5:32 AM
Unknown
No comments
Oleh: Kus Naedhi
1. Novel
Santoso
dan Wahyuningtyas (2010:46) mengungkapkan novel dari bahasa latin novellas, yang terbentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam
bahasa Inggris. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra
yang lebih pendek dari pada roman, tetapi lebih panjang dari pada cerita
pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik
dari kehidupan seseorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara
singkat dan pokok-pokok saja.
Novel
merupakan bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling
banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas
pada masyarakat. Pendapat ini diperkuat oleh Sumarjo (dalam Santoso dan
Wahyuningtyas, 2010:47) mengatakan novel adalah produk masyarakat. Novel berada
di dalam masyarakat karena novel dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan
desakan-desakan emosional atau rasional dalam masyarakat. Novel merupakan
cerita rekaan yang menyajikan tentang aspek kehidupan manusia yang lebih
mendalam senantiasa berubah-ubah dan merupakan kesatuan dinamis yang bermakna.
Nurgiyantoro
(2010) novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi
model kehidupan yang di idealkan, dunia imajinasi, dibangun melalui berbagai
unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang dan
lain-lain yang kesemuanya tentu saja ada yang bersifat imajinasi, tetapi
pengarang mengkreasikan karyanya dibuat mirip dengan dunia nyata lengkap dengan
peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya sehingga tampak seperti nyata dan terjadi, terlihat berjalan dengan sistem
koherensinya sendiri.
(Nurgiyantoro,
2010:14) Novel umumnya terjadi dari sejumlah bab yang
masing-masing berisi cerita yang berbeda. Hubungan antar bab, kadang-kadang
merupakan hubungan sebab akibat, atau hubungan kronologis bab yang satu
berhubungan dengan bab yang lain. Jika membaca satu bab saja secara acak, kita
tidak akan mendapatkan cerita secara utuh, hanya bagaikan membaca sebuah
fragmen saja. Keutuhan cerita sebuah novel meliputi keseluruhan bab.
Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel merupakan karangan
panjang, di dalamnya terdapat suatu cerita tentang kehidupan manusia. Aspek
kehidupan manusia yang senantiasa mengalami berbagai perubahan dan sebagian besar terdiri atas realita sosial. Walaupun ada yang meniru
subjektivitas manusia. Dengan demikian novel sebagai bentuk karya sastra yang
di dalamnya memuat nilai-nilai, seperti estetika,
moral, pendidikan, serta pengetahuan budaya.
Selain itu, ketertarikan masyarakat dengan
sebuah novel adalah dengan adanya konflik dalam cerita tersebut yang sering
kali dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata. Diantaranya konflik yang
disebabkan oleh perbedaan latar, bahasa dan budaya dari tiap-tiap
tokohnya dalam setiap kejadian dan menjadi suguhan cerita yang menarik.
Nurgiantoro (1998: 22-23) menyatakan bahwa novel merupakan
salah satu bentuk karya sastra yang dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik
sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun
cerita. Unsur-unsur itu meliputi tema, amanat, plot, penokohan, latar atau
setting, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Sedangkan unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara
tidak langsung mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra.
Sedangkan menurut Kosasih (1998: 54) novel sendiri berasal dari
bahasa Italia, yaitu novella yang artinya sebuah barang baru yang kecil.
Dalam perkembangannya novel diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk
prosa. Novel juga diartikan sebagai hasil imajinatif yang mengisahkan sisi utuh
problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa novel
merupakan hasil imajinatif seseorang yang dibangun oleh dua unsur yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur-unsur tersebut dapat membantu dalam sebuah
penelitian. Dalam penelitian ini unsur intrinsik akan digunakan sebagai bahan
kajian.
2. Struktur Novel
Struktur novel dalam karya sastra dibagi menjadi dua yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Keduanya merupakan unsur pembangun sebuah karya
sastra. Unsur intrinsik secara langsung
membangun karya sastra karena unsur ini berada di dalam cerita. Sedangkan unsur
ekstrinsik tidak secara langsung membangun karya sastra karena unsur ini berada
di luar cerita.
Adapun unsur intrinsik yang mendukung dalam penelitian ini
meliputi : (a) tokoh, (b)
penokohan, (c) Alur atau plot,
dan (d) latar atau setting.
a.
Tokoh
Menurut Abrams (dalam Wahyuningtyas 2011: 3) menyatakan bahwa tokoh
cerita adalah orang-orang yang dimunculkan di dalam karya naratif atau drama,
oleh pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu. Menurut Nurgiyantoro (1998: 168) tokoh dikatakan wajar, relevan, jika
mencerminkan dan mempunyai kemiripan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendaknya bersifat alami memiliki sifat lifelikeness, “kesepertihidupan” yang
menjadi bekal acuan pada kehidupan realitas sehingga pembaca masuk dan berusaha
memahami kehidupan tokoh dalam dunia fiksi sebagai pencerminan kenyataan
situasional. Realitas kehidupan perlu dipertimbangkan pula dalam kaitannya
dengan kehidupan tokoh cerita yang bersifat kompleks, sekompleks berbagai
kemungkinan kehidupan itu sendiri.
Nurgiyantoro (1998: 176-192) juga mengklasifikasikan tokoh cerita
berdasarkan sudut pandang dan tinjauan dibedakan menjadi lima macam yaitu
berdasarkan peran, fungsi penampilan, perwatakan, kriteria, dan pencerminan :
1)
Berdasarkan
peranan atau tingkat pentingnya, dibedakan menjadi dua macam yaitu tokoh utama
(central character) dan tokoh
tambahan (peripheral character).
Tokoh utama merupakan tokoh sentral yang diutamakan pencitraannya dan sering
dikenai kejadian, sedangkan tokoh tambahan keberadaannya hanya ada jika
berkaitan dengan tokoh utama.
2)
Berdasarkan fungsi penampilan dibedakan menjadi dua macam,
yaitu tokoh protagonis (protagonistic
character) dan tokoh antagonis (antagonistic
character). Dikatakan tokoh protagonis jika tokoh tersebut memerankan peran
yang memiliki sifat baik, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang
memerankan karakter jahat.
3)
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dibedakan menjadi dua
macam yaitu tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh bulat (complex atau round character). Dikatakan tokoh sederhana jika tokoh
tersebut mudah dipahami karena hanya mempunyai satu kualitas pribadi tertentu
atau sifat yang tertentu juga, sedangkan tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh
yang sulit dipahami dan tingkah lakunya sering tidak terduga.
4)
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan,
tokoh dalam cerita dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh statis (static character) dan tokoh berkembang (developing character). Tokoh
statis, jika perwatakan tokoh tersebut
tidak mengalami perkembangan atau perubahan sebagai akibat adanya
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami
perkembangan atau perubahan perwatakan yang disebabkan perubahan alur (plot) yang dikisahkan.
5)
Berdasarkan kemungkinan pencerminan, dibedakan menjadi dua
macam yaitu tokoh tipikal (typical
character) dan tokoh netral (neutral
character). Tokoh tipikal adalah suatu tokoh yang keadaan individualitasnya
sedikit ditampilkan dan lebih banyak menonjolkan kualitas pekerjaan atau
kebangsaannya. Tokoh netral adalah tokoh cerita yang hanya hidup dan
bereksistensi demi cerita itu sendiri.
Berdasarkan pengertian tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh
cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra dengan
berbagai sudut pandang dan tinjauan yang ditentukan oleh pengarang.
b. Penokohan
Menurut Nurgiyantoro (1998: 94) penokohan merupakan penyajian
watak tokoh penciptaan citra tokoh. Penokohan memberikan ciri lahir (fisik)
maupun batin (watak) tokoh. Masalah penokohan dalam karya sastra tidak
semata-mata hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan
para tokoh cerita saja, melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan
penghadirannya secara tepat sehingga mampu menciptakan dan mendukung tujuan
artistik karya yang bersangkutan. Kedua hal tersebut saling mendukung dan
melengkapi, kegagalan yang satu berarti kegagalan yang lain.
Menurut Harjito (2005: 8) untuk menggambarkan tokoh atau
penokohan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara analitik dan cara
dramatik.Cara analitik yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak atau
karakter tokoh, menyebutkan bahwa tokoh
tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya. Sedangkan cara
dramatik (disebut juga cara lukis tidak langsung) yaitu
menggambarkan watak tidak diceritakan langsung, tetapi hal itu disampaikan
melalui (a) pemilikan nama tokoh, (b) penggambaran fisik, (c) dan dialog.
c.
Alur atau plot
Menurut Stanton (dalam Nurgiantoro, 1998: 113), plot merupakan
sebuah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyababkan terjadinya peristiwa yang lain.
Pengertian lain yang hampir sama dinyatakan oleh Kenny (dalam
Nurgiantoro, 1998: 113) yang mengemukakan bahwa plot merupakan
peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana
karena penyusunan peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan kaitan sebab akibat.
Menurut Nurgiantoro (1998: 116) ada tiga unsur yang esensial dalam pengembangan plot cerita yaitu peristiwa, konflik, dan
klimaks.
1)
Peristiwa
Menurut Luxembung, peristiwa merupakan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan
lain. Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah cerita tidak semua
berfungsi sebagai pendukung plot. Peristiwa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis
yaitu peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan. Peristiwa fungsional merupakan
peristiwa-peristiwa yang menentukan dan mempengaruhi perkembangan plot,
peristiwa kaitan merupakan peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengkaitkan
peristiwa-peristiwa penting, dan peristiwa acuan merupakan peristiwa yang tidak
secara langsung berpengaruh atau berhubungan dengan perkembangan plot.
2)
Konflik
Menurut Nurgiantoro, konflik merupakan kejadian penting yang berupa peristiwa
fungsional, utama atau kernel. Konflik biasanya berupa peristiwa-peristiwa
manusiawi seru yang saling berkaitan satu dengan yang lain, konflik disini
cenderung disenangi pembaca. Bentuk konflik dapat dibedakan ke dalam dua
katagori yaitu konflik eksternal dan internal. Konflik eksternal merupakan
konflik yang terjadi antara tokoh cerita dengan sesuatu yang di luar dirinya
biasa dengan lingkungan alam ataupun lingkungan manusia. Sedangkan konflik
internal merupakan konflik yang terjadi dalam jiwa seorang tokoh cerita.
3)
Klimaks
Klimaks menurut Staton, merupakan saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tetinggi
dan sesuatu itu tidak dapat dihindari kejadiannya. Artinya berdasarkan
kelogisan cerita peristiwa itu memang harus terjadi dan tidak dapat dihindari.
Jadi klimaks dapat diartikan titik pertememuan antara dua hal kejadian atau lebih
yang dipertentangkan.
Beberapa pengertian alur atau plot tersebut dapat
disimpulkan bahwa plot merupakan rangkaian cerita yang berurutan dan di
dalam cerita terdapat sebuah periatiwa, konflik dan klimaks
.
4)
Latar atau setting
Menurut Abrams, menyatakan bahwa latar ialah landas lampu, penyaran pengertian
tempat atau lokasi, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
suatu peristiwa. Nurgiantoro (dalam Wahyuningtyas, 201:7) membedakan pengertian
latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu (1) latar tempat sasarannya pada lokasi
peristiwa yang terjadi dalam cerita karya sastra misalnya di desa, kota, tempat
hiburan dan lain sebagainya, (2) latar waktu sasarannya kapan kejadian
peristiwa yang terjadi dalam cerita karya sastra misal jam, hari, tahun dan
musim, dan (3) latar sosial sasarannya pada hal-hal yang berhubungan dengan
prilaku kehidupan sosial dalam masyarakat yang diceritakan dalam karya sastra
misalnya kebudayaan, kebiasaan hidup, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir
dan sikap.
0 comments:
Post a Comment