• Pages

      Saturday, November 2, 2013

      PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN DALAM ASPEK KEBAHASAAN DI SEKOLAH





      1. Pendahuluan
      1. Latar Belakang Masalah
      Berhasil tidaknya pembelajaran di sekolah-sekolah, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia, ditentukan oleh beberapa faktor yang saling mengait dan saling menentukan. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah faktor guru, murid, kurikulum, bahan pembelajaran atau buku, metode dan teknik pembelajaran. Badudu (1993:123) menyatakan bahwa pembicaraan mengenai pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah di Indonesia dari masa-masa seyogyanya didasarkan pada beberapa pikiran yang bertalian erat dengan hal-hal tersebut. Yang perlu sekali mendapat perhatian antara lain (1) kurikulum, (2) buku, dan (3) guru yang melaksanakan kegiatan pembelajaran.
      Kurikulum dari masa ke masa sudah mengalami perubahan dan pengembangan. Dengan perubahan dan pengembangan itu diharapkan pembelajaran bahasa Indonesia menuju ke arah yang lebih sempurna. Salah satu wujud perubahan kurikulum bahasa Indonesia terkait dengan masalah aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan mulai dihilangkan dari kurikulum (tidak ditampakkan secara eksplisit) sejak diberlakukannya kurikulum 1994. Kurikulum 1994 merupakan hasil usaha memperbaiki pembelajaran bahasa Indonesia kurikulum sebelumnya (1984) yang lebih condong ke penguasaan kebahasaan daripada kompetensi berbahasa Indonesia (Sunardi, 1996:1).
      Sejak tahun 1994 itulah materi kebahasaan tidak lagi dicantumkan secara eksplisit dalam kurikum bahasa Indonesia. Meskipun tidak dicantumkan secara eksplisit dalam Standar Isi, pada Kurikulum 2004 masih terdapat lampiran yang berisi aspek kebahasaan yang perlu diajarkan pada berbagai jenjang pendidikan dan semester. Akan tetapi, pada Kurikulum 2006 lampiran itu tidak terdapat lagi. Perubahan kurikulum yang diawali tahun 1994 sampai dengan tahun 2006 ini memunculkan anggapan bahwa kurikulum saat ini tidak mementingkan aspek kebahasaan/tata bahasa (Yulianto, 2008:1).
      Anggapan seperti itulah yang menimbulkan masalah tersendiri terutama terkait dengan pembelajaran aspek kebahasaan dalam bahasa Indonesia utamanya terkait dengan pemilihan materi pembelajaran. Memilih materi pembelajaran merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan guru dan perlu mendapat perhatian. Materi pembelajaran yang memiliki daya tarik bagi siswa akan menjadi motivasi tersendiri bagi kegiatan belajar siswa. Karena itu, materi pembelajaran hendaknya dipilih dari berbagai sumber. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pembelajaran yang dilakukan agar siswa benar-benar dapat memperluas wawasan siswa. Selain itu, materi pembelajaran yang dipilih dari berbagai sumber akan menjadikan kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
      Memang memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi merupakan masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid.
      Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar ini, secara umum masalah dimaksud meliputi cara penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran, dan sebagainya. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan. Buku pun tidak harus satu macam dan tidak harus sering berganti seperti terjadi selama ini. Berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar.
      Termasuk masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber sering terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku.

      1. Permasalahan
      Dari uraian di atas, pembahasan dalam tulisan ini akan difokuskan pada hal berikut:
      1. Problematika pembelajaran aspek kebahasaan di sekolah Materi aspek kebahasaan dalam Kurikulum 2006?
      2. Bagaiamanakah solusi dariproblematika tersebut?


      1. PEMBAHASAN
      Untuk melihat materi kebahasaan dalam Kurikulum 2006 ini, penulis menyajikan dua komponen dalam kurikulum yaitu standar kompetensi lulusan (SKL) Bahasa Indonesia SMP/MTs serta standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disajikan dalam tulisan ini dibatasi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) kelas VII.
      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi Lulusan (SKL) digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Bahasa Indonesia SMP/MTs:
      1. Mendengarkan
      Memahami wacana lisan dalam kegiatan wawancara, pelaporan, penyampaian berita radio/TV, dialog interaktif, pidato, khotbah/ceramah, dan pembacaan berbagai karya sastra berbentuk dongeng, puisi, drama, novel remaja, syair, kutipan, dan sinopsis novel.
      1. Berbicara
      Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, pengalaman, pendapat, dan komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi laporan, diskusi, protokoler, dan pidaro, serta dalam berbagai karya sastra berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama.
      1. Membaca
      Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami berbagai bentuk wacana tulis, dan berbagai karya sastra bentuk puisi, cerita pendek, drama, novel remaja, antologi puisi, novel dari berbagai angkatan.
      1. Menulis
      Melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk buku harian, surat pribadi, pesan singkat, laporan, surat dinas, petunjuk, rangkuman, teks berita, slogan, poster, iklan baris, resensi, karangan, karya ilmiah sederhana, pidato, surat pembaca, dan berbagai karya sastra berbentuk pantun, dongeng, puisi, grama, dan cerpen (BNSP, 2006:75).

      Dari standar kompetensi lulusan di atas terlihat bahwa tuntutan utama terhadap siswa adalah terampil berbahasa: terampil mendengarkan, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis. Tidak terdapat sepatah kata pun yang mengarah kepada materi kebahasaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada SKL tersebut tidak terlihat secara eksplisit materi kebahasaan.
      Sebagaimana yang terdapat pada SKL, pada standar kompetensi pun tidak terdapat kata-kata yang mengarah pada materi kebahasaan. Berbeda dengan kedua hal tersebut, pada kompetensi dasar terlihat kata-kata yang mengarah pada materi kebahasaan. Hanya saja kata-kata yang menjadi indikator adanya materi kebahasaan itu terbatas sebagai penjelas/keterangan yang memberikan penjelasan secara lengkap terhadap aspek keterampilan bahasa yang terdapat pada standar kompetensi.
      Pada kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs kelas VII terdapat beberapa kompetensi dasar yang mengarah pada materi kebahasaan sebagai berikut:
      (1) Mnceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif
      (2) Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana
      (3) Menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang baik dan benar
      (4) Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik dan benar
      (5) Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun
      (6) Mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung
      (7) Menulis pesan singkat sesuai dengan isi dengan menggunakan kalimat efektif dan bahasa yang santun
      Materi kebahasaan yang terdapat pada beberapa kompetensi dasar tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
      1. pilihan kata dan kalimat efektif
      2. kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana
      3. bahasa yang baik dan benar
      4. bahasa yang efektif, baik, dan benar
      5. kalimat yang efektif dan bahasa yang santun
      6. cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung
      7. kalimat yang efektif dan bahasa yang santun

      Sebelum dibahas problematika pembelajaran aspek kebahasaan di sekolah, ada baiknya diuraikan beberapa prinsip pembelajaran bahasa. Bambang Yulianto (2008:1—6) menjelaskan bahwa pembelajaran kebahasaan harus berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa secara umum. Pada prinsipnya, pembelajaran bahasa Indonesia harus tetap menekankan kegiatan pembelajaran berbahasa bukan pembelajaran tentang bahasa. Ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam mengelola pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Di antaranya adalah sebagai berikut.
      Pertama, pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkan untuk lebih banyak memberikan porsi kepada perlatihan berbahasa yang nyata melalui keterampilan yang produktif (berbicara dan menulis) dan juga yang reseptif (menyimak dan membaca). Yang dimaksud kegiatan berbahasa secara nyata adalah bahasa yang dekat dengan lingkungan siswa. Hal ini bukan berarti bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa yang ’seenaknya’, tanpa mematuhi norma kebahasaan, melainkan bahasa yang sesuai dengan situasi kebahasaan, situasi resmi atau tidak resmi. Dalam situasi resmi, bahasa normatiflah yang dituntut, yaitu bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa, sedangkan dalam situasi tidak resmi diperkenankan adanya pelanggaran terhadap kaidah bahasa tersebut.
      Kedua, aspek kebahasaan (tata bahasa) diajarkan hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa. Jika bahasa siswa dalam situasi resmi menyalahi kaidah bahasa, guru barulah ”menyadarkan” siswa tentang kesalahan yang diperbuat dengan mengajarkan materi kebahasaan sesuai dengan kesalahan bahasa siswa. Dengan demikian, porsi pembelajaran kebahasaan tidak menjadi yang utama. Sebaliknya, jika bahasa siswa dalam situasi tidak resmi menyalahi kaidah bahasa, guru tidak perlu membahas materi kebahasaan tersebut. Jadi, materi kebahasaan diajarkan kepada siswa sesuai dengan jenis kesalahan bahasa yang diperbuat siswa terutama dalam penggambaran situasi berbahasa resmi. Dengan kata lain, aspek kebahasaan baru diperlukan untuk dibahas ketika guru menemukan kesalahan berbahasa pada siswa, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
      Meskipun komponen kebahasaan menjadi dasar kegiatan berbahasa yang harus dikuasai siswa, hal itu bukan menjadi tujuan pembelajaran bahasa. Komponen-komponen kebahasaan tersebut menjadi sarana untuk memahami dan menggunakan bahasa bagi tujuan tertentu. Secara khusus, prinsip-prinsip pembelajaran kebahasaan dapat diungkapkan sebagai berikut.
      Pertama, pembelajaran komponen kebahasaan merupakan pelatihan pemahaman dan penggunaan kata yang bermakna sesuai dengan keperluan komunikasi.
      Kedua, pembelajaran komponen kebahasaan terintegrasi ke dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Dengan demikian, pembelajaran kemampuan kebahasaan terfokus pada penggunaan bahasa secara fungsional dan bermakna sesuai dengan tujuan dan keperluan komunikasi.
      Ketiga, pembelajaran komponen kebahasaan tidak menganut tahap-tahap pembelajaran secara linguistis. Komponen fonologi tidak harus diajarkan lebih dahulu dibandingkan degan komponen morfologi atau sintaksis. Pembelajaran sintaksis, misalnya, harus berlangsung secara terpadu berdasarkan wacana yang kontekstual, fungsional, bermakna, dan bermanfaat bagi siswa maupun lingkungannya.
      Dengan demikian, materi kebahasaan selain tidak berstruktur juga tidak terbatas. Di sini guru dituntut untuk menguasai dengan baik seluruh aspek kebahasaan. Dengan penguasaan itu, guru akan mampu mengidentifikasi kesalahan berbahasa yang terjadi pada siswa dan mengelompok-ngelompokkan kesalahan tersebut berdasarkan materi kebahasaannya. Guru dituntut pula dapat mengurutkan materi kebahasaan sesuai dengan tingkat perkembangan atau kebutuhan siswa. Materi aspek kebahasaan yang harus disajikan bergantung pada keputusan guru secara profesional. Komponen kebahasaan yang dipilih haruslah didasarkan pada prinsip keterpaduan dan kesinambungan antarkomponen kebahasaan.
      Yang terkait dengan materi kebahasaan adalah pemilihan sampel-sampel bahasa dalam pembelajaran. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan sampel bahasa.
      Pertama, sampel bahasa haruslah berhubungan dengan proses belajar bahasa.
      Kedua, sampel bahasa harus sesuai dengan umur, jenjang pendidikan dan pengalaman siswa sebelum, saat ini, dan yang akan datang.
      Ketiga, sampel bahasa haruslah bersifat kontekstual, baik yang berhubungan dengan nilai historis, sosial, budaya, maupun nilai-nilai kemanusiaan.
      Keempat, sampel itu harus mendorong siswa untuk mencari sampel yang lain.
      Kelima, sampel bahasa dapat berupa naskah utuh, petikan bagian, atau adaptasi yang bersumber dari buku teks, dokumen resmi, karya sastra, pidato, berita koran atau televisi, percakapan telepon, dialog siswa, laporan, dan sebagainya (Parera, 1996).
      Problematika utama yang paling banyak ditemukan dalam pembelajaran aspek kebahasaan di sekolah adalah pembelajaran aspek kebahasaan cenderung disesuaikan dengan materi kebahasaan yang terdapat dalam buku pelajaran. Problematika utama ini muncul karena beberapa sebab, di antaranya adalah guru banyak yang melakukan pembelajaran hanya mengikuti bahan ajar (buku pelajaran) yang tersedia bahkan tidak sedikit guru dalam proses pembelajaran aspek kebahasaan hanya mempergunakan satu jenis buku pelajaran. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan guru itu sendiri atau oleh karena guru itu menganggap bahwa bahan yang disediakan sesuai dengan prinsip-prinsip proses belajar mengajar dan cara belajar bahasa (Siahaan, 1987:1). Hampir dapat dipastikan bahwa semua guru di sekolah dalam pembelajaran aspek kebahasaan hanya memanfaatkan buku pelajaran yang sudah disediakan oleh para penerbit buku.
      Jika buku pelajaran itu menyediakan materi kebahasaan yang sesuai dengan kurikulum, pembelajaran aspek kebahasaan masih dapat dikatakan agak memenuhi tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa banyak buku pelajaran yang menyajikan materi kebahasaan yang tidak sesuai dengan kurikulum. Hasil kajian terhadap buku Bahasa dan Sastra Indonesia Karya Nurhadi dkk. dan Bahasa Indonesia karya Agus Supriatna yang dilakukan penulis, misalnya, menyatakan bahwa tingkat relevansi materi kebahasaan dalam buku Bahasa dan Sastra Indonesia karya Nurhadi dkk. dan Bahasa Indonesia karya Agus Supriatna dengan Kurikulum 2006 sangat rendah, masing-masing hanya mencapai 38% dan 11% (Ghufron dan Azis, 2008:21). Hal ini menunjukkan bahwa materi kebahasaan yang disajikan dalam buku-buku pelajaran belum dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia.
      Selain itu, hasil kajian yang dilakukan penulis terhadap dua buku pelajaran tersebut menunjukkan adanya problem lain, di antaranya adalah sebagai berikut:
      Materi kebahasaan yang ada dalam kedua buku pelajaran tersebut masih disajikan secara terpisah (bersifat diskrit). Hal ini jelas tidak sesuai dengan prinsip pembelajaran kebahasaan yang menyatakan bahwa pembelajaran komponen kebahasaan harus terintegrasi ke dalam pembelajaran keterampilan berbahasa sehingga pembelajaran kemampuan kebahasaan terfokus pada penggunaan bahasa secara fungsional dan bermakna sesuai dengan tujuan dan keperluan komunikasi.
      Dalam buku pelajaran bahasa Indonesia masih banyak ditemukan tugas-tugas yang terkait dengan materi kebahasaan yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa. Perhatikan contoh tugas yang ditemukan pada buku pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas VII semester 1 berikut!
      Ubahlah kalimat-kalimat berikut menjadi lebih efektif ketika digunakan untuk bertelepon!
      1. Saya sudah membaca buku yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk itu ketika saya masih duduk di kelas I SMP di kota Palembang yang saya pinjam dari perpustakaan sekolah.
      2. Adikku aktif mengikuti latihan membaca puisi di sekolahnya dan sejak berlatih membaca puisi itu sekarang adikku memiliki rasa percaya diri ketika tampil di hadapan umum.
      3. Tolong setiap anggota kelompok menggunting sebuah artikel dan membawa artikel yang digunting dari halaman utama koran yang terbit pada hari Sabtu yang lalu.
      4. Nita, kamu sudah menonton film Ada Apa dengan Cinta yang disutradarai Mira Lesmana dengan pemeran utama Dian Sastro dan Nicholas Saputra yang mengilhami lahirnya sinetron yang temanya mengangkat kehidupan di seputar remaja?
      5. Dhifa, tolong sampaikan untuk menemui Ibu Soraya bagian humas dari perusahaan kosmetika Puteri Jelita, besok sore pada jam 15.00, kepada seksi penggalangan dana sponsor panitia peringatan Hari Ibu. (Nurhadi dkk., 2005:69)
      Tugas tersebut jelas tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa yang masih berusia 13 tahun. Hal ini juga tidak sesuai dengan prinsip yang mengatakan bahwa sampel bahasa harus sesuai dengan umur, jenjang pendidikan dan pengalaman siswa sebelum, saat ini, dan yang akan datang sebagaimana diuraikan di atas.
      Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aspek kebahasaan yang hanya didasarkan pada buku pelajaran, apalagi hanya satu jenis buku pelajaran, yang disediakan penerbit dianggap masih jauh dari prinsip-prinsip pembelajaran kebahasaan. Hal ini dapat dimaklumi karena bahan pembelajaran itu umumnya ditulis berdasarkan selera atau intuisi penulis saja kemudian dikatakan bahwa bahan itu telah ditulis berdasarkan kurikulum yang berlaku. Selain itu, tidak sedikit buku pelajaran yang ditulis bersamaan dengan penyusunan kurikulum sehingga kurang ada relevansi di antara keduanya (Siahaan, 1987:1). Hal ini juga menunjukkan bahwa penyusunan buku pelajaran bahasa Indonesia selama ini belum menggunakan sampel bahasa yang seharusnya bersifat kontekstual, baik yang berhubungan dengan nilai historis, sosial, budaya, maupun nilai-nilai kemanusiaan.


      SOLUSI

      Solusi yang dapat ditawarkan untuk memperbaiki pembelajaran aspek kebahasaan di antaranya sebagai berikut:
      1. Meningkatkan kompetensi guru bahasa Indonesia
      Kompetensi guru bahasa Indonesia yang harus ditingkatkan terutama kompetensi dalam hal-hal berikut:
      1. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran lingiuistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa
      2. Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa
      3. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia
      4. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
      Dengan kompetensi tersebut diharapkan guru bahasa Indonesia dapat melaksanakan pembelajaran aspek kebahasaan sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa terutama dalam hal membetulkan kesalahan bahasa pada siswa karena aspek kebahasaan (tata bahasa) diajarkan hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa. Jika bahasa siswa dalam situasi resmi menyalahi kaidah bahasa, guru barulah ”menyadarkan” siswa tentang kesalahan yang diperbuat dengan mengajarkan materi kebahasaan sesuai dengan kesalahan bahasa siswa. Sebaliknya, jika bahasa siswa dalam situasi tidak resmi menyalahi kaidah bahasa, guru tidak perlu membahas materi kebahasaan tersebut. Jadi, materi kebahasaan diajarkan kepada siswa sesuai dengan jenis kesalahan bahasa yang diperbuat siswa terutama dalam penggambaran situasi berbahasa resmi. Dengan kata lain, aspek kebahasaan baru diperlukan untuk dibahas ketika guru menemukan kesalahan berbahasa pada siswa, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
      (2) Menyusun buku ajar kebahasaan berdasarkan kesalahan bahasa siswa
      Buku ajar berdasarkan kesalahan bahasa siswa ini tentu saja disusun berdasarkan penelitian terhadap kesalahan bahasa siswa terutama terkait dengan keterampilan berbahasa nyata terutama keterampilan produktif (berbicara dan menulis) dalam situasi resmi yang menuntut penggunaan bahasa normatif, bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
      (3) Mengadakan penelitian tentang perkembangan gramatika bahasa Indonesia anak usia sekolah. Hasil penelitian tentang perkembangan gramatika bahasa Indonesia anak usia sekolah ini sangat penting sebagai pedoman bagi perancang buku atau guru bahasa Indonesia dalam menyiapkan materi dan tugas kebahasaan sehingga materi dan tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa.

      C. SIMPULAN
      Pemilihan bahan ajar harus didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sudah ditentukan dalam kurikulum. Pemilihan bahan ajar itu harus didasarkan pada prinsip-prinsip: prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Adapun langkah-langkah pemilihan bahan ajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
      (1) Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar,
      (2) Mengidentifikasi jenis-jenis materi pembelajaran,
      (3) Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
      (4) Memilih sumber bahan ajar.
      Dalam Kurikulum 2006 materi aspek kebahasaan terlihat secara eksplisit dari kata-kata yang ada pada kompetensi dasar (KD), sedangkan pada standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar kompetensi (SK) tidak terlihat secara eksplisit. Kata-kata yang menjadi indikator adanya materi kebahasaan itu terbatas sebagai penjelas/keterangan yang memberikan penjelasan secara lengkap terhadap aspek keterampilan bahasa yang terdapat pada standar kompetensi. Materi kebahasaan yang dimaksud dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
      (1) Pilihan kata dan kalimat efektif,
      (2) Kalimat lugas dan sederhana,
      (3) Bahasa yang baik dan benar,
      (4) Bahasa yang efektif, baik dan benar,
      (5) Bahasa yang santun,
      (6) Kalimat langsung dan tak langsung.

      Problema utama yang muncul dalam pembelajaran aspek kebahasaan di sekolah bersumber dari pembelajaran yang hanya berdasarkan buku pelajaran yang disediakan penerbit. Padahal materi kebahasaan dalam buku pelajaran itu tidak relevan dengan kurikulum dan juga tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa. Dengan demikian, pembelajaran dalam aspek kebahasaan di sekolah belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk mengatasi problema tersebut, solusi yang dapat diambil di antaranya:
      (1) Meningkatkan kompetensi guru bahasa Indonesia,
      (2) Menyusun buku ajar kebahasaan berdasarkan kesalahan bahasa siswa, dan
      (3) Mengadakan penelitian tentang perkembangan gramatika bahasa Indonesia anak usia sekolah.

      DAFTAR PUSTAKA

      suksesbersamasukarto.blogspot.com/.../problematika-pembelajaran-aspek.html

      http://www.masbied.com/2010/02/20/problematika-pendidikan-di-indonesia-dan-solusi-pemecahannya/



      0 comments:

      Post a Comment

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news