• Pages

      Saturday, November 2, 2013

      Pembelajaran Berbasis Wacana




      BAB I
      PENDAHULUAN

        1. Latar Belakang
      Pembelajaran dalam segala bidang merupakan suatu hal yang dianggap penting guna bekal untuk lebih berwawasan dan memperoleh informasi. Metode pembelajaran yang digunakan seorang guru akan sangat berpengaruh terhadap pemahaman belajar siswa terhadap bahan ajar yang disajikan. Penggunaan metode dalam pengajaran yang dipilih oleh seorang guru juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas belajarnya. Agar keaktifan belajar siswa dapat ditingkatkan seoptimal mungkin, maka seorang guru perlu memvariasikan metode pembelajaran yang digunakannya serta dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif. Diperlukan sebuah strategi belajar yang baru yang dapat mendorong siswa untuk mengkonstruksikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan dunia nyata.
      Hasil dari suatu pembelajaran diharapkan akan menjadi lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Denga istilah lain pendidikan bukanlah seperti mengisi tong kosong dengan berbagai jenis ilmu, disinilah suatu Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
      Dalam hal ini pembelajaran lebih mengutamakan pada pembelajaran wacana atau bacaan, sehingga pembelajaran ini tak jauh dan tak bisa terlepas dengan membaca. Karena Membaca adalah jendela dunia, karena dengan membaca maka manusia dapat mengetahui banyak hal yang tidak diketahuinya. Kemampuan dan kemauan membaca akan mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan (skill) seseorang. Semakin banyak membaca dapat dipastikan seseorang akan semakin banyak tahu dan banyak bisa, artinya banyaknya pengetahuan seseorang akan membantu dirinya dalam melakukan banyak hal yang sebelumnya tidak dikuasainya, sehingga seseorang yang banyak membaca memiliki kualitas yang lebih dari orang yang sedikit membaca.
      Oleh karena itu, pengenalan aneka tujuan dalam pengajaran wacana ini akan mendorong para pengajar untuk berperan aktif sebagai fasilitator. Yaitu seorang pengajar tidak hanya menjadi seorang pendidik dan pengajar saja melainkan juga sebagai pemenuh kebutuhan peserta didik terutama dalam hal pembelajaran.

        1. Tujuan
      Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini meliputi:
      1. Agar dapat mengetahui tentang definisi Wacana.
      2. Agar dapat membuat contoh dari masing-masing pembahasan.
      3. Agar dapat mengetahui apa saja fungsi wacana dalam setiap pokok pembahasan.

        1. Rumusan Masalah
      Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam pembahasan meliputi:
      1. Bagaimana definisi tentang wacana?
      2. Bagaimana definisi tentang fungsi wacana?
      3. Bagaimana definisi tentang bentuk wacana?
      BAB II
      PEMBAHASAN


      2.1 Definisi Wacana
      Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi paling utama bagi manusia didunia. Dalam kehidupan sehari–hari manusia menggunakan bahasa sebagai sarana untuk berinteraksi antara satu dengan yang lain. Dengan berinteraksi tersebut, manusia dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial dengan bekerja sama untuk dapat menyatakan suatu pikiran dan pendapatnya.
      Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh Masyarakat mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1992: 21). Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan dan pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam berkomunikasi maupun berinteraksi antara individu maupun kelompok.

      Dengan demikian manusia tidak dapat terlepas dari bahasa. Pernyataan ini senada dengan pendapat Samsuri (1987: 4) bahwa manusia tidak lepas memakai bahasa karena bahasa alat yang dipakainya untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian, yang baik maupun yang buruk; tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa; tanda yang jelas dari budi kemanusiaan. Dari pembicaraan seseorang, kita dapat
      untuk berhubungan dan kerja sama, saling berinteraksi mengungkap tidak saja keinginannya, tetapi juga motif keinginannya, latar belakang pendidikannya, pergaulannya, dapat istiadatnya, dan lain sebagainya (Samsuri, 1987: 4).

      Sebagai alat komunikasi, bahasa harus mampu menampung perasaan dan pikiran penutur, serta mampu menimbulkan adanya saling mengerti antarpenutur atau penulis dengan pendengar atau pembaca. Seseorang dapat berkomunikasi dengan baik dalam suatu bahasa, bila orang tersebut menguasai sistem bahasa itu. Sempurna atau tidaknya bahasa sebagai alat komunikasi
      umum, sanagat ditentukan oleh kesempurnaan sistem atau aturan bahasa dari masyarakat pemakainya (Santoso, 1990: 1).

      Bahasa Jawa (BJ) salah satu bahasa daerah di Indonesia. Penutur bahasa Jawa di Indonesia tergolong paling banyak bila dibandingkan dengan penutur bahasa-bahasa daerah lainnya. Penutur BJ sebagian besar berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu BJ telah tersebar di wilayah nusantara. Hal ini disebabkan adanya program transmigrasi sehingga secara tidak langsung BJ juga berkembang di daerah transmigrasi. Bahasa Jawa digunakan pula di Suriname dan Kaledonia Baru (Sudaryanto, dkk, 2001: 97).

      2.2 Fungsi Wacana
      Fungsi BJ sebagai alat komunikasi bagi masyarakat penuturnya. Fungsi BJ yang lain, seperti (1) dalam pengembangan sastra dan budaya Jawa; (2) sebagai asset nasional, (3) sebagai cara komunikasi intra-etnik, (4) sebagai identitas atau jati diri penuturnya, (5) bahasa pengantar proses belajar mengajar ditingkat awal sekolah dasar di Jawa, (6) sebagai bahasa pengantar
      dalam kegiatan seni pertunjukan tradisional (Padmaningsih, 2000: 1). BJ juga memiliki hubungan yang erat dengan agama, budaya, seni, dapat istiadat dalam masyarakat penuturnya. Hal ini tampak pada penggunaan bahasa dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

      2.3 Bentuk Wacana
      Penutur BJ umumnya memahami bahwa bahasa Jawa mempunyai banyak variasi baik variasi sosial maupun variasi regional. Oleh sebab itu, masyarakat Jawa sangat berhati-hati dalam berbahasa. Mereka sangat memperhatikan ragam bahasa yang digunakan. Dalam berkomunikasi (berbahasa) masyarakat Jawa menekankan "tepa slira", dalam arti kata bahwa
      penutur dan mitra tutur dalam BJ sangat memperhatikan dampak dari kata-kata dan perbuatan mereka terhadap orang lain (Mulder dalam Sudaryanto, (2001: 98). Hal ini membawa pengaruh perilaku berbahasa masyarakat Jawa.

      BJ merupakan warisan nenek moyang dan sangat adilubung, karena didalamnya terdapat unggah-ungguhing basa yang berfungsi sebagai pembentuk perilaku kehidupan manusia (Sundari dalam Sudaryanto, 2001: 98). Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakai bahasa tidak hanya
      ditentukan oleh faktor status sosial, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, umur, perbedaan, jenis kelamin, dan sebagainya. Selain itu, bahasa dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor situsional, yaitu; siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada, siapa, kapan, dimana, dan mengenai apa (Suwito, 1991:4).

      Berdasarkan saluran yang digunakan dalam komunikasi, wacana dapat dibedakan menjadi wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis adalah teks yang berupa rangkaian kalimat yang menggunakan ragam bahasa tulis. Wacana teks dapat kita temukan dalam bentuk buku, berita Koran, artikel, makalah, dan sebagainya. Sedangkan teks lisan sebagai rangkaian kalimat
      yang ditranskrip dari rekaman bahasa lisan misalnya percakapan, khotbah dan siaran langsung di radio atau televisi (Rani, dkk, 2006: 26).

      Keluhan wacana yang mengandung kata atau kalimat yang diungkapkan karena perasaan susah. Wacana keluhan dalam bahasa Jawa merupakan wacana lisan, yaitu suatu peristiwa kebahasaan yang dilakukan secara verbal. Brown dan Yule (dalam Sumarlam 2003: 248-249) menyatakan meskipun bahasa mungkin dipakai untuk melaksanakan banyak fungsi komunikasi, tetapi fungsi yang paling penting adalah menyampaikan informasi. Brown dan Yule menegaskan bahwa wacana lisan mempunyai tuturan yang dibandingkan dengan bahasa atau wacana tulis. Bahasa Jawa dalam komunikasi lisan dapat berupa pidato, ceramah, berbincang-bincang,
      sedangkan dalam komunikasi tulis dapat berupa surat kabar, majalah, buku cetakan, selebaran, dan sebagainya.

      Dalam wacana keluhan pasti mempunyai topik yang disampaikan. Topik tersebut merupakan inti dari keutuhan wacana yang diinformasikan. Poedjosoedarmo (dalam Baryadi, 2002: 54) mengungkapkan bahwa topic adalah perihal yang dibicarakan dalam wacana. Hal ini berarti topik menjiwai seluruh bagian wacana. Topiklah yang menyebabkan lahirnya wacana dan berfungsinya wacana dalam proses komunikasi verbal karena suatu wacana akan lahir jika ada yang dibicarakan dan dapat digunakan sebagai alat komunikasi jika mengandung suatu yang dibicarakan (Baryadi, 2002: 54).




      BAB III
      PENUTUP

      3.1 Simpulan
      Simpulan dari makalah ini meliputi aspek sebagai berikut.
      Kehidupan sehari–hari manusia menggunakan bahasa sebagai sarana untuk berinteraksi antara satu dengan yang lain. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial dengan bekerja sama untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan dan pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam berkomunikasi maupun berinteraksi anatara individu maupun kelompok. Dengan demikian manusia tidak dapat terlepas dari bahasa. Pernyataan ini senada dengan pendapat Samsuri (1987: 4) bahwa manusia tidak lepas memakai bahasa karena bahasa alat yang dipakainya untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Penutur BJ umumnya memahami bahwa bahasa Jawa mempunyai banyak variasi baik variasi sosial maupun variasi regional. Dalam berkomunikasi (berbahasa) masyarakat Jawa menekankan "tepa slira", dalam arti kata bahwa penutur dan mitra tutur dalam BJ sangat memperhatikan dampak dari kata-kata dan perbuatan mereka terhadap orang lain (Mulder dalam Sudaryanto, 2001: 98). Hal ini membawa pengaruh perilaku berbahasa masyarakat Jawa. BJ merupakan warisan nenek moyang dan sangat adilubung, karena didalamnya terdapat unggah-ungguhing basa yang berfungsi sebagai pembentuk perilaku kehidupan manusia (Sundari dalam Sudaryanto, 2001: 98). Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakai bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor status sosial, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, umur, perbedaan, jenis kelamin, dan sebagainya. Selain itu, bahasa dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor situsional, yaitu; siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada, siapa, kapan, dimana, dan mengenai apa (Suwito, 1991:4).


      3.2 Saran
      Saran dari penyusun untuk dapat mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan kompetensi dasar yang diharapkan. Maka hendaknya sebelum materi pembelajaran berbasis wacana tersebut diterapkan pada peserta didik dan tujuannya yang hendak dicapai dalam setiap pembelajaran maka harus benar-benar dapat dipahami, dan agar kegiatan pemahaman mengenai wacana dan bahasa dapat dilakukan dengan keprofesionalan yang sudah didalami serta dapat diterapkan dalam lingkup masyarakat, terutama pada dunia pendidikan.
      Maka seorang pengajar harus memperhatikan kejiwaan setiap peserta didiknya, karena dengan memperhatikan kejiwaan dari setiap peserta didik seorang pengajar akan mendapat kepuasan tersendiri selama proses belajar mengajar berlangsung. Maka setiap pengajar harus mampu dan mau memperhatikan kejiwaan dari para peserta didik.



      0 comments:

      Post a Comment

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news