4:55 AM
Unknown
No comments
PROFESI
PENDIDIKAN
Profesi
Guru dan Dosen
Oleh
: Kusnadi
- Pendahuluan
Disahkanya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(UUGD), merupakan trobosan dalam sejarah pendidikan dinegeri kita.
Pengesahan UUGD memberikan jaminan hukum atas kesejahteraan ekonomi
guru dan dosen serta freedom of speech (pembebasan kemampuan)
mereka. Dalam hal ini berarti, membebaskan kemampuan guru dan dosen
untuk menjadi seorang pengajar yang berkompeten atas tuntutan profesi
mereka. Implementasi (pelaksanaan) UUGD memunculkan aneka persoalan,
seperti menyangkut streaming (urutan) pendidikan profesi guru,
yang paling menghebohkan yaitu sertifikasi dan pemberian tunjangan
profesi guru. Terlepas dari itu semua, pengesahan UUGD telah menandai
dimulainya proliferasi (perkembangbiakan) profesi. Proliferasi
profesi akan menghadirkan mekanisme multilevel/ multitahap dalam
pendidikan, pelatihan dan penyiapan guru.
UUGD
merupakan harapan akan hadirnya guru-guru bermutu melalui tahap
profesionalisasi, upaya meningkatkan mutu guru berlangsung secara
eceran dalam tahap demi tahap pendidikan yang terfokus pada
penyemaian suatu kompetensi. Proliferasi profesi segera menumbuhkan
keraguan tentang sejauh mana profesionalisasi calon guru mampu
membekali guru-guru di Indonesia dengan basis pengetahuan yang solid
(kokoh atau mendalam), dan kompetensi keguruan yan utuh.
Dalam
hal ini dapat ditemukan beberapa masalah sebagai berikut:
- Peluang menjadi guru terbuka lebar bagi para sarjana, hal ini tidak terlihat pada skema yang terkait antara proses pendidikan ditingkat sarjana dengan profesi keguruan.
- Pengurangan pentingnya kadar penguasaan ilmu pengetahuan, yakni anggapan bahwa ketrampilan keguruan dapat berkembang siring pengalaman mengajar.
- Profesionalisai pekerjaan guru membuat para sarjana lulusan FKIP atau IKIP yang secara khusus dididik sebagai calon guru dianggap tidak kompeten, sebelum dinyatakan lolos saringan bersama para sarjana bidang non-keguruan.
- Profesionalisasi pekerjaan guru bertahap-tahap dimaksudkan sebagai satu rangkian proses diraihnya kompetensi guru: setelah sarjana, kemudian profesi, lalu sertifikasi, baru menjadi guru.
- Pandangan Mengenai Guru dan Dosen
Guru dan Dosen dianggap sebagai superior oleh para peserta didiknya,
hal ini karena kepedulian terhadap anak-anak didiknya, dan oleh
anak-anak didiknya dijadikan dasar pengakuan mereka terhadap otoritas
(kewenangan) sang guru/ dosen dengan penuh respek (rasa
hormat) adalah dengan persiapan mengajar mata pelajaran (subject
matter). Seorang guru/ dosen dianggap gagal bila tidak mampu
membangkitkan kerja sama yang antusias terhadap tugas-tugas yang
dilakukan dalam kelas dan melibatkan semua siswa yang ada, jadi
seorang guru atau dosen harus mampu menyiapkan materi pelajaran
dengan metode yang menarik.
Jika dilihat dari berbagai jenis profesi yang ada, maka dapat
disederhanakan menjadi dua kategori, profesi yang hakiki.
Pertama ”guru”, kedua “dan lain-lain”. Dalam kategori yang
kedua ini seperti: Presiden, Menteri, Jenderal, Direktur, dan
lainnya, merupakan jabatan yang takkan pernah ada tanpa adanya
“Guru”.
Maka daru itu guru pantas disebut dengan “pahlawan tanpa tanda
jasa”, hal ini dikarenakan jika seluruh permukaan bajunya takkan
mampu menampung “Bintang” untuk setiap siswa atau mahasiswa yang
berhasil dibuatnya menjadi “orang”, untuk profesi kategori kedua
tersebut perlu adanya pernyataan dengan suatu tanda jasa.
Oleh karena itu, memasuki abad ke-21 terjadi perubahan besar dalam
kehidupan masyarakat dunia termasuk masyarakat Indonesia.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen merupakan
suatu jawaban terhadap perubahan tersebut. Perubahan tersebut juga
mempengaruhi profesionalisme guru di Indonesia, yaitu:
- Kemajuan ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat termasuk ilmu pengetahuan yang mendasari profesi guru.
- Arus globalisasi yang melanda dan menghancurkan sisa-sisa perspektif poskolonialisme.
- Lahirnya profesionalime dalam dunia modern yang meminta professional dalam dunia pendidikan untuk manajemen lembaga-lembaga social (social institutions) termasuk lembaga pendidikan secara efisien dan efektif.
- Komitmen politik dari pemerintah dan masyarakat untuk mengalokasikan 20% dari APBN dan APBD untuk pendidikan
Maka diadakanlah kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru dalam
jabatan yang merupakan amanah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19
tahun 2005 pasal 8, 9, dan 10. Guiru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV)
Kompetensi guru meliputi:
- Kompetensi Pendagogik.
Yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi
pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi pembelajaran dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikanberbagai potensi yang dimilikinya.
- Kompetensi Kepribadian
Yaitu guru memiliki kepribadian yang mantap stabil, dewasa, arif,
dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia.
- Kompetensi Sosial
Yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik,
sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik
dan masyarakat sekitar.
- Kompetensi Profesional
Yaitu kemampuan untuk dapat menguasai materi pembelajaran secara luas
dan mendalam dan memungkinkan guru mampu membimbing peserta didik
memenuhi standar kompetensi minimal yang seharusnya dikuasai oleh
peserta didik
- Penutup
Pengembangan profesi guru di Indonesia dalam menghadapi perubahan
global abad 21 ternyata meminta berbagai upaya legitimasi profesi
guru yang meliputi legitimasi yurisdiksi ilmu pengetahuan, legitimasi
yurisdiksiprofesional, dan legitimasi yurisdiksi sosial. Inilah
pandangan baru yang perlu diperhatikan dalam upaya merevitalisasi
(mengembangkan) lembaga pendidikan guru sebagaimana yang dituntut
oleh UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dan jalan panjang
pun masih harus ditempuh para guru dan birokrat pendidikan serta
masyarakat dan orang tua untuk menuju pendidikan yang berkualitas
karena berbagi criteria harus dipenuhi.
Para guru harus tetap tabah menghadapi semua kondisi seperti ini, dan
harus tetap bekerja on the track, agar menghasilkan generasi
bangsa yang cerdas, jujur, bermoral, yang akan memimpin bangsa dimasa
depan. Yakinkan bahwa kita bisa melakukan itu semua. Semua orang
memiliki kemampuan untuk mendaki semua tingkat ketinggian, asalkan ia
tahu dan bertanggung jawab atas dirinya secara benar. Maka guru perlu
melihat apa yang perlu dikembangkan dilapangan, dan diperlukan
refleksi terus menerus, melakukan riset tindakan sederhana, dan
membuat action (tindakan) untuk mengatasi persoalan yang ada.
Maka dengan perlahan, setiap guru sudah mengembangkan pendidikan dan
andil dlam mempermutu pendidikan di Indonesia.
Daftar Pustaka
Zamroni, dkk. 2009. Pengembangan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Uhamka Press
0 comments:
Post a Comment