika (Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya). Yogyakarta: Pustaka Belajar.


      0 comments:

      Post a Comment

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news