• Pages

      Friday, October 28, 2016

      AMBIGUITAS, KATEGORI, MEDIA MASSA & BERITA



       2.2 Landasan Teoretis

             Teori yang  digunakan  dalam penelitian ini meliputi (1) ambiguitas, (2) kategori ambiguitas, (3) berita , dan (4) media massa.

      2.2.1 Ambiguitas
             Ambiguitas atau ketaksaan mempunyai pengertian dari beberapa ahli antara lain, Lubis (1993), Djajasudarma (1993), Dardjowijdojo (2003), Rahardi (2006), Chaer (2007) , Wijana (2008), Pateda (2010), Subroto (2011).
             Menurut   Lubis   (1993:2),   ambiguitas   adalah   kegandaan   arti   kalimat   yang diucapkan   si pembicara. Sehingga meragukan atau sama sekali tidak dipahami oleh si pendengar. Ada beberapa sebab ambiguitas ini dapat terjadi. Kegandaanarti dapat disebabkan oleh ucapan-ucapan   yang tidak tepat intonasinya, jedanya, atau juga    disebabkan pemakaian katanya yang bersifat polisemi ataupun disebabkan oleh struktur kalimatnya.
             Djajasudarma (1993:54) berpendapat bahwa Ketaksaan (ambiguitas) dapat timbul dalam     berbagai variasi tulisan atau tuturan. Bahasa lisan sering menimbulkan ketaksaan sebab apa yang kita dengar belum tentu tepat benar yang dimaksudkan oleh si pembicara atau si   penulis.   Di dalam tulisan kita mengenal tanda baca yang akan memperjelas maknanya.  Lebih-lebih      bila pembicara berbicara dengan cepat, tanpa jeda. Ketaksaan (lain-lain ambigu, ambiguitas, dan keambiguan).
             Abdul   Chaer   (2007:149)   Secara   gampang   ketaksaan   itu   dapat   diartikan atau   ditafsirkan   sebagai   memiliki   lebih   dari   satu   makna   akan   sebuah   konstruksi sintaksis. Ambiguitas memiliki makna lebih dari satu. Dari segi pemrosesan untuk pemahaman,   kalimat        yang   ambigu   memerlukan   waktu yang   lebih   lama   untuk diproses. Hal ini terjadi karena pendengar menerka makna tertentu tetapi ternyata terkaan   dia   itu   salah   sehingga   dia   harus   mundur   lagi   untuk   memproses   ulang seluruh interpretasi dia.
             Wijana (2008), menyebutkan bahwa kata yang berpolisemi, seperti beruang, mengukur,   mengarang,   dan   sebagainya,   dalam   bahasa   Indonesia   memiliki   lebih dari   satu   makna.   Dengan   kata   lain,   kata-kata   tersebut   memiliki   makna   ganda. Masalah   yang berkaitan   dengan makna   ganda ini, di dalam ilmu  bahasa   disebut ketaksaan (ambigouus). Perlu pula diketahui bahwa di dalam bahasa ada berbagai jenis ketaksaan dan berbagai alasan mengapa suatu bentuk kebahasaan itu bersifat taksa.
             Selain   itu,   Subroto   (2011:   147)   menyebutkan   Ketaksaan   (ambiguity atau ambiguitas) adalah persoalan semantik, yaitu persoalan penafsiran arti dari suatu tuturan   sebuah   tuturan   (utterance   atau   expression)  dapat   ditafsirkan berbagai-bagai  sehingga   memicu   terjadinya   kesalah-pahaman. Ambiguitas timbul dalam berbagai variasi  ujaran  atau bahasa tertulis.  Kalau   kita  mendengarkan ujaran seseorang atau membaca sebuah tulisan, kadang-kadang kita sulit memahami apa yang diujarkan atau yang kita baca. Keraguan, kebingungan mengambil keputusan tentang   makna,   dan   keanekaan   tafsiran   makna   seperti   ini,   itulah   yang   disebut ambiguitas.
             Chaer (2007: 149) dalam bukunya  “Leksikologi & Leksikografi Indonesia”, mengungkapkan   secara   gampang   ketaksaan   itu dapat diartikan atau ditafsirkan sebagai memiliki  lebih   dari  satu makna akan sebuah kontruksi  sintaksis. Istilah lain ambigu, ambiguitas, dan   keambiguan)   sebetulnya bukan masalah makna leksikal, melainkan merupakan masalah  makna  sintaksikal. Namun, di dalam berbagai sumber ada yang disebut ketaksaan leksikal meskipun penyebab sebenarnya adalah masalah sintaktik.
             Bedasarkan beberapa pengertian ambiguitas tersebut   secara   sederhana ambiguitas   atau   ketaksaan   dapat   diartikan   sebagai   kalimat   yang   memiliki   lebih dari satu makna yang dapat disebabkan oleh makna leksikal maupun sintaksisnya

      2.2.2 Kategori Ambiguitas
             Ambigu atau keambiguan lazim dikaitkan dengan bentuk-bentuk kebahasaan yang memiliki kemungkinan makna lebih dari satu. Keambiguan bisa terjadi   pada   tingkat   leksikal,   tingkat   gramatikal   tingkat   sintaktikal,   baik   dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis, tetapi yang umum terjadi adalah bahsa tulis.   Sehubungan dengan penjenisan  ambiguitas, Ullmann     (1997:156-159) membagi menjadi tiga jenis ambiguitas.

      2.2.2.1 Ambiguitas Tingkat Fonetik
             Ambiguitas   pada   tingkat   fonetik   timbul   akibat   membaurnya   bunyi-bunyi bahasa     yang   di   ujarkan.   Kadang-kadang karena   kata-kata    yang    membentuk kalimat    yang   diujarkan    secara   cepat,   orang   menjadi    ragu-ragu   tentang   makna kalimat     yang   diujarkan.   Misalnya     ada   ujaran   /membeli    kantin/,   apakah    yang dimaksud adalah /membelikan Tin/ atau /membeli kantin/?
             Dalam   kehidupan   sehari-hari   kadang   kita   mendengar   kata   bakmi.   Apakah yang dimaksud   adalah sejenis makanan   yang disebut /bakmi/, ataukah /bak mi/, yang   bermakna   seperti      /mi/?  Ini   semua   adalah   hal  yang   berhubungan   dengan keraguan   terhadap   bunyi   bahasa   yang  kita   dengar.   Kadang-kadang  karena   ragu- ragu,    kita  mengambil      keputusan    yang    keliru.  Untuk    menghindari      ambiguitas seperti ini, orang harus bertanya lagi kepada pembicara, dan memang inilah sikap yang sebaiknya dilaksanakan.

      2.2.2.2 Ambiguitas Tingkat Gramatikal
             Ambiguitas   tingkat      gramatikal   biasanya   muncul   pada   satuan   kebahasaan yang   disebut     kalimat   atau   kelompok     kata.  Dengan     demikian    ambiguitas     pada tingkat gramatikal dapat dilihat dari tiga segi.
             Kemungkinan pertama, adalah ambiguitas yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan   secara   gramatikal.   Di   dalam   bahasa   Inggris,   misalnya   ada   awalan dan    akhiran    yang    dapat   menimbulkan makna ganda,   bahkan  kadang-kadang membingungkan.
             Kemungkinan kedua,    yakni    ambiguitas     pada    frasa  yang     mirip    yang dikatakan   Ullmann   (1972:158)  equivokal   phrasing  atau  amphiboly  (dari   bahasa Yunani amphi   yang bermakna pada kedua sisi, dan bollein yang bermakna kain penutup). Di dalam Bahasa    Indonesia    terdapat   frasa   /orangtua/.   Orang    dapat bertanya   apakah      yang   dimaksud   dengan   orang-tua   di   sini?     Apakah   /orangtua/ dalam   pengertian   ayah,   ibu,   atau   orang   yang   sudah   tua?   Untuk   menghindarkan ambiguitas   seperti     ini,   kita   dapat   menambahkan   unsur   lain,   berupa   unsur   kata suprasegmental.   Frasa   orang-tua   kalau   ditambah   menjadi   orang   yang   sudah   tua, jelas yang dimaksud, yakni orang yang sudah berusia lanjut. Kalau frasa orang -tua diperluas menjadi orang-tuaku, maka yang dimaksud adalah ayah dan ibu saya.
             Kemungkinan ketiga, yakni ambiguitas yang muncul dalam konteks, apakah konteks   orangan   atau   konteks   situasi.   Misalnya   kalimat   minor   /Pergi!/   Apakah maksud   kalimat   ini?   Orang   dapat   bertanya:   pergi   ke   mana;   dengan   siapa   pergi; pukul     berapa   pergi;   mengapa     pergi;   untuk   apa   pergi?   Untuk    menghindarkan ambiguitas pada konteks, orang harus mengetahui betul pada konteks apa orang berbicara?

      2.2.2.3 Ambiguitas Tingkat Leksikal
             Telah dijelaskan bahwa   setiap kata dapat saja mengandung lebih dari satu makna. Dapat juga mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai dengan lingkungan pemakaiannya. Misalnya    orang mengujarkan /bang/ yang mungkin mengacu kepada /abang/ atau   mengacu kepada   /bank/.   Bentuk     seperti   ini   disebut (polyvalency)  yang dapat dilihat dari dua segi.
             Segi    pertama  yang dikatakan oleh  Breal   polisemi   (polysemy).  Misalnya dalam Bahasa   Indonesia kata mudah sebagai adjektiva   yang bermakna: (i) tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakannya, tidak sukar, tidak berat:   soal   ujian  itu  mudah; (ii)  lekas  sekali:  Anak  kecil  mudah ketularan penyakit; (iii) tidak teguh imannya: Dikota besar kita mudah tergoda. Segi kedua, ialah kata-kata yang sama bunyinya tetapi maknanya berbeda. Kenyataan ini bisa disebut homonim.
             Wijana   (2008:75),   membagi       secara   sederhana   ketaksaan    didalam    bahasa dapat    dibedakan menjadi dua jenis,  yakni   ketaksaan   leksikal   dan  ketaksaan gramatikal.    Pertama,  ketaksaan leksikal   adalah kegandaan  makna yang ditimbulkan karena adanya butir-butir leksikal yang memiliki makna ganda baik penerapan pemakainya maupun karena hal-hal yang bersifat leksidental. Misalnya kata ramai yang digunakan dalam kalimat (1) Siang hari jalan Malioboro sangat ramai (bermakna penuh dengan kendaraan); (2)  Seminggu setelah  peristiwa kerusuhan, toko   mulai  ramai (bermakna   ‘banyak   atau   penuh   pengunjung);   pada   kalimat (3)   Corak   baju   yang dipakainya sangat ramai (bermakna   penuh dengan hiasan). ketaksaan leksikal bersifat aksidental karena kegandaan makna itu terjadi   karena   kebentulan   leksem-leksem   itu   memiliki   bentuk   yang   sama   baik secara fonologis maupun ortografis.
              Kedua, ketaksaan gramatikal yaitu ketaksaan yang terbentuk karena proses penggabungan satuan-satuan lingual menurut sistem bagasa tertentu. Kata lukisan dan   adik   secara   mandiri   tidak   taksa   tetapi   setelah   digabungkan   menjadi   lukisan adik. Frasa lukisan adik di dalam bahasa Indonesia mempunyai makna (1) lukisan milik adik; (2) lukisan yang dibuat oleh adik; (3) lukisan yang objeknya adik, (4) lukisan untuk adik; dan (5) lukisan yang diberi adik.

      2.2.2.4 Tipe Ambiguitas
             Hasan Lubis,(1993) menerangkan bahwa ada beberapa tipe ambiguitas yang terdapat   dalam   bahasa   indonesia.   Berikut   ini   akan   dibicarakan   ambiguitas   satu persatu, baik dari segi morfologisnya, maupun segi strukturnya, dan sintaksisnya.

      2.2.2.4.1 Segi Morfologi
             Sifat bahasa itu sendiri seperti bahasa Indonesia memungkinkan terjadinya ambiguitas. Umpamanya afiks, baik prefiks maupun sufiks mempunyai arti lima, seperti prefiks ter-, se-serta sufiks –an dan –kan. Dengan demikian kitalah sebagai pemakai bahasa   yang harus berhati-hati dan cermat memakai  dan memilih kata- kata   supaya   ambiguitas   tidak   terdapat   dalam   kalimat-kalimat   yang   kita   ucapkan atau yang  dituliskan.                                                                                           

      Tipe-tipe ambiguitas dalam bidang morfologi.

      1. Tipe Afiks

          1) Prefiks ter-

         Prefiks ter- mempunyai arti.
              (1)  Dapat
              (2)  Tak sengaja
              (3)  Paling
              (4)   Sampai ke-

      Oleh sebab itu kalau ada orang mengatakan

                  “Kopi itu terminum saya”
                  “Kotak itu terbawa si A.”      (Lubis, 1993:3).

             Dapat berarti : dapat diminum dan di bawa atau mungkin berarti tak sengaja diminum      dan   tak  sengaja   dibawa.    Begitulah    kata-kata:   terangkat,   termakan, tertelan, tertulis, tergambar dan lain-lain yang dapat menghasilkan ambiguitas.

           2)  Prefiks ber-

             Prefiks ber- mempunyai arti menghasilkan, mempunyai, mengucapkan, dan melakukan.   Oleh   karena   itu   kata-kata   beranak,   beribu,   berayah,   berbapak   kalau dipakai dalam kalimat akan bersifat ambiguitas.

         3)   Prefiks pe-

         Prefiks pe- bila kita pakai dalam kalimat dapat berarti.

         (1)Orangnya, seperti
             Perokok                    pemambuk
             Pencuri                    perampok
             Pendengar                  penulis
             Penatar                   penunjuk
             Pembaca                   pendidik

         (2)Alat, seperti
            Pemukul                   penangkis
            Pelempar                  penarik
            Pelobang                  pencukur
            Pemanggang                pencuci

            Dapat dilihat bahwa pada bagian (b) di atas kata-kata itu dapat berarti alat dan juga orangnya, sehingga akan menimbulkan ambiguitas bila digunakan dalam kalimat.

         3) Sufiks –an
         Sufiks –an bila kita pakai dalam kalimat mungkin berarti.
         (1)Hasil
         (2)Cara
         (3)Alat
         (4)Apa yang di ...

            Oleh sebab itu ambiguitas di sini dapat terjadi, karena berbagai arti, sebagai contoh :

                 Timbangannya      baik,   yang   dapat   diartikan  cara   menimbang,     alat  penimbang dan hasil menimbang. (Lubis, 1993:3).

      2.  Tipe Leksikon

         1) Preposisi                                                                                             22

             Ambiguitas   dengan   preposisi   ke-  dapat   terjadi   karena   disamping   preposisi  ini ada pula prefiks ke- dan ada pula kata-kata yang bersuku  awal ke-, sehingga  dalam pemakaiannya selalu terjadi ambiguitas misalnya,

                  Kemeja                 : ke meja
                  Keranjang              : ke ranjang
                  Kelereng               : ke lereng
                  Misalkan :  Bawa kemeja itu dan letakkan di sana. (Lubis, 1993:3).
             Jelas   kalimat   tersebut   menjadi   ambiguitas    kalau   diucapakan,    sedangkan  kalau tertulis jelas bedanya.

          2) Antonim

             Tipe    antonim     ambiguitas    ini   adalah   pemakaian     kata-kata    yang    bila  dinegatifkan    menjadi    ambiguitas     karena   tidak  lagi  berlawanan     dengan    kata  asalnya; muda, tinggi, senin, tahun, rendah, jauh dekat dan lain-lain.
             Sebenarnya lawan kata muda adalah tua, lawan tinggi adalah rendah, lawan jauh  adalah dekat, tetapi bila dinegatifkan menjadi ambiguitas. Ambiguitas terjadi  karena   kata-kata   yang   tercetak   miring   adalah   kata-kata   yang   mempunyai   multi  taksonomi mempunya lawan kata yang tidak satu sehingga kata-kata: tidak muda  lagi berarti belum tentu tua, tidak cukup  tinggi belum berarti sudah rendah, dan  lain-lain.

          3) Akronim dan Kependekan

             Seperti   telah   diketahui   bahwa   akronim   dan   kependekan   kata   banyak   kita  dapati   dalam   bahasa    Indonesia   sekarang    ini.  Semuanya    itu  dapat melahirkan  ambiguitas kalau pemakaiannyatidak tepat. Ribuan akronim dan kependekan kata      
      Ambiguitas   dengan   preposisi   ke-  dapat   terjadi   karena   disamping   preposisi  ini ada pula prefiks ke- dan ada pula kata-kata yang bersuku  awal ke-, sehingga  dalam pemakaiannya selalu terjadi ambiguitas misalnya,
                  Kemeja                 : ke meja
                  Keranjang            : ke ranjang
                  Kelereng               : ke lereng
                  Misalkan :  Bawa kemeja itu dan letakkan di sana. (Lubis, 1993:3).  Jelas   kalimat   tersebut   menjadi   ambiguitas    kalau   diucapakan,    sedangkan  kalau tertulis jelas bedanya.

          2) Antonim

             Tipe    antonim     ambiguitas    ini   adalah   pemakaian kata-kata   yang    bila  dinegatifkan    menjadi ambiguitas karena   tidak  lagi  berlawanan dengan  kata  asalnya; muda, tinggi, senin, tahun, rendah, jauh dekat dan lain-lain.
             Sebenarnya lawan kata muda adalah tua, lawan tinggi adalah rendah, lawan jauh  adalah dekat, tetapi bila dinegatifkan menjadi ambiguitas. Ambiguitas terjadi  karena   kata-kata   yang   tercetak   miring   adalah   kata-kata   yang   mempunyai   multi  taksonomi mempunya lawan kata yang tidak satu sehingga kata-kata: tidak muda  lagi berarti belum tentu tua, tidak cukup  tinggi belum berarti sudah rendah, dan  lain-lain.

          3) Akronim dan Kependekan

             Seperti   telah   diketahui   bahwa   akronim   dan   kependekan   kata   banyak   kita  dapati   dalam   bahasa    Indonesia   sekarang    ini.  Semuanya    itu  dapat melahirkan  ambiguitas kalau pemakaiannyatidak tepat. Ribuan akronim dan kependekan kata kita dapati dan setiap hari terus bertambah. Sehingga terkadang tidak kita ketahui kepanjangannya kalau kita tidak berada di bidang yang memakainya.

      2.2.2.4.2 Segi Sintaksis

            Seperti pada bidang morfologi maka pada bidang sistaksis ini pun banyak kita dapati  benih-benih ambiguitas.  Baik  dari  segi  komposisi   atau  idiomatik maupun dari segi struktur.

         1) Tipe Komposisi dan Idiomatik

            Idiomatik     cukup    banyak    terdapat   dalam    bahasa   Indonesia.    Karena komposisi ini pun disebut dengan memakai kata-kata biasa maka jelas kegandaan arti   akan   terjadi  dalam    pemakaiannya,     seperti  pemakaian     komposisi    dan idiomatik.
                Angkat topi           gulung tikar            buang air
                Angkat bahu           kopi pahit              membuka kartu
                Kita lihat secara lugas makna angkat topi, gulung tikar, adalah arti biasa    tetapi   juga  dapat   berarti  ;  memberikan     pujian,  bangkrut.   Demikian    arti    idiomatik.
                Membuka kartu                  : berterus terang
                Buka kulit tampak isi          : berterus terang
                Angkat tangan                  : menyatakan tidak sanggup
            Inilah sebagian kecil komposisi dan idiomatik yang membawa arti ganda itu sehingga sulit memahami.

         2) Tipe Referensi dan Subtitusi                                                                                                

             Referensi     adalah    rujukan   terhadap    sesuatu    yang   telah   atau   yang   akan dikatakan   di   dalam   teks   itu.   Referensi  terbagi   atas   tiga   bagian   yaitu   referensi personal,    referensi   demonstratif     dan   referensi   komparatif.     Contoh    pemakaian referensi   yang baik dan tidak meragukan itu kita berikan sebagai berikut.

                  Saya, ibu dan adik pergi ke rumah paman. (Lubis, 1993:10)
                  Kami naik taksi         (Lubis, 1993:10)

             Kami     sebagai    referensi   personal    merujuk    kepada    kata-kata    sebelumnya yaitu:   saya,   ibu   dan   adik.   Tetapi   terkadang   pemakaian   referensi   itu   tidak   tepat sehingga menjadikan kalimat itu tidak jelas artinya.

      2.2.2.4.3 Segi Struktur
             Ambiguitas       disebabkan     struktur   dapat   kita  bagi   atas   beberapa    bagian. Pertama      tempat    kata  sifat  atau   keterangan     terhadap    beberapa     objek,   kedua pengelifsan sebagian kata-katanya.

      Tipe Atribut
            Dalam hal ini selalu kita jumpai deretan kata benda yang diberi keterangan pada akhirnya saja sehingga dengan demikian terjadilah ambiguitas pada kalimat itu. Apakah keterangan itu untuk keseluruhan kata benda itu atau yang terakhirnya saja?

             Contoh

                  Mobil ketua jurusan yang baru. (Lubis, 1993:11)

             Contoh kalimat tersebut menafsirkan frasa dengan dua penafsiran. Keterangan yang baru menunjuk pada dua penafsiran yaitu mobil yang baru atau ketua jurusan yang baru.       Mengenai       pengelifsan    atau   pelesapan    dapat   kita  berikan    contoh    sebagai berikut.

                  Mereka menonton pertandingan bulu tangkis                   (Lubis, 1993:11)
                  Kami atlet     (Lubis, 1993:11)

             Kami atlet dapat berarti   kami menonton atlet   atau dapat juga berarti kami adalah   atlet.   Tak   dapat   disangkal   bahwa   terkadang   atau   boleh   dikatakan   90   % keambiguitasan   itu   dapat   hilang   kalau   kalimat   itu  sudah   terletak   dalam   sebuah wacana;      atau   dapat   dihilangkan     dengan     menambah       simbol-simbol      sehingga maknanya menjadi jelas.

      2.2.3 Berita

             Berita    adalah   padanan     kata  news   dalam     bahasa    Inggris.   Kata  news    itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu, apa yang new (apa yang baru). Berita berasal dari bahasa Sansekerta “Vrit” yang dalam bahasa Inggris disebut “Write” yang   mempynyai   arti   “ada”   atau   “terjadi”.   Selain   itu,   ada   juga   yang   menyebut “Vritta”    yang    artinya   “kejadian”    atau   ‘yang   telah   terjadi”.  Vritta   itu sendiri akhirnya   dalam   bahasa   Indonesia   menjadi   “berita”   atau   “warta”.   Berita   dalam kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang masih hangat (dalam Totok Djuroto, 2003: 1).
              Secara   sosiologis,   berita   adalah   semua   hal   yang   terjadi   di   dunia.   Dalam gambaran        yang sederhana, seperti dilukiskan dengan  baik    oleh   para    pakar jurnalistik,   berita   adalah apa   yang   ditulis surat   kabar,   apa   yang   disiarkan   radio, dan apa   yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita.
              Berita biasanya  menyangkut orang-orang, tetapi   tidak   setiap   orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya   sebagian   kecil   saja   yang  dilaporkan.   Banyak   orang   mendefinisikan   berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Dengan kata   lain,   dapat dikatakan   bahwa   belum   ada   definisi   berita   secara   universal.   Untuk   memperkuat penyajian  atas    peristiwa     apa     yang    sedang      kita   pantau      dan    bagaimana menyajikannya,  reporter     pencari     berita   harus     mempunyai        definisi    sendiri mengenai lingkup pekerjaannya.
              Berita    merupakan  sajian   utama    sebuah    media     massa    di  samping     opini. Dalam dunia jurnalistik,   yang dimaksud berita adalah fakta atau informasi   yang ditulis oleh   wartawan dan   disajikan    dalam     media     pers,   seperti   surat   kabar, majalah, radio, dan televisi.  Dengan kata lain, berita bukan hanya menunjuk pada pers atau media massa dalam   arti   sempit   dan   tradisional,   melainkan   juga   pada   radio,   televisi,   film,   dan internet   atau   media  massa   dalam   arti   luas   dan   modern.   Berita   pada   awalnya, memang        hanya    milik   surat   kabar.   Tetapi    sekarang,     berita   juga   telah   menjadi  ‘darah-daging’        radio,   televisi    dan    internet.    Tak    ada    media     tanpa     berita, sebagaimana  halnya    tak  ada   berita  tanpa   media. Berita telah tampil sebagai kebutuhan dasar (basic need) masyarakat modern di seluruh dunia. Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu berita berat (Hard News) dan berita  ringan  (Soft   News).    Selain   itu,  berita  juga  dapat   dibedakan menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan   sifatnya,   berita   bisa   dipilah   menjadi    berita   diduga   dan   berita   tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam. Berita   berat,  sesuai dengan namanya, menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan dan menyita     perhatian seperti kebakaran, genpa bumi, kerusuhan.  Sedangkan berita  ringan,   menunjukkan       pada peristiwa yang   lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi, seperti   pesta pernikahan bintang film atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di kalangan remaja.
             Berdasarkan sifatnya,  berita   terbagi   atas berita diduga   dan   berita    tak terduga. Berita diduga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah. Proses penanganan berita yang sifatnya diduga disebut Making News. Artinya kita berupaya untuk menciptakan dan   merekayasa  berita.  Proses   penciptaan     atau perekayasaan   berita   itu   dilakukan   melalui    tahapan perencanaan di ruang rapat redaksi, diusulkan dalam rapat proyeksi,  dikonsultasikan     dengan pemimpin redaksi, dilanjutkan dengan observasi,   serta   ditegaskan    dalam    interaksi   dan konfirmasi   dilapangan.   Semuanya   melalui   prosedur   manajemen   peliputan   yang baku,    jelas,  terstruktur   dan   terukur.   Orang    yang    meliputnya     disebut   sebagai reporter (pelapor).  Jenis berita yang dikenal dalam dunia jurnalistik adalah sebagai berikut:

      1. Straight  News  adalah berita langsung apa adanya, biasanya ditulis secara singkat dan lugas.
      2.  Depth News  adalah berita mendalam di kembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.
      3. Investigation   News  adalah   berita   yang  di   kembangkan   berdasarkan   penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber.
      4.  Interpretative News adalah berita yang di kembangkan dengan pendapat atau  penilaian penulisnya/reporter.
      5.  Opinion  News adalah berita mengenai pendapat seseorang seperti tokoh,ahli,cendekiawan mengebai sesuatu.

             Massa secara profesional dan visioner. Berita tak terduga adalah peristiwa yang   sifatnya   tiba-tiba   tidak   direncanakan,   tidak   diketahui   sebelumnya,   seperti kereta api terguling, gedung perkantoran terbakar, bus tabrakan, kapal tenggelam, pesawat dibajak, anak-anak sekolah disandera atau terjadi ledakan bom di pusat keramaian.  Proses penanganan berita  yang   sifatnya tidak  diketahui dan tidak direncanakan sebelumnya, atau yang sifatnya tiba-tiba itu disebut Hunting News. Orangnya disebut sebagai hunter (pemburu).  Pengetahuan  dan   pemahaman tentang  klasifikasi   berita   sangat   penting  bagi   setiap   reporter,   editor,   dan   bahkan para perencana   dan   konsultan   media   (media planer)   sebagai   salah   satu   pijakan dasar dalam proses perencanaan (planning ), peliputan (getting), penulisan (writing), dan    pelaporan    serta   pemuatan, penyiaran, atau   penayangan  berita (reporting and publishing ). Pada akhirnya, tahapan-tahapan pekerjaan jurnalistik itu  sangat diperlukan dalam  kerangka      pembentukan, penetapan dan pengembangan manajemen media massa secara profesional dan visioner.
             Secara umum, berita mempunyai bagian-bagian dalam susunannya yaitu:

      1. Headline, biasa disebut judul. Sering juga dilengkapi dengan anak judul, yang berguna untuk menolong pembaca agar segera mengetahui peristiwa yang akan diberitakan dan menonjolkan satu berita dengan dukungan teknik grafika.
      2. Deadline, ada yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian, dan tanggal kejadian.    Tujuannya      adalah   untuk   menunjukan       tempat    kejadian   dan   inisial media.
      3.   Lead,   biasa   disebut   teras   berita.   Biasanya   ditulis   pada   paragraf   berita.   Teras     berita merupakan unsur  yang paling   penting    dari   sebuah    berita,   yang     menentukan       apakah    isi  berita  akan   dibaca   atau   tidak. Lead    (Teras    Berita)     merupakan       sari  pati  sebuah    berita,  yang    melukiskan     seluruh    berita  secara  singkat.
      4. Body atau tubuh berita. Isi dari tubuh berita ialah menceritakan peristiwa yang dilaporkan   dengan   bahasa   yang   singkat,   padat.   Dan   jelas.   Dengan   demikian, body merupakan perkembangan berita.

      2.2.4 Media Massa

             Media massa  atau Pers  adalah suatu istilah   yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an,   yang dimaksud pers di sini ialah dalam arti sempit, yakni media cetak,   surat   kabar,   dan   majalah.   Dalam   arti   luas,   pers   mencakup   juga   radio   dan televisi,   karena   kedua   media   ini   juga   menyiarkan   berita.   Sejak   diterbitkan   surat kabar   dan   majalah   itu   sampai   di   akhir   abad   ke-  19,   kegiatan   komunikasi   massa hanya     dilakukan    oleh   pers,  terutama    surat   kabar.   Untuk    mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. Dilihat dari   ruang   lingkupnya,   surat   kabar   nasional,   regional,   dan   local.   Ditinjau   dari bentuknya, ada surat kabar biasa dan tabloid. Dilihat dari bahasa yang digunakan,
      ada surat kabar Berbahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Daerah.
             Karakteristik dari  surat  kabar    dapat   memanfaatkan   media    massa    secara maksimal   dan   tercapainya   tujuan   komunikasi,   maka   seorang   komunikator   harus memahami   kelebihan   dan   kekurangan   media   tersebut.   Karakteristik   surat   kabar sebagai media massa mencakup: publisitas, periodisitas, universalitas, aktualitas dan   terdokumentasikan.   Untuk   menyerap   isi   surat   kabar,   dituntut   kemampuan intelektualitas   tertentu.   Khalayak   yang   buta   huruf   tidak   dapat   menerima   pesan surat kabar begitu juga yang berpendidikan rendah. Secara umum, karakteristik media massa adalah sebagai berikut :

      1. Melembaga, media massa merupakan lembaga atau organisasi, yang terdiri atas kumpulan   orang-orang,   yang   digerakan   oleh   suatu   sistem   manajemen,   dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
      2.  Bersifat umum, artinya  bahwa media massa  terbuka    dan    ditujukan    untuk    masyarakat umum,   berisi   hal-hal yang   bersifat   umum,   dan   otomatis   bukan     kepentingan pribadi.
      3.  Bersifat anonim dan heterogen, anonim artinya bahwa orang-orang yang terkait dalam     media    massa    tidak   saling  kenal.   Bersifat    heterogen    artinya,   bahwa orang-orang       yang    menaruh      perhatian     pada    media    massa     beranekaragam  (heterogen).
      4.  Menimbulkan   keserempakan,   yaitu   media   massa   dapat   menyampaikan   pesan     (message) kepada khalayak secara serempak
      5.  Mementingkan isi (contens) daripada hubungan kedekatan.

             Melihat   fungsi   bahasa   sebagai   alat   komunikasi,   dalam   media   massa   juga menuntut       ejaan    yang    benar     dalam menyampaikan informasi.  Jika   dalam komunikasi   lisan   banyak   dibantu   oleh   intonasi   dan   mimik, dalam komunikasi tertulis   semua itu  digantikan    oleh   tanda baca, dan   bunyi-bunyi bahasa    yang digantikan oleh huruf. Berbicara soal ejaan berarti berbicara soal bahasa tulis, dan media massa cetaklah yang memegang porsi   terbesar.    Betapa     tidak   untuk menyampaikan informasi,  mereka selalu   bergelut dengan  bahasa tulis  berikut aturan-aturannya.
             Media   massa   ini   adalah   surat   kabar,   film,   radio,   dan   televisi.   Sifat   media massa      merupakan komunikasi satu arah. Begitu pesan disampaikan  oleh komunikator,  tidak   diketahui     apakah     pesan    itu   diterima,    dimengerti,      atau dilakukan   oleh   komunikan.   Sehingga   dalam  komunikasi   media   massa   tidak   ada umpan balik   secara    langsung  atau   tertunda,  bahkan mungkin tidak   terjadi. Meskipun   demikian   surat   kabar   mempunyai   kelebihan   yaitu   bahwa   berita   yang disiarkan     dapat    dibaca    kapan     saja  dan    secara    berulang-ulang, selain   dapat dijadikan bukti otentik. Ini berlainan dengan media radio dan televisi, yang untuk menikmati berita yang disiarkannya, khalayak harus duduk  atau   berdekatan dengan media tersebut.
             Masyarakat dengan   tingkat   ekonomi   rendah   memiliki   ketergantungan   dan kebutuhan   terhadap   media   massa   yang  lebih   tinggi   daripada   masyarakat   dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi   lebih   tinggi   memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada   sumber   atau ahli   dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu.
             Media     massa    cetak   menampilkan      berita-berita   teraktual   setiap  hari   dan didukung oleh fakta dan data akurat yang ditulis oleh para wartawan. Surat kabar harian    sekarang    ini  bermunculan     di  setiap  daerah    hampir    di  seluruh   wilayah Indonesia.     Eksistensi   media    massa    cetak  sangat   dibutuhkan     dalam    kehidupan manusia.      Hampir    seluruh    aktifitas   dan   kegiatan    dalam    kehidupan     manusia berinteraksi dengan media massa.
             Seorang redaktur Solopos Achmadi (2009), berpendapat bahwa dewasa ini media massa semakin memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Aktivitas media massa   dalam memberikan   informasi   peristiwa   sering   memberi dampak yang signifikan bagi   masyarakat. Peran media    massa semakin diperrhitungkan oleh masyarakat karena fungsi dan perannya dalam memberitaan.
             Fungsi pers dalam artian media massa yang ditegaskan  dengan istilah “cetak”. Jurnalis tidak hanya mengolola berita, tetapi juga aspek-aspek lain untuk isi   surat  kabar    atau  majalah. Karena itu fungsinya bukan lagi  menyiarkan informasi,   tetapi   juga   mendidik,   menghibur,   dan   mempengaruhi   agar   khalayak melakukan kegiatan tertentu. Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan   dan   persuasive),   fungsi   yang   paling   menonjol   pada   surat   kabar   adalah informasi.   Hal   ini   sesuai   dengan   tujuan   utama   khalayak   membaca   surat   kabar, yaitu    keingintahuan     akan   setiap   peristiwa   yang    terjadi  di  sekitarnya.    Fungsi hiburan   dapat   ditemukan   pada   rubric   artikel  ringan,   feature, komik   atau   kartun seta   cerita  bersambung. Fungsi    mendidik    dan   mempengaruhi       akan   ditemukan pada   artikel   ilmiah,   tajuk   rencana   atau  editorial  dan  rubric  opini.   Fungsi   pers bertambah, yiatu sebagai alat kontrol sosial yang konstruktif.

      0 comments:

      Post a Comment

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news