5:14 AM
Unknown
No comments
(
Pertemuan yang Melelahkan )
Novel “Ketika Cinta Bertasbih 1”
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Novel
merupakan salah satu dari jenis karya satra yang begitu disukai oleh
masyarakat, selain itu karya sastra bentuk novel merupakan karya yang
begitu diminati selain cerpen, puisi, komik, ataupun dongeng.
Sehingga masyarakat selalu menantikan kehadiran terbitnya karya-karya
selanjutnya, hal ini terjadi karena karakter dari penceritaan tiap
novel selalu bervariasi, sanggup membuat pembaca menjadi takjub dan
seolah-olah pembaca ikut terhanyut dalam jalannya alur cerita.
Dalam hal ini, akan mencoba untuk menganalisis
mengenai novel “Ketika Cinta Bertasbih 1” yakni sebuah karya
sastra fiksi yang menceritakan tentang suatu daerah yang terdapat di
kota Kairo, Mesir. Didalamnya terdapat berbagai unsur yang
digambarkan secara detail oleh pengarang, sehingga terbentuklah alur
cerita yang begitu kompleks, yang memiliki keterkaitan antara unsur-
unsur yang begitu mendominasi jalannya cerita, yakni unsur religi,
persahabatan, kesederhanaan, dan percintaan.
Sebagai contoh kecil yang diambil dari unsur
tersebut yakni mengenai kesederhanaan, dimana unsur tersebut dimiliki
oleh tokoh utama. Tokoh tersebut bernama “Azzam”, dimana ia rela
meninggalkan kuliahnya dan mengundur kelulusannya hanya untuk
menafkahi keluarganya yang berada di kampung halamannya di Indonesia,
dengan menjadi seorang pembuat sekaligus penjual tempe. Dalam
pengkajian novel ini terlihat unsur estetika dan unsur stilistika
seperti terlihat pada kutipan berikut.
“Dimatanya, Kota Alexandria sore itu
tampakbegitu memesona. Cahaya matahari yang kuning keemasan seolah
menyepuh atap-atap rumah, gedung-gedung, menara-menara dan
kendaraan-kendaran yang berlalu lalang dijalan. Semburat cahaya
kuning yang terpantul dari riak gelombang di pantai menciptakan aura
ketenangan dan kedamaian”.
Dari
kutipan tersebut dapat terlihat adanya unsur estetika atau keindahan
yang nampak pada pendeskripsian kota Alexandria yang begitu
memesonakan.
“Mereka
langsung berjalan mencari kedai tha’miyah
(makanan khas mesir), kedai yang
menjual makanan khas mesir terdekat”. Hal
103, paragraf 1
“Azzam
melahap tha’miyyah bil baidh
dengan lahap. Pak Ali juga. Setelah kenyang mereka menuju ke hotel”.
Hal 107, paragraf
2.
Dari
kutipan tersebut dapat terlihat adanya pemakaian unsur stilistika,
yakni dengan menggunakan perpaduan dua bahasa atau memasukkan bahasa
Arab dalam bahasa Indonesia.
1.2
Teori
Teori
yang digunakan dalam menganalisis novel “Ketika Cinta Bertasbih 1”
yaitu estetika dan stilistika. Estetika adalah ilmu tentang keindahan
atau cabang filsafat yang membahas tentang keindahan yang melekat
dalam suatu karya sastra seni. Sementara itu, kata estetis
sendiri berartinya indah, tentang
keindahan, atau mempunyai nilai keindahan. Sehingga ada nilai yang
terpancar dalam karya sastra, sepert keindahan seni merangkai kata,
atau menyusun bahasa. Susunan bunyi dan kata-kata dalam karya sastra
mampu menimbulkan irama yang merdu, nikmat didengar, lancar
diucapkan, dan menarik untuk didendangkan. Nilai estetis mampu
memberi hiburan, kenikmatan, dan kebahagiaan batin ketika karya
sastra dibaca atau didengarnya. (Suroso, dkk. 21)
Stilistika
adalah cabang ilmu lnguistik terapan yang mengarah kepada studi
tentang gaya (style) atau
kajian terhadap wujud pemakain kebahasaan, khususnya yang terdapat
dalam karya sastra. Sedangkan gaya (style)
adalah suatu hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung sifat
kontroversial, menyaran pada pengertian cara penggunaan bahasa dalam
konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dalam bentuk tertentu, dan
untuk tujuan tertentu. Itulah sebabnya gaya (style)
sangat tergantung pada konteks, bentuk, dan tujuan yang hendak
dicapai, dan bertujuan untuk memperoleh efek artistik yang bermakna.
(Suroso, dkk. 158).
Dalam
pengertian paling luas, stilistika dan estetika bekerja saling
meliputi, stilistika mengimplikasikan keindahan, demikian sebaliknya,
keindahan melibatkan berbagai sarana yang dimiliki oleh gaya bahasa.
Stilistika berkaitan dengan medium utama, yaitu bahasa, keindahan
berkaitan dengan hasil akhir dari kemampuan medium itu sendiri dalam
menampilkan kekhasannya. (nyoman kutha ratna, 251-252)
1.3
Pendekatan
Berbagai
macam pendekatan yang ditemui dalam mengannalisis karya sastra yakni
meliputi pendekatan objektif, pendekatan pragmatik, pendekatan
ekspresif, dan pendekatan mimetik. Dari keempat pendekatan tersebut,
maka pendekatan yang sesuai dan berkesinambungan dengan novel “Ketika
Cinta Bertasbih” adalah pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik
ini memiliki pengertian sebagai nilai guna atau manfaat untuk
membantu menemukan suatu kesenangan estetik (keindahan), mendapatkan
pendidikan, dan mendapatkan pembelajaran politik.
Selain
itu, pendekatan pragmatik memiliki orientasi yang cenderung menimbang
pada nilai keberhasilan untuk mencapai tujuan, sebagai alat atau
sarana untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Bebarapa manfaat
yang dimiliki pendekatan pragmatic bagi kehidupan pembaca, yaitu
(1)
manfaat pendidikan,
(2)
mafaat kepekaan batin atau sosial,
(3)
manfaat menambah wawasan, dan
(4)
manfaat mengembangkan kejiwaan atau kepribadian bagi pembaca.
Apabila
seorang pembaca mampu melaksanakan pesan moral, ajaran budi pekerti,
dan teladan-teladan kebajikan didalam karya sastra tersebut, tentu
mampu mengembangkan jiwanya dan membentuk budi pekerti yang saleh
dan luhur. (Suroso, dkk. 24-26)
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pola struktur karya sastra
Dalam
menganalisis novel “Ketika Cinta Bertasbih” unsur pembangun
cerita tersebut harus berawal dari pola struktur karya sastra. Dari
pola tersebut akan dapat dianalisis unsur-unsur yang terkandung dalam
karya sastra. Unsur yang akan dianalisis adalah unsur pembangun dari
luar cerita (Ekstrinsik). Berikut adalah gambar dari pola struktur
karya sastra tersebut.
2.2
Rangkaian kejadian peristiwa
A.
Ekstrinsik
Unsur
ekstrinsik merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam novel dan
mendampingi sepanjang cerita tersebut dipaparkan melalui unsur
penggerak diluar cerita. Unsur penggerak tersebut akan lebih membantu
menjelaskan mengenai sebab akibat dari setting dan alur dari cerita.
Pada unsur kali ini, pengarang ingin menyampaikan bebrapa aspek yang
menjadi kelebihan dalam paparan cerita. Unsur ekstrinsik tersebut
terdiri atas beberapa unsur pendukung lainnya, unsur pendukung
tersebut antara lain.
1.
Unsur Religi
Unsur
tersebut terlihat begitu mendominasi disepanjang jalannya cerita, dan
disinilah unsur yang dicoba digambarkan sedetail mungkin oleh
pengarang. Dalam cerita “Ketika Cinta Bertasbih” karena pengarang
menggunakan suasana yang begitu kental dan tidak dapat dipisahkan
oleh Negara didaerah timur tengah. Dalam hal ini mengarah pada
penceritaan yang mengangkat tentang unsur islami dan cinta, yang
mengnggunkan daerah terutama di daerah Kairo Mesir, unsur ini
terdapat dalam kutipan berikut.
“Ia
membenarkan tindakannya itu dengan berpikir bahwa datangnya azan yang
memanggil itu lebih dulu dari pada datangnya dering telpon itu”(hal
51, par 3).
“Islam
sama sekali tidak membolehkan ada persentuhan intim antara pria dan
wanita kecuali itu adalah suami isteriyang sah. Dan ciuman ala
Prancis itu bagi saya sudah termasuk kategori sentuhan sangat
intim”.(hal 119, dialog 1)
Dari
kutipan diatas menggambarkan bahwa mereka memegang teguh ajaran Islam
yang sudah dipelajarinya sejak lahir, sehingga mereka tidak akan
melupakannya begitu saja walupun dengan adanya telpon maupun ajakan
untuk berciuman dengan seorang wanita.
2.
Unsur Sosial
Dalam
unsur sosial tersebut, dapat terlihat begitu jelas betapa pengarang
memahami atau mengetahui seluk-beluk dari masyarakat yang terdapat
didaerah tersebut. Sehingga pengarang mendapatkan gambaran-gambaran
mengenai segala tindakan sosial yang sering dilakukan oleh masyarakat
didaerah tersebut. Dan dari tokoh yang digunakan kebanyakan berupa
mahasiswa, maka unsur sosial yang terdapat didalamnya semakin jelas
mempengaruhi. unsur ini terdapat pada kutipan berikut.
“Nanang
dan Ali lalu keluar untuk mencari taksi . lima belas kemudian mereka
kembali dengan membawa taksi. Pagi itu juga Fadhil mereka bawa ke
Mustasyafa
(rumah sakit) Rab’El Adawea. Dokter yang memeriksa mengtakan,
Fadhil arus dirawat di rumah sakit”. Hal
274, paragraf 1.
Dari
kutipan diatas menjelaskan mengenai adanya unsur sosial yang begitu
erat antara seseorang dengan orang yang lain, sehingga mereka saling
membutuhkan sehingga menumbuhkan rasa persaudaraan yang erat antara
mereka.
3.
Unsur Budaya
Unsur
tersebut merupakan unsur yang tidak dapat ditinggal begitu saja oleh
pengarang, hal ini dikarenakan adanya ketakjuban atau kekaguman
pengarang terhadap budaya yang dimiliki oleh masyarakat, maupun
Negara disekitarnya. Dalam novel tersebut jelas dibuktikan dengan
adanya beberapa pemaparan mengenai budaya yang dimiliki oleh para
tokoh dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat dimana mereka
tinggal.
“Iya.
Setahu saya memang adat Mesir itu seseorang suami kalau isterinya
tidak gemuk. Malu dianggap tidak
bisa member makan dan tidak bisa mensejahterakan isterinya”. Hal
61, dialog 5.
Dari
kutipan diatas dapat terlihat adanya suatu adat ataupun budaya yang
dimiiki olehh orang Mesir, yaitu yang memiliki anggapan bahwa jika
memiliki isteri harus mampu membuat isterinya tersebut menjadi gemuk.
Jika tidak maka suaminya dianggap kurang perhatian terhada isterinya.
4.
Unsur Psikologi
Unsur
Psikologi ataupun kejiwaan merupakan unsur yang tak dapat dipisahkan
oleh setiap terbentuknya suatu kejadian dalam cerita. Dalam unsur
kali ini pengarang akan lebih menonjolkan sikap atau jiwa dari para
tokoh maupun dari masyarakatnya. Dengan kata lain pengarang
memunculkan unsur psikis yang sedang dialami oleh tokoh yang sedang
terlibat konflik dalam cerita.
“Masalahnya
aku sudah terlanjur melamar seseorang. Dia mahasiswi Al Azhar. Tapi
sampai sekarang dia belum member jawaban. Aku bingung. Kalau batalkan
lamaranku dan aku memilih Eliana yang sudah jelas mengejarku aku
takut dianggap lelaki plin-plan….”. Hal
114, dialog 5.
Dalam
kutipan tersebut tergambar dengan jelas bahwa psikologi yang dimiliki
oleh tokoh begitu mempengaruhi perwatakannya, yakni dengan merasakan
kebimbangan dan kebingungan hatinya untuk memilih satu diantara dua
wanita.
5.
Unsur Ekonomi
Inilah
unsur yang dijadikan sebagai latar belakang terbentuknya seorang
tokoh yang menjadi pemeran utama dalam cerita. Dan unsur inilah yang
membentuk seorang tokoh “Azzam” menjadi kuat dan tegar dalam
menghadapi segala ujian yang menghadang harapan dan cita-cita untuk
lulus sarjana tepat pada waktunya. Hal itu Nampak pada kutipan
berikut.
“Aku
sama Sekali tak menyangka bahwa kau menghidupi adik-adikmu di
Indonesia. Aku sangat salut dan hormat padamu Mas. Sungguh. Ketika
banyak mahasiswa yang sangat manja dan menggantungkan kiriman orang
tua, kau justru sebaliknya. Teruslah bekerja keras Mas….”. Hal
71, dialog 1.
Dari
kutipan diatas maka dapat diketahui betapa mempengaruhinya unsur
ekonomi terhadapat pembentukan tokoh tersebut, sehingga mampu
mewujudkan seorang tokoh yang mau dan mampu bekerja keras untuk dapat
menyambung hidup di negeri orang sekaligus membiayai keluarganya yang
berada di Indonesia. Yang jelas jauh berbanding terbalik terhadap
kabanyakan mahasiswa pada saat ini, kebanyakan dari mereka lebih
memanfaatkan orang tuanya tanpa adanya niat untuk berusaha atau
mencari kerja sedikitpun.
6.
Unsur Trend
Dalam
hal ini, unsur trend merupakan suatu gaya maupun modis yang muncul
oleh pemaparan dari masing-masing tokoh ataupun pemaparan kebiasaan
yang dimiliki oleh masyarakat setempat yang disajikan pengarang dalam
jalannya cerita, yang kini menjadi salah satu acuan utama dalam
timbulnya trend ataupun mode yang bermunculan dalam masyarakat. Mode
atau trend yang sering dipakai untuk acuan yaitu diambil dari cerita
terutama dikalangan penokohan perempuannya. Hal
ini terlihat pada kutipan berikut.
“Cut
Mala melepas mukenanya. Memakai jubah hijau tuanya dan memakai jilbb
hijau mudanya. Setelah yakin dengan penampilannya ia melangkah keluar
kamar mengikuti Tiara...”. Hal 141,
paragraf 1.
Dari
kutipan diatas, dapat ditemukan sebuah trend yang begitu melekat erat
terhadap pribadi kaum perempuan atau muslimah yakni menggunakan jubah
dan berkerudung saat pergi kemanapun. Selain itu juga dipengaruhi
oleh kebiasaan dari kaum muslimah kebanyakan, tak mau lelepas
kerudung kecuali saat berada dihadapan suami mereka.
B.
Keterkaitan Antar Unsur
Sistematika
dari unsur ekstrinsik tersebut dapat diperkuat oleh adanya pemaparan
dari unsur-unsur pendukung lainnya, sehingga dapat membentuk sebuah
narasi yang saling berkaitan dengan novel tersebut. Berikut ini
adalah narasi yang dapat dibentuk dari unsur pendukung yang telah
dipaparkan.
Dari
pemaparan unsur ekstrinsik diatas dapat ditemukan keterkaitan yang
begitu padu, yakni unsur religi yang begitu kental terhadap kebiasaan
masyarakatnya sehingga menjadi sebuah budaya yang unik. Sehingga
mampu mempengaruhi timbulnya adat ataupun budaya yang tak dapat
ditemukan didaerah manapun, seperti unsur islami yang mewajibkan
setiap orang muslim untuk saling mengucap dan menjawab salam. Dalam
penerapannya saat muslim satu bertemu dengan muslim yang lain mereka
saling menjawab salam, berjabat tangan, dan diteruskan saling
berpelukan.
Unsur
ekonomi memiliki peran penting dalam perjalanan setiap tokoh, dimana
setiap tokoh selalu dikaitkan dengan unsur ekonomi yang menjadi dasar
dari setiap tindakan yang mampu mempengaruhi psikologi seseorang,
maupun dari setiap pola pikir seseorang. Di novel “Ketika Cinta
Bertasbih” ini dapat ditemui suatu kebenarannya, dimana unsur
ekonomi menjadi dasar dalam timbulnya sebuah pola pikir seseorang
yang membuatnya mampu menghadapi segala tantangan. Dan mampu
meumbuhkan mental baja yang kuat, dan tahan banting. Dalam ekonomi
yang susah sekalipun tetap mampu dan mampu meperhatikan keadaan orag
lain yang sedang kesusahan pula.
Begitu
pula halnya dengan unsur sosial yang terdapat pula didalam novel
tersebut, yakni dari kebiasaan masyarakat dikawasan timur tengah
yang sebagian besar wanita lebih memilih untuk mengenakan jilbab, dan
tak pernah membukanya kecuali jika dihadapan suaminya. Dari sinilah
muncul suatu trend yang menjadi daya tarik tersendiri dikalangan kaum
wanita, dimana trend tersebut mampu mengubah penampilannya ataupun
mampu memberi inspirasi maupun terobosan dalam memunculkan trend
berjilbab yang belum pernah ada.
2.3
Perbandingan Antara Novel dan Film
Dari
novel “Ketika Cinta Bertasbih” yang telah dianalisis, maka dapat
dibandingkan dengan film yang telah ditayangkan pada televisi maupun
bioskop-bioskop di Indonesia. Untuk itu di sini akan dibahas sedikit
mengenai perbandingan yang dimiliki antara novel dengan film yang
mengadaptasinya. Perbandingan tersebut dapat berupa perbandingan
secara segi keunggulan, maupun kelemahan dari kedua karya tersebut.
No
|
Hal yang dibandingkan
|
Novel
|
Film
|
1
|
Pembukaan cerita
|
Menggambarkan suasana kota Alexandria waktu sore.
|
Menggambarkan suasana kota Alexandria Waktu
siang.
|
2
|
Pengenalan tokoh
|
Tokoh yang dikenalkan pertama kali yaitu Eliana
dalam acara kedutaan.
|
Tokoh yang dikenalkan pertama kali yaitu Azzam
saat dikeramaian kota.
|
3
|
Alur penceritaan
|
Menggunakan alur maju
|
Menggunkan alur maju
|
4
|
Klimaks atau puncak permasalahan
|
Bertemunya Azzam dengan Anna, saat didalam bus,
dan saat pengejaran bus dengan taksi.
|
Bertemunya Azzam dengan Anna, saat didalam bus,
dan saat pengejaran bus dengan taksi.
|
5
|
Penyelesaian cerita
|
Bertemunya Azzam dengan Eliana didalam pesawat,
dan meminta Azzam duduk disebelah Eliana,
|
Bertemunya Azzam dengan adiknya Khusna saat
menjemput di Bandara
|
2.4 Rangkaian
Pembentuk Cerita
Dalam
novel “Ketika Cinta Bertasbih” dapat ditemukan sebuah rangkaian
yang membentuk jalannya cerita, dimana novel ini dibuka oleh suatu
pemaparan mengenai pendeskripsian sebuah kota yang terdapat di daerah
Mesir, yaitu kota Alexandria. Dimana pengarang ingin memperkenalkan
daerah-daerah tersebut kepada pembaca, hal ini dimaksudkan untuk
memberitahu mengenai suasana atau keadaan sebenarnya yang terdapat
didaerah tersebut. Dalam hal ini, pengarang mencoba untuk mengajak
pembaca menambah pengetahuan mengenai daerah-daerah yang ada
disekitar Mesir, dan mencoba memaparkan sedetail mungkin suasana yang
ada bertujuan agar pembaca ikut terlarut dalam jalannya cerita.
Berikut beberapa tokoh yang secara sistematis di munculkan serta
menjadi tokoh utama yang mendomiasi sepanjang jalannya cerita, tokoh
tersebut antara lain.
Pertama Abdullah Khairul Azzam atau yang akrab dipanggil dengan
sebutan “Azzam”, tokoh tersebut merupakan seorang tokoh bersahaja
yang memilki sifat ulet, ramah, dan pantang menyerah, yang sedang
menempuh kuliah S.1-nya di Al-Azhar, Kairo Mesir. Dia rela
mengorbankan kuliahnya demi menafkahi keluarganya yang berada di
kampung halamannya di Indonesia, yakni sebagai pembuat sekaligus
penjual tempe.
Kedua Eliana Pramesthi Alam merupakan tokoh yang dimunculkan kemudian
yang akrap dipanggil dengan sebutan “Eliana”, dia merupakan gadis
cantik yang pintar dan berprestasi. Dia adalah
putri satu-satunya Bapak Duta Besar Republik Indonesia di Mesir. Yang
sedang melanjutkan kuliah S.2-nya di American
University in Cairo.
Ketiga yaitu Furqan, dia merupakan seorang pemuda
yang telah menyelesaikan kuliah S.1-nya di Al-Azhar, dia merupakan
seorang pemuda yang tampan dan kaya raya, dan merupakan seorang
kandidat master dari Cairo University.
Dia merupakan sahabat lama Azzam dari
Indonesia yang sudah lama tidak bertemu,
Keempat yaitu Anna Althafunnisa yang sering
dipnggil dengan sebutan “Anna”, dia merupakan putri dari Kyai
Lutfi Hakim asal Klaten yang begitu cantik dan anggun, dia telah
menyelesaikan S.1-nya di Alexandria dengan predikat mumtaz
dan Sekarang dia sedang menyelesaikan program pascasarjana di
Kuliyyatul Banat, Al-Azhar.
2.5
Maksud Menyajikan Cerita
Nampaknya
dalam penyajian cerita kali ini, pengarang ingin menyampaikan maksud
dan tujuannya dalam menyajikan cerita “Ketika Cinta Bertasbih”.
Dalam hal ini unsur budaya dan unsur religi sangat diutamakan dan
begitu ditonjolkan dalam pembuatan alur cerita novel kali ini. Dalam
hal ini Pengarang memaparkan segala sesuatu yang berkenaan dengan
dunia islami dan daerah-daerah timur tengah yang telah diketahuinya.
Sehingga cerita dalam novel yang dihasilkannya tersebut lebih
cenderung bernuansa islami dan percintaan. dan keinginan pengarang
membuat novel kali ini adalah sebagai sarana untuk menghibur dan
mendidik.
Selain unsur tersebut yang begitu mempengaruhi
terbuatnya cerita tersebut tak lain adalah adanya unsur percintaan
yang menjadi warna dasar cerita. Sehingga unsur tersebut lebih
membuat hidup jalannya cerita, tanpa adanya unsur percintaan cerita
tersebut tidak menjadi menarik lagi untuk diikuti oleh para pembaca.
Jika dilihat dari pemaparan dan pembukaan cerita,
maka pengarang memiliki maksud untuk memberi sedikit gambaran
mengenai keadaan dan suasana yang terdapat di daerah tersebut. Dengan
kata lain, pengatang ingin membagi ilmu pengetahuannya mengenai dunia
Islam maupun kehidupan yang terdapat dalam masyarakat tersebut.
Sehingga pembaca dapat mengetahui sedikit banyak mengenai darah yang
belum pernah diketahuinya dengan pemaparan yang begitu jelas dan
detail dari dalam cerita tersebut.
2.6
Pesan yang terkandung dalam cerita
Novel
kali ini banyak membahas tentang kesederhanaan dan keikhlasan yang
dimliki oleh tokoh utama yang rela menunda kelulusannya demi
menafkahi keluarganya yang berada di Indonesia. Pesan yang terkandung
dalam cerita tersebut akan lebih mendramatisir jika telah memasuki
intisari cerita. Banyak nuansa keislamian yang menjadikan novel
tersebut laris pasaran dan selalu dinantikan kisah selanjutnya oleh
penggemarnya. Di novel tersebut banyak mengandung pesan moril yang
membangun para pembaca untuk semangat dan tidak mudah putus asa dalam
menjalani kehidupan. “Tak ada kata menyerah sebelum mencoba”,
itulah semboyan yang membangun para pembaca untuk tetap semangat.
Jangan
pernah menyerah dan putus asa jika menemuai suatu kegagalan.
Keberadaan manusia hidup di dunia ini harus selalu berkarya dan terus
maju untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan. Seperti yang dicontohkan
pengarang novel kali ini. Habiburrahman El-Shirazy sangat bersemangat
dan selalu memberikan motivasi kepada pembacanya. Beliau selalu
mendeskripsikan tokoh dengan keadaan yang tegar dan beliau tidak
pernah menekankan kata menyerah ataupun putus asa di dalam karyanya.
Karena beliau merupakan novelis terhebat nomor satu di Indonesia.
Belum ada yang mampu menyaingi kemahirannya dalam membuat novel
Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Layak tidaknya dibaca
Dalam
kaitannya dengan layak atau tidaknya sebuah novel untuk dibaca
tergantung pada setiap pembaca yang menanggapinya. Karya sastra
tersebut diciptakan hanya sebagai unsur penghibur saja, dan
didalamnya juga terdapat beberapa unsur pendidik yang bisa diterapkan
untuk mejalani kehidupan dalam bermasyarakat. Selain itu juga
terdapat beberapa unsur mengenai keagamaan, sosial, budaya dan
lainnya, sehingga novel tersebut begitu pantas untuk dikonsumsi atau
dibaca oleh masyarakat.
Novel yang mengangkat tentang percintaan ini
begitu menarik untuk diikuti dan diketahui alurnya, karena didalamnya
terdapat beberapa suritauladan yang begitu mengagumkan. Seperti tokoh
”Azzam” dia rela mengorbankan kelulusannya hanya untuk menafkahi
keluarganya yang berada di Indonesia, yakni sebagai seorang pembuat
sekaligus penjual tempe. Atau mau menolong seseorang yang tidak
dikenalnya untuk mengejar bus yang membawa barang yang tertinggal
didalamnya. Sehingga novel ”Ketika Cinta Bertasbih” begitu pantas
untuk dibaca oleh semua kalangan, terutama oleh kalangan remaja.
3.2
Rekomendasi pembaca
Novel
“Ketika Cinta Bertasbih” direkomendasikan untuk semua kalangan.
Tetapi yang paling diutamakan dalam membaca novel ini adalah kalangan
remaja, dikarenakan sangat sesuai dengan karakteristik anak remaja
sekarang ini. Novel kali ini bahasanya sangat beragam dan kompleks
sehingga anak-anak usia 12 kebawah kurang menyukai novel ini
dikarenakan anak-anak belum memahami kosakata yang disajikan dalam
cerita. Cerita tersebut terkadang menggabungkan bahasa arab yang
membuat anak-anak merasa bosan membacanya dan sulit untuk
memahaminya. Terkadang pengarang juga menggunakan majas yang begitu
susah untuk dipahami anak-anak.
Rekomendasi untuk para remaja sangatlah cocok
dalam membaca novel tersebut dikarenakan sesuai dengan usia mereka
yang sudah mulai menemukan jatidirinya dan sudah mengenal cinta.
Novel tersebut memang banyak membahas tentang unsur religi dan
percintaan yang membuat novel kali ini mendapat predikat Mega Best
Seller Asia Tenggara tahun 2008. Pengarangnya adalah Habbiburrahman
El-Shirazy yang merupakan sarjana Al-Azhar University Cairo, Mesir.
Daftar
Pustaka
El-Shirazy,
Habiburrahman. 2008. Ketika
Cinta Bertasbih. Jakarta: Republika.
Suroso,
dkk. 2009. Kritik Sastra (Teori,
Metodologi, dan Aplikasi). Yogyakarta:
Almatra
Publishing.
Kutha,
Nyoman Ratna. 2009. Stilistika (Kajian
Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya). Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
0 comments:
Post a Comment