9:39 PM
Unknown
No comments
2.2 Landasan Teoretis
Teori yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi (1) ambiguitas, (2) kategori ambiguitas,
(3) berita , dan (4) media massa.
2.2.1
Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaan mempunyai
pengertian dari beberapa ahli antara lain, Lubis (1993), Djajasudarma (1993),
Dardjowijdojo (2003), Rahardi (2006), Chaer (2007) , Wijana (2008), Pateda
(2010), Subroto (2011).
Menurut
Lubis (1993:2), ambiguitas
adalah kegandaan arti
kalimat yang diucapkan si pembicara. Sehingga meragukan atau sama
sekali tidak dipahami oleh si pendengar. Ada beberapa
sebab ambiguitas ini dapat terjadi. Kegandaanarti dapat disebabkan oleh
ucapan-ucapan yang tidak tepat
intonasinya, jedanya, atau juga
disebabkan pemakaian katanya yang bersifat polisemi ataupun disebabkan oleh struktur
kalimatnya.
Djajasudarma (1993:54) berpendapat bahwa
Ketaksaan (ambiguitas) dapat timbul dalam
berbagai variasi tulisan atau tuturan. Bahasa lisan sering menimbulkan ketaksaan
sebab apa yang kita dengar belum tentu tepat benar yang dimaksudkan oleh si
pembicara atau si penulis. Di dalam tulisan kita mengenal tanda baca yang akan memperjelas maknanya. Lebih-lebih bila pembicara berbicara dengan cepat,
tanpa jeda. Ketaksaan (lain-lain ambigu, ambiguitas, dan keambiguan).
Abdul
Chaer (2007:149) Secara
gampang ketaksaan itu
dapat diartikan atau ditafsirkan
sebagai memiliki lebih
dari satu makna
akan sebuah konstruksi sintaksis. Ambiguitas memiliki
makna lebih dari satu. Dari segi pemrosesan untuk pemahaman, kalimat yang
ambigu memerlukan
waktu yang lebih lama
untuk diproses. Hal ini terjadi karena pendengar menerka makna tertentu
tetapi ternyata terkaan dia itu
salah sehingga dia
harus mundur lagi
untuk memproses ulang seluruh interpretasi dia.
Wijana (2008), menyebutkan bahwa kata
yang berpolisemi, seperti beruang, mengukur,
mengarang, dan sebagainya,
dalam bahasa Indonesia
memiliki lebih dari satu
makna. Dengan kata
lain, kata-kata tersebut
memiliki makna ganda. Masalah yang berkaitan dengan makna ganda ini, di dalam ilmu bahasa
disebut ketaksaan (ambigouus). Perlu pula diketahui bahwa di dalam
bahasa ada berbagai jenis ketaksaan dan berbagai alasan mengapa suatu bentuk
kebahasaan itu bersifat taksa.
Selain
itu, Subroto (2011:
147) menyebutkan Ketaksaan
(ambiguity atau ambiguitas) adalah persoalan semantik, yaitu persoalan
penafsiran arti dari suatu tuturan
sebuah tuturan (utterance
atau expression) dapat
ditafsirkan berbagai-bagai sehingga
memicu terjadinya kesalah-pahaman. Ambiguitas timbul dalam berbagai
variasi ujaran atau bahasa tertulis. Kalau
kita mendengarkan ujaran
seseorang atau membaca sebuah tulisan, kadang-kadang kita sulit memahami apa
yang diujarkan atau yang kita baca. Keraguan, kebingungan mengambil keputusan tentang makna,
dan keanekaan tafsiran
makna seperti ini,
itulah yang disebut ambiguitas.
Chaer (2007: 149) dalam bukunya “Leksikologi & Leksikografi Indonesia”,
mengungkapkan secara gampang
ketaksaan itu dapat diartikan
atau ditafsirkan sebagai memiliki
lebih dari satu makna akan sebuah kontruksi sintaksis. Istilah lain ambigu, ambiguitas, dan keambiguan)
sebetulnya bukan masalah makna leksikal, melainkan merupakan masalah
makna sintaksikal. Namun, di
dalam berbagai sumber ada yang disebut ketaksaan leksikal meskipun penyebab
sebenarnya adalah masalah sintaktik.
Bedasarkan beberapa pengertian
ambiguitas tersebut secara sederhana ambiguitas atau
ketaksaan dapat
diartikan sebagai kalimat
yang memiliki lebih dari satu makna yang dapat disebabkan
oleh makna leksikal maupun sintaksisnya
2.2.2
Kategori Ambiguitas
Ambigu atau keambiguan lazim dikaitkan dengan bentuk-bentuk kebahasaan yang memiliki
kemungkinan makna lebih dari satu. Keambiguan bisa terjadi pada
tingkat leksikal, tingkat
gramatikal tingkat sintaktikal, baik
dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis, tetapi yang umum terjadi
adalah bahsa tulis. Sehubungan dengan penjenisan ambiguitas, Ullmann (1997:156-159) membagi menjadi tiga jenis
ambiguitas.
2.2.2.1
Ambiguitas Tingkat Fonetik
Ambiguitas pada
tingkat fonetik timbul
akibat membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang
di ujarkan. Kadang-kadang karena kata-kata
yang membentuk kalimat yang
diujarkan secara cepat,
orang menjadi ragu-ragu
tentang makna kalimat yang
diujarkan. Misalnya ada
ujaran /membeli kantin/,
apakah yang dimaksud adalah
/membelikan Tin/ atau /membeli kantin/?
Dalam
kehidupan sehari-hari kadang
kita mendengar kata
bakmi. Apakah yang dimaksud adalah sejenis makanan yang disebut /bakmi/, ataukah /bak mi/,
yang bermakna seperti
/mi/? Ini semua
adalah hal yang
berhubungan dengan keraguan terhadap
bunyi bahasa yang
kita dengar. Kadang-kadang karena
ragu- ragu, kita mengambil
keputusan yang keliru.
Untuk menghindari ambiguitas seperti ini, orang harus
bertanya lagi kepada pembicara, dan memang inilah sikap yang sebaiknya
dilaksanakan.
2.2.2.2
Ambiguitas Tingkat Gramatikal
Ambiguitas tingkat
gramatikal biasanya muncul
pada satuan kebahasaan yang disebut
kalimat atau
kelompok kata. Dengan
demikian ambiguitas pada tingkat gramatikal dapat dilihat dari
tiga segi.
Kemungkinan pertama, adalah ambiguitas
yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan
secara gramatikal. Di dalam bahasa
Inggris, misalnya ada
awalan dan akhiran yang
dapat menimbulkan makna
ganda, bahkan kadang-kadang membingungkan.
Kemungkinan kedua, yakni
ambiguitas pada frasa
yang mirip yang dikatakan Ullmann
(1972:158) equivokal phrasing
atau amphiboly (dari
bahasa Yunani amphi yang bermakna
pada kedua sisi, dan bollein yang bermakna kain penutup). Di dalam Bahasa Indonesia
terdapat frasa /orangtua/.
Orang dapat bertanya apakah
yang dimaksud
dengan orang-tua di
sini? Apakah /orangtua/ dalam pengertian
ayah, ibu, atau
orang yang sudah
tua? Untuk menghindarkan ambiguitas seperti
ini, kita dapat
menambahkan unsur lain,
berupa unsur kata suprasegmental. Frasa
orang-tua kalau ditambah
menjadi orang yang
sudah tua, jelas yang dimaksud,
yakni orang yang sudah berusia lanjut. Kalau frasa orang -tua diperluas menjadi
orang-tuaku, maka yang dimaksud adalah ayah dan ibu saya.
Kemungkinan ketiga, yakni ambiguitas
yang muncul dalam konteks, apakah konteks
orangan atau konteks
situasi. Misalnya kalimat
minor /Pergi!/ Apakah maksud kalimat
ini? Orang dapat
bertanya: pergi ke mana; dengan
siapa pergi; pukul berapa
pergi; mengapa pergi;
untuk apa pergi?
Untuk menghindarkan ambiguitas
pada konteks, orang harus mengetahui betul pada konteks apa orang berbicara?
2.2.2.3
Ambiguitas Tingkat Leksikal
Telah dijelaskan bahwa setiap kata dapat saja mengandung lebih dari
satu makna. Dapat juga mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai dengan
lingkungan pemakaiannya. Misalnya
orang mengujarkan /bang/ yang mungkin mengacu kepada /abang/ atau
mengacu kepada /bank/. Bentuk
seperti ini disebut (polyvalency) yang dapat dilihat dari dua segi.
Segi
pertama yang dikatakan oleh Breal
polisemi (polysemy). Misalnya dalam Bahasa Indonesia kata mudah sebagai adjektiva yang bermakna: (i) tidak memerlukan banyak
tenaga atau pikiran dalam mengerjakannya, tidak sukar, tidak berat: soal
ujian itu mudah; (ii)
lekas sekali: Anak
kecil mudah ketularan penyakit;
(iii) tidak teguh imannya: Dikota besar kita mudah tergoda. Segi kedua, ialah
kata-kata yang sama bunyinya tetapi maknanya berbeda. Kenyataan ini bisa
disebut homonim.
Wijana
(2008:75), membagi secara
sederhana ketaksaan didalam
bahasa dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yakni ketaksaan
leksikal dan ketaksaan gramatikal. Pertama,
ketaksaan leksikal adalah
kegandaan makna yang ditimbulkan karena
adanya butir-butir leksikal yang memiliki makna ganda baik penerapan pemakainya
maupun karena hal-hal yang bersifat leksidental. Misalnya kata ramai yang digunakan dalam kalimat (1)
Siang hari jalan Malioboro sangat ramai (bermakna penuh dengan kendaraan); (2) Seminggu setelah peristiwa kerusuhan, toko mulai
ramai (bermakna ‘banyak atau
penuh pengunjung); pada
kalimat (3) Corak baju
yang dipakainya sangat ramai (bermakna penuh dengan hiasan). ketaksaan leksikal bersifat aksidental karena
kegandaan makna itu terjadi karena kebentulan
leksem-leksem itu memiliki
bentuk yang sama
baik secara fonologis maupun ortografis.
Kedua, ketaksaan gramatikal yaitu
ketaksaan yang terbentuk karena proses penggabungan satuan-satuan lingual
menurut sistem bagasa tertentu. Kata lukisan dan adik
secara mandiri tidak
taksa tetapi setelah
digabungkan menjadi lukisan adik. Frasa lukisan adik di dalam
bahasa Indonesia mempunyai makna (1) lukisan milik adik; (2) lukisan yang
dibuat oleh adik; (3) lukisan yang objeknya adik, (4) lukisan untuk adik; dan
(5) lukisan yang diberi adik.
2.2.2.4 Tipe
Ambiguitas
Hasan Lubis,(1993) menerangkan bahwa ada
beberapa tipe ambiguitas yang terdapat
dalam bahasa indonesia.
Berikut ini akan
dibicarakan ambiguitas satu persatu, baik dari segi morfologisnya,
maupun segi strukturnya, dan sintaksisnya.
2.2.2.4.1
Segi Morfologi
Sifat bahasa itu sendiri seperti bahasa
Indonesia memungkinkan terjadinya ambiguitas. Umpamanya afiks, baik prefiks
maupun sufiks mempunyai arti lima, seperti prefiks ter-, se-serta sufiks –an
dan –kan. Dengan demikian kitalah sebagai pemakai bahasa yang harus berhati-hati dan cermat
memakai dan memilih kata- kata supaya
ambiguitas tidak terdapat
dalam kalimat-kalimat yang
kita ucapkan atau yang dituliskan.
Tipe-tipe
ambiguitas dalam bidang morfologi.
1. Tipe
Afiks
1) Prefiks ter-
Prefiks ter- mempunyai arti.
(1)
Dapat
(2)
Tak sengaja
(3)
Paling
(4)
Sampai ke-
Oleh sebab
itu kalau ada orang mengatakan
“Kopi itu terminum saya”
“Kotak itu terbawa si A.” (Lubis, 1993:3).
Dapat berarti : dapat diminum dan di
bawa atau mungkin berarti tak sengaja diminum dan
tak sengaja dibawa.
Begitulah kata-kata: terangkat,
termakan, tertelan, tertulis, tergambar dan lain-lain yang dapat
menghasilkan ambiguitas.
2)
Prefiks ber-
Prefiks ber- mempunyai arti
menghasilkan, mempunyai, mengucapkan, dan melakukan. Oleh
karena itu kata-kata
beranak, beribu, berayah,
berbapak kalau dipakai dalam
kalimat akan bersifat ambiguitas.
3) Prefiks pe-
Prefiks pe- bila kita pakai dalam kalimat
dapat berarti.
(1)Orangnya, seperti
Perokok pemambuk
Pencuri perampok
Pendengar penulis
Penatar penunjuk
Pembaca pendidik
(2)Alat, seperti
Pemukul penangkis
Pelempar penarik
Pelobang pencukur
Pemanggang pencuci
Dapat dilihat bahwa pada bagian (b) di
atas kata-kata itu dapat berarti alat dan juga orangnya, sehingga akan
menimbulkan ambiguitas bila digunakan dalam kalimat.
3) Sufiks –an
Sufiks –an bila kita pakai dalam kalimat
mungkin berarti.
(1)Hasil
(2)Cara
(3)Alat
(4)Apa yang di ...
Oleh sebab itu ambiguitas di sini dapat
terjadi, karena berbagai arti, sebagai contoh :
Timbangannya baik,
yang dapat diartikan
cara menimbang, alat
penimbang dan hasil menimbang. (Lubis, 1993:3).
2. Tipe Leksikon
1) Preposisi
22
Ambiguitas dengan
preposisi ke- dapat
terjadi karena disamping
preposisi ini ada pula prefiks
ke- dan ada pula kata-kata yang bersuku
awal ke-, sehingga dalam
pemakaiannya selalu terjadi ambiguitas misalnya,
Kemeja : ke meja
Keranjang : ke ranjang
Kelereng : ke lereng
Misalkan : Bawa kemeja itu dan letakkan di sana. (Lubis,
1993:3).
Jelas
kalimat tersebut menjadi
ambiguitas kalau diucapakan, sedangkan
kalau tertulis jelas bedanya.
2) Antonim
Tipe
antonim ambiguitas ini
adalah pemakaian kata-kata yang
bila dinegatifkan menjadi
ambiguitas karena tidak
lagi berlawanan dengan
kata asalnya; muda, tinggi,
senin, tahun, rendah, jauh dekat dan lain-lain.
Sebenarnya lawan kata muda adalah tua,
lawan tinggi adalah rendah, lawan jauh
adalah dekat, tetapi bila dinegatifkan menjadi ambiguitas. Ambiguitas
terjadi karena kata-kata
yang tercetak miring
adalah kata-kata yang mempunyai
multi taksonomi mempunya lawan
kata yang tidak satu sehingga kata-kata: tidak muda lagi berarti belum tentu tua, tidak
cukup tinggi belum berarti sudah rendah,
dan lain-lain.
3) Akronim dan Kependekan
Seperti
telah diketahui bahwa
akronim dan kependekan
kata banyak kita
dapati dalam bahasa
Indonesia sekarang ini.
Semuanya itu dapat melahirkan ambiguitas kalau pemakaiannyatidak tepat. Ribuan akronim dan kependekan kata
Ambiguitas dengan
preposisi ke- dapat
terjadi karena disamping
preposisi ini ada pula prefiks
ke- dan ada pula kata-kata yang bersuku
awal ke-, sehingga dalam
pemakaiannya selalu terjadi ambiguitas misalnya,
Kemeja : ke meja
Keranjang : ke ranjang
Kelereng : ke lereng
Misalkan : Bawa kemeja itu dan letakkan di sana. (Lubis,
1993:3). Jelas kalimat
tersebut menjadi ambiguitas
kalau diucapakan, sedangkan
kalau tertulis jelas bedanya.
2) Antonim
Tipe
antonim ambiguitas ini
adalah pemakaian kata-kata yang
bila dinegatifkan menjadi ambiguitas karena tidak
lagi berlawanan dengan kata
asalnya; muda, tinggi, senin, tahun, rendah, jauh dekat dan lain-lain.
Sebenarnya lawan kata muda adalah tua,
lawan tinggi adalah rendah, lawan jauh
adalah dekat, tetapi bila dinegatifkan menjadi ambiguitas. Ambiguitas
terjadi karena kata-kata
yang tercetak miring
adalah kata-kata yang
mempunyai multi taksonomi mempunya lawan kata yang tidak satu
sehingga kata-kata: tidak muda lagi
berarti belum tentu tua, tidak cukup
tinggi belum berarti sudah rendah, dan
lain-lain.
3) Akronim dan Kependekan
Seperti
telah diketahui bahwa
akronim dan kependekan
kata banyak kita
dapati dalam bahasa
Indonesia sekarang ini.
Semuanya itu dapat melahirkan ambiguitas kalau pemakaiannyatidak tepat.
Ribuan akronim dan kependekan kata kita dapati dan setiap hari terus
bertambah. Sehingga terkadang tidak kita ketahui kepanjangannya kalau kita
tidak berada di bidang yang memakainya.
2.2.2.4.2
Segi Sintaksis
Seperti pada bidang morfologi maka pada
bidang sistaksis ini pun banyak kita dapati
benih-benih ambiguitas. Baik
dari segi komposisi
atau idiomatik maupun dari segi
struktur.
1) Tipe Komposisi dan Idiomatik
Idiomatik cukup
banyak terdapat dalam
bahasa Indonesia. Karena komposisi ini pun disebut dengan
memakai kata-kata biasa maka jelas kegandaan arti akan
terjadi dalam pemakaiannya, seperti
pemakaian komposisi dan idiomatik.
Angkat topi gulung tikar buang air
Angkat bahu kopi pahit membuka kartu
Kita lihat secara lugas makna angkat
topi, gulung tikar, adalah arti biasa
tetapi juga dapat
berarti ; memberikan
pujian, bangkrut. Demikian
arti idiomatik.
Membuka kartu : berterus terang
Buka kulit tampak isi : berterus terang
Angkat tangan : menyatakan tidak sanggup
Inilah sebagian kecil komposisi dan
idiomatik yang membawa arti ganda itu sehingga sulit memahami.
2) Tipe Referensi dan Subtitusi
Referensi adalah
rujukan terhadap sesuatu
yang telah atau
yang akan dikatakan di
dalam teks itu.
Referensi terbagi atas
tiga bagian yaitu
referensi personal,
referensi demonstratif dan
referensi komparatif. Contoh
pemakaian referensi yang baik
dan tidak meragukan itu kita berikan sebagai berikut.
Saya, ibu dan adik pergi ke rumah
paman. (Lubis, 1993:10)
Kami naik taksi (Lubis, 1993:10)
Kami
sebagai referensi personal
merujuk kepada kata-kata
sebelumnya yaitu: saya, ibu
dan adik. Tetapi
terkadang pemakaian referensi
itu tidak tepat sehingga menjadikan kalimat itu tidak
jelas artinya.
2.2.2.4.3
Segi Struktur
Ambiguitas disebabkan struktur
dapat kita bagi
atas beberapa bagian. Pertama tempat
kata sifat atau
keterangan terhadap beberapa
objek, kedua pengelifsan
sebagian kata-katanya.
Tipe Atribut
Dalam hal ini selalu kita jumpai deretan
kata benda yang diberi keterangan pada akhirnya saja sehingga dengan demikian
terjadilah ambiguitas pada kalimat itu. Apakah keterangan itu untuk keseluruhan
kata benda itu atau yang terakhirnya saja?
Contoh
Mobil ketua jurusan yang baru.
(Lubis, 1993:11)
Contoh kalimat tersebut menafsirkan
frasa dengan dua penafsiran. Keterangan yang baru menunjuk pada dua penafsiran
yaitu mobil yang baru atau ketua jurusan yang baru. Mengenai pengelifsan atau
pelesapan dapat kita
berikan contoh sebagai berikut.
Mereka menonton pertandingan bulu
tangkis (Lubis,
1993:11)
Kami atlet (Lubis, 1993:11)
Kami atlet dapat berarti kami menonton atlet atau dapat juga berarti kami adalah atlet.
Tak dapat disangkal
bahwa terkadang atau
boleh dikatakan 90 %
keambiguitasan itu dapat
hilang kalau kalimat
itu sudah terletak
dalam sebuah wacana; atau
dapat dihilangkan dengan
menambah simbol-simbol sehingga maknanya menjadi jelas.
2.2.3 Berita
Berita
adalah padanan kata
news dalam bahasa
Inggris. Kata news
itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu, apa yang new (apa yang
baru). Berita berasal dari bahasa Sansekerta “Vrit” yang dalam bahasa Inggris
disebut “Write” yang mempynyai arti
“ada” atau “terjadi”.
Selain itu, ada
juga yang menyebut “Vritta” yang
artinya “kejadian” atau
‘yang telah terjadi”.
Vritta itu sendiri akhirnya
dalam bahasa Indonesia
menjadi “berita” atau
“warta”. Berita dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
didefinisikan sebagai laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang masih
hangat (dalam Totok Djuroto, 2003: 1).
Secara
sosiologis, berita adalah
semua hal yang
terjadi di dunia.
Dalam gambaran yang
sederhana, seperti dilukiskan dengan
baik oleh para
pakar jurnalistik, berita adalah apa
yang ditulis surat kabar,
apa yang disiarkan
radio, dan apa yang ditayangkan
televisi. Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita.
Berita biasanya menyangkut orang-orang, tetapi tidak
setiap orang bisa dijadikan
berita. Berita merupakan sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi
hanya sebagian kecil
saja yang dilaporkan.
Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya
masing-masing. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa belum
ada definisi berita
secara universal. Untuk
memperkuat penyajian atas peristiwa apa
yang sedang kita
pantau dan bagaimana menyajikannya, reporter
pencari berita harus
mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup pekerjaannya.
Berita
merupakan sajian utama
sebuah media massa
di samping opini. Dalam dunia jurnalistik, yang dimaksud berita adalah fakta atau
informasi yang ditulis oleh wartawan dan disajikan
dalam media pers,
seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Dengan kata lain, berita bukan hanya menunjuk
pada pers atau media massa dalam
arti sempit dan
tradisional, melainkan juga
pada radio, televisi,
film, dan internet atau
media massa dalam
arti luas dan
modern. Berita pada
awalnya, memang hanya milik
surat kabar. Tetapi
sekarang, berita juga
telah menjadi ‘darah-daging’ radio,
televisi dan internet.
Tak ada media
tanpa berita, sebagaimana halnya
tak ada berita
tanpa media. Berita telah tampil sebagai kebutuhan dasar
(basic need) masyarakat modern di seluruh dunia. Berita dapat diklasifikasikan
ke dalam dua kategori, yaitu berita berat (Hard News) dan berita ringan
(Soft News). Selain
itu, berita juga
dapat dibedakan menurut lokasi
peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan
berdasarkan sifatnya, berita
bisa dipilah menjadi
berita diduga dan
berita tak diduga. Selebihnya,
berita juga bisa dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam. Berita berat,
sesuai dengan namanya, menunjuk pada
peristiwa yang mengguncangkan dan menyita perhatian seperti kebakaran, genpa bumi,
kerusuhan. Sedangkan berita ringan,
menunjukkan pada peristiwa yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan
manusiawi, seperti pesta pernikahan
bintang film atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di kalangan
remaja.
Berdasarkan sifatnya, berita
terbagi atas berita diduga dan
berita tak terduga. Berita
diduga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah
diketahui sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari
bersejarah. Proses penanganan berita yang sifatnya diduga disebut Making News.
Artinya kita berupaya untuk menciptakan dan
merekayasa berita. Proses
penciptaan atau
perekayasaan berita itu dilakukan melalui
tahapan perencanaan di ruang rapat redaksi, diusulkan dalam rapat proyeksi, dikonsultasikan dengan pemimpin redaksi, dilanjutkan
dengan observasi, serta ditegaskan
dalam interaksi dan konfirmasi dilapangan.
Semuanya melalui prosedur
manajemen peliputan yang baku,
jelas, terstruktur dan
terukur. Orang yang
meliputnya disebut sebagai reporter (pelapor). Jenis berita yang dikenal dalam dunia
jurnalistik adalah sebagai berikut:
1. Straight News
adalah berita langsung apa adanya, biasanya ditulis secara singkat dan
lugas.
2. Depth News
adalah berita mendalam di kembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada
di bawah suatu permukaan.
3.
Investigation News adalah
berita yang di
kembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai
sumber.
4. Interpretative News adalah berita yang di
kembangkan dengan pendapat atau
penilaian penulisnya/reporter.
5. Opinion
News adalah berita mengenai pendapat seseorang seperti
tokoh,ahli,cendekiawan mengebai sesuatu.
Massa secara profesional dan visioner.
Berita tak terduga adalah peristiwa yang
sifatnya tiba-tiba tidak
direncanakan, tidak diketahui
sebelumnya, seperti kereta api
terguling, gedung perkantoran terbakar, bus tabrakan, kapal tenggelam, pesawat
dibajak, anak-anak sekolah disandera atau terjadi ledakan bom di pusat
keramaian. Proses penanganan berita yang
sifatnya tidak diketahui dan
tidak direncanakan sebelumnya, atau yang sifatnya tiba-tiba itu disebut Hunting
News. Orangnya disebut sebagai hunter (pemburu). Pengetahuan
dan pemahaman tentang klasifikasi
berita sangat penting
bagi setiap reporter,
editor, dan bahkan para perencana dan
konsultan media (media planer) sebagai
salah satu pijakan dasar dalam proses perencanaan
(planning ), peliputan (getting), penulisan (writing), dan pelaporan
serta pemuatan, penyiaran, atau penayangan
berita (reporting and publishing ). Pada akhirnya, tahapan-tahapan
pekerjaan jurnalistik itu sangat
diperlukan dalam kerangka pembentukan,
penetapan dan pengembangan manajemen media massa secara profesional dan
visioner.
Secara umum, berita mempunyai
bagian-bagian dalam susunannya yaitu:
1. Headline,
biasa disebut judul. Sering juga dilengkapi dengan anak judul, yang berguna
untuk menolong pembaca agar segera mengetahui peristiwa yang akan diberitakan
dan menonjolkan satu berita dengan dukungan teknik grafika.
2. Deadline,
ada yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian, dan tanggal
kejadian. Tujuannya adalah
untuk menunjukan tempat
kejadian dan inisial media.
3. Lead,
biasa disebut teras
berita. Biasanya ditulis
pada paragraf berita.
Teras berita merupakan
unsur yang paling penting
dari sebuah berita,
yang menentukan apakah
isi berita akan
dibaca atau tidak. Lead (Teras
Berita) merupakan sari
pati sebuah berita,
yang melukiskan seluruh
berita secara singkat.
4. Body atau
tubuh berita. Isi dari tubuh berita ialah menceritakan peristiwa yang
dilaporkan dengan bahasa
yang singkat, padat.
Dan jelas. Dengan
demikian, body merupakan perkembangan berita.
2.2.4 Media
Massa
Media massa atau Pers
adalah suatu istilah yang mulai
dipergunakan pada tahun 1920-an, yang
dimaksud pers di sini ialah dalam arti sempit, yakni media cetak, surat
kabar, dan majalah.
Dalam arti luas,
pers mencakup juga
radio dan televisi, karena
kedua media ini
juga menyiarkan berita.
Sejak diterbitkan surat kabar
dan majalah itu
sampai di akhir
abad ke- 19,
kegiatan komunikasi massa hanya dilakukan oleh
pers, terutama surat
kabar. Untuk mengistilahkan jenis media yang secara
khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan
sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. Dilihat dari ruang
lingkupnya, surat kabar
nasional, regional, dan
local. Ditinjau dari bentuknya, ada surat kabar biasa dan
tabloid. Dilihat dari bahasa yang digunakan,
ada surat
kabar Berbahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Daerah.
Karakteristik dari surat
kabar dapat memanfaatkan media
massa secara maksimal dan
tercapainya tujuan komunikasi,
maka seorang komunikator
harus memahami kelebihan dan
kekurangan media tersebut.
Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup:
publisitas, periodisitas, universalitas, aktualitas dan terdokumentasikan. Untuk
menyerap isi surat
kabar, dituntut kemampuan intelektualitas tertentu.
Khalayak yang buta
huruf tidak dapat
menerima pesan surat kabar
begitu juga yang berpendidikan rendah. Secara umum, karakteristik media massa
adalah sebagai berikut :
1.
Melembaga, media massa merupakan lembaga atau organisasi, yang terdiri atas
kumpulan orang-orang, yang
digerakan oleh suatu
sistem manajemen, dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Bersifat umum, artinya
bahwa media massa terbuka dan
ditujukan untuk masyarakat umum, berisi
hal-hal yang bersifat umum,
dan otomatis bukan
kepentingan pribadi.
3. Bersifat anonim dan heterogen, anonim artinya
bahwa orang-orang yang terkait dalam
media massa tidak
saling kenal. Bersifat
heterogen artinya, bahwa orang-orang yang
menaruh perhatian pada
media massa beranekaragam (heterogen).
4. Menimbulkan
keserempakan, yaitu media
massa dapat menyampaikan pesan
(message) kepada khalayak secara serempak
5. Mementingkan isi (contens) daripada hubungan
kedekatan.
Melihat
fungsi bahasa sebagai
alat komunikasi, dalam
media massa juga menuntut ejaan
yang benar dalam menyampaikan informasi. Jika
dalam komunikasi lisan banyak
dibantu oleh intonasi
dan mimik, dalam komunikasi
tertulis semua itu digantikan
oleh tanda baca, dan bunyi-bunyi bahasa yang digantikan oleh huruf. Berbicara soal
ejaan berarti berbicara soal bahasa tulis, dan media massa cetaklah yang memegang porsi terbesar.
Betapa tidak untuk menyampaikan informasi, mereka selalu bergelut dengan bahasa tulis
berikut aturan-aturannya.
Media
massa ini adalah
surat kabar, film,
radio, dan televisi.
Sifat media massa merupakan komunikasi satu arah. Begitu pesan disampaikan oleh komunikator, tidak
diketahui apakah pesan
itu diterima, dimengerti, atau dilakukan oleh
komunikan. Sehingga dalam
komunikasi media massa
tidak ada umpan balik secara
langsung atau tertunda,
bahkan mungkin tidak terjadi.
Meskipun demikian surat
kabar mempunyai kelebihan
yaitu bahwa berita
yang disiarkan dapat dibaca
kapan saja dan
secara berulang-ulang,
selain dapat dijadikan bukti otentik.
Ini berlainan dengan media radio dan televisi, yang untuk menikmati berita yang
disiarkannya, khalayak harus duduk atau
berdekatan dengan media tersebut.
Masyarakat dengan tingkat
ekonomi rendah memiliki
ketergantungan dan
kebutuhan terhadap media
massa yang lebih
tinggi daripada masyarakat
dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas.
Masyarakat dengan tingkat ekonomi
lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses
banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada sumber
atau ahli dibandingkan
mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu.
Media
massa cetak menampilkan berita-berita teraktual
setiap hari dan didukung oleh fakta dan data akurat yang
ditulis oleh para wartawan. Surat kabar harian sekarang
ini bermunculan di
setiap daerah hampir
di seluruh wilayah Indonesia. Eksistensi media
massa cetak sangat
dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Hampir
seluruh aktifitas dan
kegiatan dalam kehidupan manusia berinteraksi dengan media massa.
Seorang redaktur Solopos Achmadi (2009),
berpendapat bahwa dewasa ini media massa semakin memegang peranan penting dalam
kehidupan masyarakat. Aktivitas media massa
dalam memberikan informasi peristiwa
sering memberi dampak yang
signifikan bagi masyarakat. Peran media
massa semakin diperrhitungkan oleh masyarakat karena fungsi dan perannya
dalam memberitaan.
Fungsi pers dalam artian media massa yang ditegaskan
dengan istilah “cetak”. Jurnalis tidak hanya mengolola berita, tetapi
juga aspek-aspek lain untuk isi
surat kabar atau
majalah. Karena itu fungsinya bukan lagi
menyiarkan informasi,
tetapi juga mendidik,
menghibur, dan mempengaruhi agar
khalayak melakukan kegiatan tertentu. Dari empat fungsi media massa
(informasi, edukasi, hiburan dan persuasive), fungsi
yang paling menonjol
pada surat kabar
adalah informasi. Hal ini
sesuai dengan tujuan
utama khalayak membaca
surat kabar, yaitu keingintahuan akan
setiap peristiwa yang
terjadi di sekitarnya.
Fungsi hiburan dapat ditemukan
pada rubric artikel
ringan, feature, komik atau
kartun seta cerita bersambung. Fungsi mendidik
dan mempengaruhi akan
ditemukan pada artikel ilmiah,
tajuk rencana atau
editorial dan rubric
opini. Fungsi pers bertambah, yiatu sebagai alat kontrol
sosial yang konstruktif.
0 comments:
Post a Comment