• Pages

      Monday, December 15, 2014

      Novel dan Strukturnya




      Oleh: Kus Naedhi

      1.      Novel
      Santoso dan Wahyuningtyas (2010:46) mengungkapkan novel dari bahasa latin novellas, yang terbentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek dari pada roman, tetapi lebih panjang dari pada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan seseorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara singkat dan pokok-pokok saja.
      Novel merupakan bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat. Pendapat ini diperkuat oleh Sumarjo (dalam Santoso dan Wahyuningtyas, 2010:47) mengatakan novel adalah produk masyarakat. Novel berada di dalam masyarakat karena novel dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan-desakan emosional atau rasional dalam masyarakat. Novel merupakan cerita rekaan yang menyajikan tentang aspek kehidupan manusia yang lebih mendalam senantiasa berubah-ubah dan merupakan kesatuan dinamis yang bermakna.
      Nurgiyantoro (2010) novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang di idealkan, dunia imajinasi, dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja ada yang bersifat imajinasi, tetapi pengarang mengkreasikan karyanya dibuat mirip dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya sehingga tampak seperti nyata dan terjadi, terlihat berjalan dengan sistem koherensinya sendiri.
      (Nurgiyantoro, 2010:14) Novel umumnya terjadi dari sejumlah bab yang masing-masing berisi cerita yang berbeda. Hubungan antar bab, kadang-kadang merupakan hubungan sebab akibat, atau hubungan kronologis bab yang satu berhubungan dengan bab yang lain. Jika membaca satu bab saja secara acak, kita tidak akan mendapatkan cerita secara utuh, hanya bagaikan membaca sebuah fragmen saja. Keutuhan cerita sebuah novel meliputi keseluruhan bab.
      Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel merupakan karangan panjang, di dalamnya terdapat suatu cerita tentang kehidupan manusia. Aspek kehidupan manusia yang senantiasa mengalami berbagai perubahan dan sebagian besar terdiri atas realita sosial. Walaupun ada yang meniru subjektivitas manusia. Dengan demikian novel sebagai bentuk karya sastra yang di dalamnya memuat nilai-nilai, seperti estetika, moral, pendidikan, serta pengetahuan budaya.
        Selain itu, ketertarikan masyarakat dengan sebuah novel adalah dengan adanya konflik dalam cerita tersebut yang sering kali dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata. Diantaranya konflik yang disebabkan oleh perbedaan latar, bahasa dan budaya dari tiap-tiap tokohnya dalam setiap kejadian dan menjadi suguhan cerita yang menarik.
      Nurgiantoro (1998: 22-23) menyatakan bahwa novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur itu meliputi tema, amanat, plot, penokohan, latar atau setting, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra.
      Sedangkan menurut Kosasih (1998: 54) novel sendiri berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang artinya sebuah barang baru yang kecil. Dalam perkembangannya novel diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. Novel juga diartikan sebagai hasil imajinatif yang mengisahkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.
      Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa novel merupakan hasil imajinatif seseorang yang dibangun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur-unsur tersebut dapat membantu dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini unsur intrinsik akan digunakan sebagai bahan kajian.

      2.      Struktur Novel
      Struktur novel dalam karya sastra dibagi menjadi dua yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Keduanya merupakan unsur pembangun sebuah karya sastra. Unsur intrinsik secara langsung membangun karya sastra karena unsur ini berada di dalam cerita. Sedangkan unsur ekstrinsik tidak secara langsung membangun karya sastra karena unsur ini berada di luar cerita. 
      Adapun unsur intrinsik yang mendukung dalam penelitian ini meliputi : (a) tokoh,  (b) penokohan,  (c) Alur atau plot, dan (d) latar atau setting.
      a.       Tokoh
      Menurut Abrams (dalam Wahyuningtyas 2011: 3) menyatakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang dimunculkan di dalam karya naratif atau drama, oleh pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu. Menurut Nurgiyantoro (1998: 168) tokoh dikatakan wajar, relevan, jika mencerminkan dan mempunyai kemiripan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendaknya bersifat alami memiliki sifat lifelikeness, “kesepertihidupan” yang menjadi bekal acuan pada kehidupan realitas sehingga pembaca masuk dan berusaha memahami kehidupan tokoh dalam dunia fiksi sebagai pencerminan kenyataan situasional. Realitas kehidupan perlu dipertimbangkan pula dalam kaitannya dengan kehidupan tokoh cerita yang bersifat kompleks, sekompleks berbagai kemungkinan kehidupan itu sendiri.
      Nurgiyantoro (1998: 176-192) juga mengklasifikasikan tokoh cerita berdasarkan sudut pandang dan tinjauan dibedakan menjadi lima macam yaitu berdasarkan peran, fungsi penampilan, perwatakan, kriteria, dan pencerminan :
      1)      Berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya, dibedakan menjadi dua macam yaitu tokoh utama (central character) dan tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama merupakan tokoh sentral yang diutamakan pencitraannya dan sering dikenai kejadian, sedangkan tokoh tambahan keberadaannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama.
      2)      Berdasarkan fungsi penampilan dibedakan menjadi dua macam, yaitu tokoh protagonis (protagonistic character) dan tokoh antagonis (antagonistic character). Dikatakan tokoh protagonis jika tokoh tersebut memerankan peran yang memiliki sifat baik, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang memerankan karakter jahat.
      3)      Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dibedakan menjadi dua macam yaitu tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh bulat (complex atau round character). Dikatakan tokoh sederhana jika tokoh tersebut mudah dipahami karena hanya mempunyai satu kualitas pribadi tertentu atau sifat yang tertentu juga, sedangkan tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang sulit dipahami dan tingkah lakunya sering tidak terduga.
      4)      Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan, tokoh dalam cerita dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh statis (static character) dan tokoh berkembang (developing character). Tokoh statis,  jika perwatakan tokoh tersebut tidak mengalami perkembangan atau perubahan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perkembangan atau perubahan perwatakan yang disebabkan perubahan alur (plot) yang dikisahkan.
      5)      Berdasarkan kemungkinan pencerminan, dibedakan menjadi dua macam yaitu tokoh tipikal (typical character) dan tokoh netral (neutral character). Tokoh tipikal adalah suatu tokoh yang keadaan individualitasnya sedikit ditampilkan dan lebih banyak menonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh netral adalah tokoh cerita yang hanya hidup dan bereksistensi demi cerita itu sendiri.
      Berdasarkan pengertian tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra dengan berbagai sudut pandang dan tinjauan yang ditentukan oleh pengarang.
      b.      Penokohan
      Menurut Nurgiyantoro (1998: 94) penokohan merupakan penyajian watak tokoh penciptaan citra tokoh. Penokohan memberikan ciri lahir (fisik) maupun batin (watak) tokoh. Masalah penokohan dalam karya sastra tidak semata-mata hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para tokoh cerita saja, melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan penghadirannya secara tepat sehingga mampu menciptakan dan mendukung tujuan artistik karya yang bersangkutan. Kedua hal tersebut saling mendukung dan melengkapi, kegagalan yang satu berarti kegagalan yang lain.
      Menurut Harjito (2005: 8) untuk menggambarkan tokoh atau penokohan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara analitik dan cara dramatik.Cara analitik yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter tokoh,  menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya. Sedangkan cara dramatik (disebut  juga cara lukis tidak langsung) yaitu menggambarkan watak tidak diceritakan langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui (a) pemilikan nama tokoh, (b) penggambaran fisik, (c) dan dialog.
      c.       Alur atau plot
      Menurut Stanton (dalam Nurgiantoro, 1998: 113), plot merupakan sebuah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyababkan terjadinya peristiwa yang lain.
      Pengertian lain yang hampir sama dinyatakan oleh Kenny (dalam Nurgiantoro, 1998: 113) yang mengemukakan bahwa plot merupakan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana karena penyusunan peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan kaitan sebab akibat.
      Menurut Nurgiantoro (1998: 116) ada tiga unsur yang esensial dalam pengembangan plot cerita yaitu peristiwa, konflik, dan klimaks.
      1)      Peristiwa
      Menurut Luxembung, peristiwa merupakan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan lain. Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah cerita tidak semua berfungsi sebagai pendukung plot. Peristiwa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan. Peristiwa fungsional merupakan peristiwa-peristiwa yang menentukan dan mempengaruhi perkembangan plot, peristiwa kaitan merupakan peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengkaitkan peristiwa-peristiwa penting, dan peristiwa acuan merupakan peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh atau berhubungan dengan perkembangan plot.
      2)      Konflik
      Menurut Nurgiantoro, konflik merupakan kejadian penting yang berupa peristiwa fungsional, utama atau kernel. Konflik biasanya berupa peristiwa-peristiwa manusiawi seru yang saling berkaitan satu dengan yang lain, konflik disini cenderung disenangi pembaca. Bentuk konflik dapat dibedakan ke dalam dua katagori yaitu konflik eksternal dan internal. Konflik eksternal merupakan konflik yang terjadi antara tokoh cerita dengan sesuatu yang di luar dirinya biasa dengan lingkungan alam ataupun lingkungan manusia. Sedangkan konflik internal merupakan konflik yang terjadi dalam jiwa seorang tokoh cerita.
      3)      Klimaks
      Klimaks menurut Staton, merupakan saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tetinggi dan sesuatu itu tidak dapat dihindari kejadiannya. Artinya berdasarkan kelogisan cerita peristiwa itu memang harus terjadi dan tidak dapat dihindari. Jadi klimaks dapat diartikan titik pertememuan antara dua hal kejadian atau lebih yang dipertentangkan.
      Beberapa pengertian alur atau plot tersebut dapat disimpulkan bahwa plot merupakan rangkaian cerita yang berurutan dan di dalam cerita terdapat sebuah periatiwa, konflik dan klimaks

      .
      4)      Latar atau setting
      Menurut Abrams, menyatakan bahwa latar ialah landas lampu, penyaran pengertian tempat atau lokasi, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya suatu peristiwa. Nurgiantoro (dalam Wahyuningtyas, 201:7) membedakan pengertian latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu (1) latar tempat sasarannya pada lokasi peristiwa yang terjadi dalam cerita karya sastra misalnya di desa, kota, tempat hiburan dan lain sebagainya, (2) latar waktu sasarannya kapan kejadian peristiwa yang terjadi dalam cerita karya sastra misal jam, hari, tahun dan musim, dan (3) latar sosial sasarannya pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial dalam masyarakat yang diceritakan dalam karya sastra misalnya kebudayaan, kebiasaan hidup, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan sikap.

      0 comments:

      Post a Comment

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news