• Pages

      Saturday, November 2, 2013

      PROFESI PENDIDIKAN



      PROFESI PENDIDIKAN
      Profesi Guru dan Dosen
      Oleh : Kusnadi


      1. Pendahuluan

      Disahkanya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), merupakan trobosan dalam sejarah pendidikan dinegeri kita. Pengesahan UUGD memberikan jaminan hukum atas kesejahteraan ekonomi guru dan dosen serta freedom of speech (pembebasan kemampuan) mereka. Dalam hal ini berarti, membebaskan kemampuan guru dan dosen untuk menjadi seorang pengajar yang berkompeten atas tuntutan profesi mereka. Implementasi (pelaksanaan) UUGD memunculkan aneka persoalan, seperti menyangkut streaming (urutan) pendidikan profesi guru, yang paling menghebohkan yaitu sertifikasi dan pemberian tunjangan profesi guru. Terlepas dari itu semua, pengesahan UUGD telah menandai dimulainya proliferasi (perkembangbiakan) profesi. Proliferasi profesi akan menghadirkan mekanisme multilevel/ multitahap dalam pendidikan, pelatihan dan penyiapan guru.
      UUGD merupakan harapan akan hadirnya guru-guru bermutu melalui tahap profesionalisasi, upaya meningkatkan mutu guru berlangsung secara eceran dalam tahap demi tahap pendidikan yang terfokus pada penyemaian suatu kompetensi. Proliferasi profesi segera menumbuhkan keraguan tentang sejauh mana profesionalisasi calon guru mampu membekali guru-guru di Indonesia dengan basis pengetahuan yang solid (kokoh atau mendalam), dan kompetensi keguruan yan utuh.
      Dalam hal ini dapat ditemukan beberapa masalah sebagai berikut:
      1. Peluang menjadi guru terbuka lebar bagi para sarjana, hal ini tidak terlihat pada skema yang terkait antara proses pendidikan ditingkat sarjana dengan profesi keguruan.
      2. Pengurangan pentingnya kadar penguasaan ilmu pengetahuan, yakni anggapan bahwa ketrampilan keguruan dapat berkembang siring pengalaman mengajar.
      3. Profesionalisai pekerjaan guru membuat para sarjana lulusan FKIP atau IKIP yang secara khusus dididik sebagai calon guru dianggap tidak kompeten, sebelum dinyatakan lolos saringan bersama para sarjana bidang non-keguruan.
      4. Profesionalisasi pekerjaan guru bertahap-tahap dimaksudkan sebagai satu rangkian proses diraihnya kompetensi guru: setelah sarjana, kemudian profesi, lalu sertifikasi, baru menjadi guru.

      1. Pandangan Mengenai Guru dan Dosen
      Guru dan Dosen dianggap sebagai superior oleh para peserta didiknya, hal ini karena kepedulian terhadap anak-anak didiknya, dan oleh anak-anak didiknya dijadikan dasar pengakuan mereka terhadap otoritas (kewenangan) sang guru/ dosen dengan penuh respek (rasa hormat) adalah dengan persiapan mengajar mata pelajaran (subject matter). Seorang guru/ dosen dianggap gagal bila tidak mampu membangkitkan kerja sama yang antusias terhadap tugas-tugas yang dilakukan dalam kelas dan melibatkan semua siswa yang ada, jadi seorang guru atau dosen harus mampu menyiapkan materi pelajaran dengan metode yang menarik.
      Jika dilihat dari berbagai jenis profesi yang ada, maka dapat disederhanakan menjadi dua kategori, profesi yang hakiki. Pertama ”guru”, kedua “dan lain-lain”. Dalam kategori yang kedua ini seperti: Presiden, Menteri, Jenderal, Direktur, dan lainnya, merupakan jabatan yang takkan pernah ada tanpa adanya “Guru”.
      Maka daru itu guru pantas disebut dengan “pahlawan tanpa tanda jasa”, hal ini dikarenakan jika seluruh permukaan bajunya takkan mampu menampung “Bintang” untuk setiap siswa atau mahasiswa yang berhasil dibuatnya menjadi “orang”, untuk profesi kategori kedua tersebut perlu adanya pernyataan dengan suatu tanda jasa.
      Oleh karena itu, memasuki abad ke-21 terjadi perubahan besar dalam kehidupan masyarakat dunia termasuk masyarakat Indonesia. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen merupakan suatu jawaban terhadap perubahan tersebut. Perubahan tersebut juga mempengaruhi profesionalisme guru di Indonesia, yaitu:
      1. Kemajuan ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat termasuk ilmu pengetahuan yang mendasari profesi guru.
      2. Arus globalisasi yang melanda dan menghancurkan sisa-sisa perspektif poskolonialisme.
      3. Lahirnya profesionalime dalam dunia modern yang meminta professional dalam dunia pendidikan untuk manajemen lembaga-lembaga social (social institutions) termasuk lembaga pendidikan secara efisien dan efektif.
      4. Komitmen politik dari pemerintah dan masyarakat untuk mengalokasikan 20% dari APBN dan APBD untuk pendidikan
      Maka diadakanlah kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru dalam jabatan yang merupakan amanah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 pasal 8, 9, dan 10. Guiru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV)

      Kompetensi guru meliputi:
      1. Kompetensi Pendagogik.
      Yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikanberbagai potensi yang dimilikinya.
      1. Kompetensi Kepribadian
      Yaitu guru memiliki kepribadian yang mantap stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
      1. Kompetensi Sosial
      Yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
      1. Kompetensi Profesional
      Yaitu kemampuan untuk dapat menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam dan memungkinkan guru mampu membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi minimal yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik

      1. Penutup
      Pengembangan profesi guru di Indonesia dalam menghadapi perubahan global abad 21 ternyata meminta berbagai upaya legitimasi profesi guru yang meliputi legitimasi yurisdiksi ilmu pengetahuan, legitimasi yurisdiksiprofesional, dan legitimasi yurisdiksi sosial. Inilah pandangan baru yang perlu diperhatikan dalam upaya merevitalisasi (mengembangkan) lembaga pendidikan guru sebagaimana yang dituntut oleh UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dan jalan panjang pun masih harus ditempuh para guru dan birokrat pendidikan serta masyarakat dan orang tua untuk menuju pendidikan yang berkualitas karena berbagi criteria harus dipenuhi.
      Para guru harus tetap tabah menghadapi semua kondisi seperti ini, dan harus tetap bekerja on the track, agar menghasilkan generasi bangsa yang cerdas, jujur, bermoral, yang akan memimpin bangsa dimasa depan. Yakinkan bahwa kita bisa melakukan itu semua. Semua orang memiliki kemampuan untuk mendaki semua tingkat ketinggian, asalkan ia tahu dan bertanggung jawab atas dirinya secara benar. Maka guru perlu melihat apa yang perlu dikembangkan dilapangan, dan diperlukan refleksi terus menerus, melakukan riset tindakan sederhana, dan membuat action (tindakan) untuk mengatasi persoalan yang ada. Maka dengan perlahan, setiap guru sudah mengembangkan pendidikan dan andil dlam mempermutu pendidikan di Indonesia.


      Daftar Pustaka
      Zamroni, dkk. 2009. Pengembangan Profesionalisme Guru. Jakarta: Uhamka Press

      0 comments:

      Post a Comment

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news