Oleh: Kus Naedhi
Chaer
(2004:80) Sebuah langue merupakan
sebuah bahasa yang mempunyai sistem dan
subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena
penutur berbahasa tersebut, meski berada pada masyarakat tutur, tidak merupakan
kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut Parole menjadi tidak seragam. Terjadinya
keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para
penuturnya yang tidak homogen. Tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial
yang mereka lakukan sangat beragam.
Menurut
Suwito (1993:3) timbulnya berbagai variasi bahasa tidak hanya ditentukan oleh
faktor linguistik melainkan juga ditentukan oleh faktor non linguistik. Faktor
linguistik menyangkut pemakaian bahasa dalam hubungannya dengan bunyi, tata
bentuk kata, tata kalimat, dan tata makna. Faktor nonlinguistik menyangkut
pemakain bahasa dalam kaitannya dengan faktor sosial. Faktor sosial mengacu
pada keheterogenan anggota masyarakat tutur baik ditinjau dari usia, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, status sosial atau kemampuan sosial ekonomi dan
berbagai kegiatan. Sedangkan faktor situasional meliputi siapa yang berbicara,
siapa lawan bicara, kapan peembicaraan itu dilakukan, dimana pembicaraan itu
berlangsung dan apa yang menjadi pokok pembicaraan.
Variasi
bahasa merupakan bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang
masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum. Variasi bahasa dibedakan
berdasarkan penuturnya, pemakainya, keformalan, dan sarana. Variasi bahasa
berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, dimana
tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis
kelaminnya dan kapan bahasa itu digunakannya. Berdasarkan pemakaiannya, berarti
bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, dan
bagaimana situasi keformalannya.
Dari
pendapat di atas, maka variasi bahasa dapat diartikan sebagai bahasa yang
beragam dan bervariasi. Yang jelas
variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya
keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial.
1. Variasi dari
Segi Penutur
Chaer
(2004:62-72) menyatakan bahwa variasi bahasa pertama yang kita lihat
berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut
konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya
masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan suara, pilihan kata, gaya
bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya.
Chaer
(2004:83) Variasi bahasa yang kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari
sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat,
wilayah, atau area tertentu. Para penutur dalam suatu dielek, meskipun mereka
mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa
mereka berada pada satu dialek, yang berada dengan kelompok penutur lain, yang
berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga.
Variasi
ketiga berdasarkan penuturnya adalah yang disebut kronolekatau dialek temporal,
yakni variasi bahasa yang digunakanoleh kelompok sosial pada masyarakat
tertentu. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang
disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang
berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial para penuturnya.
Dari
pendapat di atas, maka variasi dari segi penutur mempunyai bermacam-macam
variasi bahasa. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai
idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka
berada pada satu dialek.
2. Variasi dari
Segi Pemakaian
Nababan
(2004:68) menyatakan bahwa variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya,
pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek,
ragam, atau register. Variasi ini
biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaannya, gaya, atau tingkat
keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian
ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Dari
pendapat di atas, variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling
tampak cirinya adalah dalam bidang kosa kata. Setiap bidang kegiatan ini
mempunyai sejumlah kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain.
3. Variasi dari
Segi Keformalan
Berdasarkan
tingkat keformalan, Suwito (1993:20) membagi variasi bahasa atas lima macam
gaya, yaitu gaya atau ragam beku, gaya atau ragam resmi, gaya atau ragam usaha,
gaya atau ragam santai, dan gaya atau ragam akrab.
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal,
yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi,
misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara pengembalian
sumpah, kitab undang-undang, akte notaries, dan surat-surat keputusan. Disebut
ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak
boleh diubah.
Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang
digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah
keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi
sudah ditetapkan secara mantap sebagaisuatustandar.Ragam resmi ini pada
dasarnya sama dengan bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam
situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi.
Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi
bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat
atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi.Jadi, dapat
dikatakan ragam usaha ini adalah ragam bahasa yang paling operasional.Wujud
ragam usaha ini berada di antara ragam formal dan ragam informal atau ragam
santai.
Ragam santai atau ragam kansual adalah variasi bahasa
yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan
keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berolah raga, berekreasi,
dan sebagainya.Ragam santai ini banyak menggunakan bentuk allegro, yakni bentuk
kata atau ujaran yang dipendekkan.
Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa
yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti
antar anggota keluarga, atau antar teman yang sudah karib.Ragam ini ditandai
dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan
artikulasi yang sering kali tidak jelas.
Dari
pendapat di atas, maka variasi dari segi keformalan mempunyai bermacam-macam
variasi ragam bahasa. Para penutur dalam suatu tuturan meskipun mereka mempunyai tuturan
masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang memadahi bahwa mereka berada dalam
satu tuturan. Maka dalam kehidupan sehari-hari
kita bisa menggunakannya dari variasi segi keformalan tersebut.
4. Variasi dari Segi Sarana
Chaer
(2004:95) menyatakan bahwa variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana
atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan
ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau
alat tertentu, misalnya dalam bertelepon atau bertelegraf. Adanya ragam bahasa
lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan
bahasa tulis memiliki struktur yang tidak sama. Adanya ketidaksamaan wujud
struktur ini karena dalam berbahasa lisan atau dalam penyampaian informasi
secara lisan.
Dari
pengertian tersebut dapat pula ditarik kesimpulan bahwa dalam berbahasa tulis
kita harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun bisa
dapat dipahami pembaca dengan baik. Kesalahan atau kcesalah pengertian dalam
berbahasa lisan dapat segera diperbaiki atau diralat, tetapi dalam berbahasa
tulis kesalahan atau kesalah pengertian baru kemudian bisa diperbaiki.
0 comments:
Post a Comment