5:08 AM
Unknown
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pembelajaran dalam segala bidang merupakan suatu
hal yang dianggap penting guna bekal untuk lebih berwawasan dan
memperoleh informasi. Metode pembelajaran yang digunakan seorang guru
akan sangat berpengaruh terhadap pemahaman belajar siswa terhadap
bahan ajar yang disajikan. Penggunaan metode dalam pengajaran yang
dipilih oleh seorang guru juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas
belajarnya. Agar keaktifan belajar siswa dapat ditingkatkan seoptimal
mungkin, maka seorang guru perlu memvariasikan metode pembelajaran
yang digunakannya serta dapat menciptakan suasana belajar yang
kondusif. Diperlukan sebuah strategi belajar yang baru yang dapat
mendorong siswa untuk mengkonstruksikan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya dengan dunia nyata.
Hasil dari suatu pembelajaran diharapkan akan menjadi lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan
dari guru ke siswa. Denga istilah lain pendidikan bukanlah seperti
mengisi tong kosong dengan berbagai jenis ilmu, disinilah suatu
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam hal ini pembelajaran lebih mengutamakan pada pembelajaran
wacana atau bacaan, sehingga pembelajaran ini tak jauh dan tak bisa
terlepas dengan membaca. Karena Membaca adalah jendela dunia, karena
dengan membaca maka manusia dapat mengetahui banyak hal yang tidak
diketahuinya. Kemampuan dan kemauan membaca akan mempengaruhi
pengetahuan dan keterampilan (skill) seseorang. Semakin banyak
membaca dapat dipastikan seseorang akan semakin banyak tahu dan
banyak bisa, artinya banyaknya pengetahuan seseorang akan membantu
dirinya dalam melakukan banyak hal yang sebelumnya tidak dikuasainya,
sehingga seseorang yang banyak membaca memiliki kualitas yang lebih
dari orang yang sedikit membaca.
Oleh karena itu, pengenalan aneka tujuan dalam pengajaran wacana ini
akan mendorong para pengajar untuk berperan aktif sebagai
fasilitator. Yaitu seorang pengajar tidak hanya menjadi seorang
pendidik dan pengajar saja melainkan juga sebagai pemenuh kebutuhan
peserta didik terutama dalam hal pembelajaran.
- Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah
ini meliputi:
- Agar dapat mengetahui tentang definisi Wacana.
- Agar dapat membuat contoh dari masing-masing pembahasan.
- Agar dapat mengetahui apa saja fungsi wacana dalam setiap pokok pembahasan.
- Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam pembahasan meliputi:
- Bagaimana definisi tentang wacana?
- Bagaimana definisi tentang fungsi wacana?
- Bagaimana definisi tentang bentuk wacana?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Wacana
Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi paling utama bagi manusia
didunia. Dalam kehidupan sehari–hari manusia menggunakan bahasa
sebagai sarana untuk berinteraksi antara satu dengan yang lain.
Dengan berinteraksi tersebut, manusia dapat memenuhi kebutuhannya
sebagai makhluk sosial dengan bekerja sama untuk dapat menyatakan
suatu pikiran dan pendapatnya.
Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh
Masyarakat mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1992: 21). Bahasa
sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam
interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan
ide, gagasan, keinginan, perasaan dan pengalamannya kepada orang
lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam berkomunikasi maupun
berinteraksi antara individu maupun kelompok.
Dengan demikian manusia tidak dapat terlepas dari bahasa. Pernyataan
ini senada dengan pendapat Samsuri (1987: 4) bahwa manusia tidak
lepas memakai bahasa karena bahasa alat yang dipakainya untuk
membentuk pikiran, perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatannya,
serta sebagai alat untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian,
yang baik maupun yang buruk; tanda yang jelas dari keluarga dan
bangsa; tanda yang jelas dari budi kemanusiaan. Dari pembicaraan
seseorang, kita dapat
untuk
berhubungan dan kerja sama, saling berinteraksi mengungkap tidak saja
keinginannya, tetapi juga motif keinginannya, latar belakang
pendidikannya, pergaulannya, dapat istiadatnya, dan lain sebagainya
(Samsuri, 1987: 4).
Sebagai alat komunikasi, bahasa harus mampu menampung perasaan dan
pikiran penutur, serta mampu menimbulkan adanya saling mengerti
antarpenutur atau penulis dengan pendengar atau pembaca. Seseorang
dapat berkomunikasi dengan baik dalam suatu bahasa, bila orang
tersebut menguasai sistem bahasa itu. Sempurna atau tidaknya bahasa
sebagai alat komunikasi
umum,
sanagat ditentukan oleh kesempurnaan sistem atau aturan bahasa dari
masyarakat pemakainya (Santoso, 1990: 1).
Bahasa Jawa (BJ) salah satu bahasa daerah di Indonesia. Penutur
bahasa Jawa di Indonesia tergolong paling banyak bila dibandingkan
dengan penutur bahasa-bahasa daerah lainnya. Penutur BJ sebagian
besar berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu BJ telah
tersebar di wilayah nusantara. Hal ini disebabkan adanya program
transmigrasi sehingga secara tidak langsung BJ juga berkembang di
daerah transmigrasi. Bahasa Jawa digunakan pula di Suriname dan
Kaledonia Baru (Sudaryanto, dkk, 2001: 97).
2.2 Fungsi Wacana
Fungsi
BJ sebagai alat komunikasi bagi masyarakat penuturnya. Fungsi BJ yang
lain, seperti (1) dalam pengembangan sastra dan budaya Jawa; (2)
sebagai asset nasional, (3) sebagai cara komunikasi intra-etnik, (4)
sebagai identitas atau jati diri penuturnya, (5) bahasa pengantar
proses belajar mengajar ditingkat awal sekolah dasar di Jawa, (6)
sebagai bahasa pengantar
dalam
kegiatan seni pertunjukan tradisional (Padmaningsih, 2000: 1). BJ
juga memiliki hubungan yang erat dengan agama, budaya, seni, dapat
istiadat dalam masyarakat penuturnya. Hal ini tampak pada penggunaan
bahasa dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
2.3 Bentuk Wacana
Penutur BJ umumnya memahami bahwa bahasa Jawa mempunyai banyak
variasi baik variasi sosial maupun variasi regional. Oleh sebab itu,
masyarakat Jawa sangat berhati-hati dalam berbahasa. Mereka sangat
memperhatikan ragam bahasa yang digunakan. Dalam berkomunikasi
(berbahasa) masyarakat Jawa menekankan "tepa slira", dalam
arti kata bahwa
penutur
dan mitra tutur dalam BJ sangat memperhatikan dampak dari kata-kata
dan perbuatan mereka terhadap orang lain (Mulder dalam Sudaryanto,
(2001: 98). Hal ini membawa pengaruh perilaku berbahasa masyarakat
Jawa.
BJ merupakan warisan nenek moyang dan sangat adilubung, karena
didalamnya terdapat unggah-ungguhing basa yang berfungsi sebagai
pembentuk perilaku kehidupan manusia (Sundari dalam Sudaryanto, 2001:
98). Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakai bahasa tidak hanya
ditentukan
oleh faktor status sosial, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, umur,
perbedaan, jenis kelamin, dan sebagainya. Selain itu, bahasa dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor situsional, yaitu; siapa yang
berbicara, dengan bahasa apa, kepada, siapa, kapan, dimana, dan
mengenai apa (Suwito, 1991:4).
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam komunikasi, wacana dapat
dibedakan menjadi wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis adalah
teks yang berupa rangkaian kalimat yang menggunakan ragam bahasa
tulis. Wacana teks dapat kita temukan dalam bentuk buku, berita
Koran, artikel, makalah, dan sebagainya. Sedangkan teks lisan sebagai
rangkaian kalimat
yang
ditranskrip dari rekaman bahasa lisan misalnya percakapan, khotbah
dan siaran langsung di radio atau televisi (Rani, dkk, 2006: 26).
Keluhan wacana yang mengandung kata atau kalimat yang diungkapkan
karena perasaan susah. Wacana keluhan dalam bahasa Jawa merupakan
wacana lisan, yaitu suatu peristiwa kebahasaan yang dilakukan secara
verbal. Brown dan Yule (dalam Sumarlam 2003: 248-249) menyatakan
meskipun bahasa mungkin dipakai untuk melaksanakan banyak fungsi
komunikasi, tetapi fungsi yang paling penting adalah menyampaikan
informasi. Brown dan Yule menegaskan bahwa wacana lisan mempunyai
tuturan yang dibandingkan dengan bahasa atau wacana tulis. Bahasa
Jawa dalam komunikasi lisan dapat berupa pidato, ceramah,
berbincang-bincang,
sedangkan
dalam komunikasi tulis dapat berupa surat kabar, majalah, buku
cetakan, selebaran, dan sebagainya.
Dalam wacana keluhan pasti mempunyai topik yang disampaikan. Topik
tersebut merupakan inti dari keutuhan wacana yang diinformasikan.
Poedjosoedarmo (dalam Baryadi, 2002: 54) mengungkapkan bahwa topic
adalah perihal yang dibicarakan dalam wacana. Hal ini berarti topik
menjiwai seluruh bagian wacana. Topiklah yang menyebabkan lahirnya
wacana dan berfungsinya wacana dalam proses komunikasi verbal karena
suatu wacana akan lahir jika ada yang dibicarakan dan dapat digunakan
sebagai alat komunikasi jika mengandung suatu yang dibicarakan
(Baryadi, 2002: 54).
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Simpulan
dari makalah ini meliputi aspek sebagai berikut.
Kehidupan
sehari–hari manusia menggunakan bahasa sebagai sarana untuk
berinteraksi antara satu dengan yang lain. Dengan berinteraksi,
manusia dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial dengan
bekerja sama untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya. Bahasa dapat
digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan,
perasaan dan pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia
akan lumpuh dalam berkomunikasi maupun berinteraksi anatara individu
maupun kelompok. Dengan demikian manusia tidak dapat terlepas dari
bahasa. Pernyataan ini senada dengan pendapat Samsuri (1987: 4) bahwa
manusia tidak lepas memakai bahasa karena bahasa alat yang dipakainya
untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan dan
perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk mempengaruhi dan
dipengaruhi. Penutur BJ umumnya memahami bahwa bahasa Jawa mempunyai
banyak variasi baik variasi sosial maupun variasi regional. Dalam
berkomunikasi (berbahasa) masyarakat Jawa menekankan "tepa
slira", dalam arti kata bahwa penutur dan mitra tutur dalam BJ
sangat memperhatikan dampak dari kata-kata dan perbuatan mereka
terhadap orang lain (Mulder dalam Sudaryanto, 2001: 98). Hal ini
membawa pengaruh perilaku berbahasa masyarakat Jawa. BJ merupakan
warisan nenek moyang dan sangat adilubung, karena didalamnya terdapat
unggah-ungguhing basa yang berfungsi sebagai pembentuk perilaku
kehidupan manusia (Sundari dalam Sudaryanto, 2001: 98). Sebagai
gejala sosial, bahasa dan pemakai bahasa tidak hanya ditentukan oleh
faktor status sosial, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, umur,
perbedaan, jenis kelamin, dan sebagainya. Selain itu, bahasa dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor situsional, yaitu; siapa yang
berbicara, dengan bahasa apa, kepada, siapa, kapan, dimana, dan
mengenai apa (Suwito, 1991:4).
3.2
Saran
Saran
dari penyusun untuk dapat mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan
kompetensi dasar yang diharapkan. Maka hendaknya sebelum materi
pembelajaran berbasis
wacana tersebut diterapkan pada peserta didik
dan tujuannya yang hendak dicapai dalam setiap pembelajaran maka
harus benar-benar dapat dipahami, dan agar kegiatan pemahaman
mengenai wacana dan bahasa dapat dilakukan dengan keprofesionalan
yang sudah didalami serta dapat diterapkan dalam lingkup masyarakat,
terutama pada dunia pendidikan.
Maka
seorang pengajar harus memperhatikan kejiwaan setiap peserta
didiknya, karena dengan memperhatikan kejiwaan dari setiap peserta
didik seorang pengajar akan mendapat kepuasan tersendiri selama
proses belajar mengajar berlangsung. Maka setiap pengajar harus mampu
dan mau memperhatikan kejiwaan dari para peserta didik.
0 comments:
Post a Comment